KULIAHALISLAM.COM – Khaibar merupakan sebuah kota besar yang memiliki benteng dan kebun-kebun sejauh enam puluh hingga delapan puluh mil dari kota Madinah, tepatnya ke arah Utara. Khaibar sebuah perkampungan yang cukup berbahaya pada zaman Nabi karena kandangnya konspirasi, pengkhianatan, dan sumber konspirasi.
Penduduk Khaibar adalah orang-orang yang menghimpun pasukan untuk memerangi kaum Muslimin dan mendorong Bani Quraizah untuk melanggar perjanjian damai dengan kaum Muslimin. Dengan sepak terjang mereka ini membuat orang-orang Muslim selalu merasa terancam bahaya, bahkan mereka pernah merancang untuk membunuh Rasulullah SAW.
Rasulullah Muhammad SAW dan kaum Muslimin memutuskan berangkat ke Khaibar untuk menaklukan Khaibar. Imam Ali bin Abi Thalib dipilih Nabi untuk menjadi pemegang bendera dan memimpin penyerbuan ke benteng-benteng Khaibar. Imam Ali berkata: “Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka hingga mereka sama seperti kita.”
Nabi Muhammad SAW berkata: “Jangan terburu-buru. Turunlah di pelataran, kemudian serulah mereka untuk masuk Islam. Beritahukan kepada mereka apa-apa yang harus mereka lakukan dari hak Allah SWT. Demi Allah, lebih baik Allah memberikan petunjuk kepada seseorang lewat dirimu daripada engkau memiliki himar yang paling elok.” Pada akhirnya, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin berhasil menaklukan Khaibar.
Percobaan Meracuni Nabi Muhammad SAW Setelah Perang Khaibar
Dr. Mustafa Kamal Wasfi dalam karyanya edisi terjemahan : “Strategi Rasulullah Menghadapi Ulah Yahudi” menyebutkan beberapa hari setelah Rasulullah menaklukan Khaibar, Rasulullah kembali ke Madinah menikmati ketenangan.
Di dalam ketenangan itu, tiba-tiba Zainab binti Al Harits memberikan hidangan kambing guling panggang yang menjadi kesukaan Rasulullah, tetapi wanita Yahudi itu menaburkan racun ke makanan tersebut.
Pada saat Nabi hendak menyantap makanan tersebut, Bisyr bin Al Barra bin Ma’rur salah seorang sahabat Nabi duduk mendampingi Nabi. Karena sudah lama tidak berjumpa dengan makanan yang lezat, Bisyr bin Al Barra bin Ma’rur langsung menyantap daging kambing itu dengan sangat lahap.
Sedangkan ketika Rasulullah menyantap bagian paha kanan kambing panggang, timbul seruan hatinya untuk memuntahkan kembali.
“Aku mendapatkan firasat bahwa makanan ini mengandung racun” kata Rasulullah sesudah memuntahkan makanan yang dikunyahkan. Ternyata dugaan Nabi benar, maka ditangkaplah wanita Yahudi itu. Tanpa banyak alasan wanita Yahudi mengakui perbuatannya.
Zainab binti Al Harits berkata “Aku memang sengaja mengujimu. Jika engkau benar-benar Nabi, pastilah engkau mendapatkan petunjuk mengenai hal itu. Tetapi engkau adalah seorang Raja, maka aku merasa puas untuk menyingkirkanmu karena engkau telah menghabisi kaumku.”
Latar belakang kejahatan Zainab binti Al Harits sebenarnya bukan karena ingin menguji kenabian Muhammad SAW tetapi balas dendam karena Nabi dan kaum Muslimin menaklukan Khaibar.
Dengan kebijaksanaan Rasulullah, beliau memaafkan perbuatan wanita Yahudi tersebut meskipun telah merenggut nyawa seorang sahabatnya, tetapi ia tetap dihukum mati karena Zainab binti Al Harits telah meracuni sahabat Nabi bernama Bisyr bin Al Barra bin Ma’rur.
Benarkah Nabi Wafat Karena Diracun ?
Pada saat Nabi Muhammad SAW berziarah ke makam Bisyr, dijumpainya Ummi Bisyr binti Al Barra saudara kandung sahabat Nabi yang malang itu. Nabi berkata: “Wahai Ummi Bisyr, Aku merasakan seolah-olah urat jantungku telah putus karena makanan yang Aku santap bersama saudaramu, Bisyr.”
Dikatakan oleh Ibnu Ishaq bahwa sebagian kaum Muslimin telah menduga Rasulullah wafat sebagai seorang Syuhada karena makanan racun itu. Padahal dugaan itu tidak benar sama sekali, jika Rasulullah wafat karena makanan beracun itu maka beliau akan ikut wafat seketika ketika memakannya.
Ditambah, wafatnya Nabi karena sakit berupa pusing di kepala dan panas tubuhnya melonjak, hingga orang-orang bisa melihat tanda suhu badan beliau yang panas itu lewat urat-urat nadi di kepala beliau.