Keislaman

Kehidupan Beragama dan Nasionalisme Gus Dur

4 Mins read

Kehidupan beragama dan nasionalisme Gus Dur. Salah satu tokoh yang paling terkenal dalam perjuangan untuk membangun hubungan damai dan rukun antara pemeluk agama di seluruh Indonesia adalah Gus Dur. Ia menjadi orang pertama yang menanggapi “serangan fajar” yang memecah kedaulatan rakyat yang majemuk ini saat di mana kelompok-kelompok gerakan Islam radikal menyebarkan ujaran kebencian.

Ia selalu memberikan totalitas kepada semua orang, bukan hanya kepada orang Islam, tetapi sepanjang hidupnya. Karena itu, kelompok minoritas sangat mencintainya, cinta yang akan menumbuhkan keindahan dan melawan ujaran buruk dan serangan radikalis yang merusak ideologi bangsa.

Karena kepeduliannya terhadap kelompok minoritas, terutama Muslim, dan kedekatannya dengan orang Kristen dan Katholik serta orang Tionghoa, banyak orang kemudian memberikan nama legal kepadanya dengan sebutan “Bapak Pluralisme”.

Syahdan. Gus Dur selalu dikaitkan dengan sejarah dalam membangun kekuatan bersama untuk membangun kesatuan umat, terutama karena peranannya dalam membangun pondasi dasar kerukunan dan menekankan pentingnya hubungan sosial untuk bangsa yang multikultural dan pluralistik.

Nilai-nilai Pancasila adalah gambaran nasionalisme menurut Gus Dur. Baginya, Pancasila terdiri dari “set prinsip” yang dapat dipertahankan sepanjang masa. Ia percaya bahwa Pancasila pada dasarnya mengandung nilai-nilai moral dan agama yang mutlak untuk diperjuangkan. Meskipun Pancasila sering dikebiri atau dimanipulasi oleh segelintir tentara dan kelompok umat Islam, namun Gus Dur tetap mempertahankan Pancasila secara fisik dan mental.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Gus Dur benar-benar mempertahankan prinsip-prinsip Pancasila yang sudah ada sejak lama. Gus Dur berpendapat bahwa Pancasila mengandung keragaman agama dan bahwa Indonesia bukan negara Islam, sehingga dia harus membela hak-hak orang yang tidak beragama Islam dan memungkinkan mereka hidup rukun dengan mereka.

Baca...  Tingkatan Yakin Dalam Islam

Gus Dur menunjukkan sikap menghormati terhadap pilihan agama dan keyakinan orang lain, yaitu sebagai suatu kenyataan dan prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai dengan yang tercantum dalam bagian pertama Pancasila. Oleh karena itu, Gus Dur cenderung menunjukkan sikap reaktif terhadap siapa saja, baik individu atau lembaga, yang berusaha menghalangi orang lain untuk menemukan kebenaran yang diyakininya.

Relasi dengan agama-agama lain

Tak berhenti di sini, Gus Dur juga sering melepas pakaian agamanya atau formalitas agamanya saat berinteraksi dengan orang lain yang beragama. Namun, dia tetap berada dalam dunia keberagamaannya yang substansial. Ini bukanlah penodaan agama atau pelepasan keyakinan agamanya. Sebaliknya, ini adalah tindakan cintanya terhadap dunia kemanusiaan yang harus dijaga sepenuhnya.

Misalnya, Gus Dur masuk ke dalam gereja, Vihara, dan Sinagog untuk memperkuat hubungan kemanusiaan, atau dia menentang kelompok agama minoritas yang sering terjadi. Dengan melepas formalisme atau pakaian agama ini, maksudnya adalah untuk melepaskan pakaian agama.

Gus Dur walaupun mantan Presiden tetapi ia meninggalkan formalitas agama yang sering menghalangi hidup saling menyapa. Beliau meninggalkan keangkuhan agama demi martabat manusia. Dengan keahlian dalam keislaman dan pluralisme, Gus Dur telah melakukan perjalanan ke berbagai wilayah di kalangan intelektual Islam.

Dia bahkan menghindari praktik agama yang terbatas hanya karena keyakinan yang mengganggunya. Karena itu, keyakinan itu harus ada di dalam hatinya dan terlihat dalam kecintaannya kepada semua orang, tanpa memandang keadaan mereka.

Dalam beberapa kasus, tindakan atau ucapan Gus Dur sering menyebabkan perdebatan, terutama di kalangan anggota NU dan kelompok lain. Salah satu hal yang tidak disukai oleh Nahdlatul Ulama adalah salam “Assalamualaikum”. Gus Dur mengubahnya menjadi “Selamat Pagi”, “Selamat Siang”, “Selamat Malam” untuk lebih universal. Tidak ada satu pun yang setuju atau tidak dengan hal ini, dan bahkan dikritik oleh anggota Nahdlatul Ulama.

Baca...  Terorisme dalam Perspektif Al-Quran

Gagasan dan pemikiran yang konsisten

Meskipun harus diakui bahwa Gus Dur seringkali tidak konsisten dalam ucapan dan tindakannya, namun dia memiliki gagasan dan pemikiran yang konsisten. Gus Dur tidak setuju terhadap seorang muslim yang mengatakan bahwa agama orang lain benar sebagaimana agamanya. Dia lebih suka menyatakan bahwa setiap agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan.

Ia menunjukkan bahwa kedua pendapat tersebut berbeda secara agama. Gus Dur mengapresiasi upaya kulturalisasi daripada formalisasi, ideologisasi, dan syariatisasi Islam. Serangkaian tulisannya berjudul Islam Ideologis atau Kultural menunjukkan hal ini.

Tafsiran ayat Al-Qur’an yang berbunyi “udhkuluu fi al-silmi kaffah”, yang sering ditafsirkan secara literal oleh pendukung Islam formalis, menunjukkan ketidaksetujuan Gus Dur terhadap formalisasi Islam. Sementara kelompok Islam formalis menafsirkan kata “al-silmi” dengan kata “Islami”, Gus Dur menafsirkannya dengan kata “perdamaian”.

Gus Dur percaya bahwa kedua penafsiran tersebut memiliki dampak besar. Orang-orang yang terbiasa dengan formalisasi akan terikat pada upaya untuk menciptakan “sistem Islami” yang mengabaikan pluralitas masyarakat. Dengan demikian, warga negara yang tidak beragama Muslim akan dianggap kelas dua.

Gus Dur mengatakan bahwa untuk menjadi Muslim yang baik, seseorang harus menerima prinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran Islam secara utuh, membantu mereka yang membutuhkan bantuan, menegakkan profesionalisme, dan bersabar saat menghadapi kesulitan dan kesulitan.

Oleh karena itu, seseorang tidak perlu dianggap sebagai muslim yang taat hanya karena menciptakan sistem Islami atau formalisasi. Agama berfungsi sebagai alat untuk melepaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan ketergantungan. Agama harus digunakan sebagai alat untuk mengubah masyarakat dari masyarakat yang terbelakang menuju masyarakat modern yang menghargai demokrasi dan konstitusi.

Agama bukan sekadar motivasi untuk hidup yang menghasilkan rasa curiga, benci, dan eksklusivitas; agama juga menunjukkan kenyataan hidup yang membutuhkan saling membantu, menghargai, dan kebersamaan. Gus Dur menganggap menerima perbedaan sebagai keniscayaan.

Baca...  Haedar Nashir, Membaca Pemaknaan Hidup Bersama Sang Filsuf

Gus Dur tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam masalah kebenaran dan keyakinan orang lain. Sebab baginya, setiap orang akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan atas apa yang mereka percaya.

Lenih dari itu, Gus Dur memberi contoh kepada para tokoh muslim dan nonmuslim tentang cara berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sambil mempertahankan identitas mereka. Dia membedakan secara jelas antara ruang publik dan ruang privat.

Keutuhan dan kedamaian bangsa diprioritaskan oleh Gus Dur tanpa kehilangan identitas dan keyakinannya. Pada satu sisi, dia menganggap agama yang dia anut paling benar, tetapi itu tidak berarti bahwa pergaulannya dengan orang-orang dari berbagai latar belakang sosial, budaya, ras, dan golongan, termasuk agama, menghambat kemajuan peradaban bangsa. Ini adalah sikap yang mendasari kebijaksanaan Gus Dur. Wallahu a’lam bisshawab.

160 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil  Ngaji Ihya' Ulumuddin: Mengobati Sifat Rakus dan Tamak Kepada Dunia

4 Mins read
Gus Ulil  Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Mengobati Sifat Rakus dan Tamak Kepada Dunia. Sudah mafhum bahwa rakus dianggap sebagai salah satu sifat buruk yang…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Jalan Tengah Dalam Beraqidah

3 Mins read
Gus Ulil Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Jalan Tengah Dalam Beraqidah. Sebenarnya, jika kita telaah cara al-Ghazali menulis suatu kitab, hampir mirip sekali dengan…
KeislamanSejarah

Kesultanan Ternate Kejayaan Dan Keruntuhan

6 Mins read
Kuliahalislam.Kesultanan Ternate merupakan sebuah Kesultanan yang berdiri pada abad ke-15 dengan pusat di Sampalu; pesisir Tenggara Pulau Ternate ( kini masuk Kabupaten…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

PAC IPNU IPPNU Grogol Fokuskan Bakat Santri TPQ Melalui Lomba TPA

Verified by MonsterInsights