KeislamanSejarah

Rihlah Pengembaraan Muslim Mengelilingi Dunia

7 Mins read

Kuliahalislam.com Rihlah artinya perjalanan, wisata, pengembaraan, pelakunya disebut ar-rahhal atau ar-rahhalah =pengembara atau penjelajah. Dalam historiografi Islam dikenal “Kitab ar-Rihlah atau Kutub ar-Rihlat”, biasa disebut Rihlah saja yakni semacam buku catatan penggembaraan. Karya tulis ini berdasarkan pada kesaksian dan pengalaman langsung si penggembara sendiri.

Sejak berkembangnya kekuasaan Islam di masa silam, bangsa Arab mengungguli bangsa-bangsa lain di bidang pengembaraan maupun penemuan geografis. Sebelum Islam, orang Arab telah biasa melakukan rihlah terutama untuk tujuan perniagaan, sampai-sampai dalam surah al-Quraisy diungkapkan kebiasaan bangsa Quraisy bepergian ke negeri Yaman di musim dingin dan ke negeri Syam di musim panas, terutama melalui jalan darat.

Pengembaraan laut begitu dikenal secara umum pada masa sebelum Islam tetapi diduga keras mereka juga melakukan perjalanan melalui jalan laut. Setelah ekspansi Islam menjangkau wilayah yang sangat luas, bangsa Arab khususnya dan umat Islam pada umumnya melakukan perniagaan internasional. Pada abad ke-2 H sudah ada penjelajah muslim yang mencapai Cina.

Ketika wilayah Islam sudah semakin luas, maka rihlah merupakan faktor pengikat dan penghubung terpenting antara satu wilayah dan wilayah Islam lainnya pada masa kejayaan Imperium Islam. Luas wilayah kekuasaan Imperium Islam, apalagi wilayah Islam yang terbentang dari Cina di timur dan Samudra Atlantik di barat merupakan faktor utama yang mendorong semakin geliatnya umat Islam melakukan perjalanan jauh, pengembaraan dan penjelajahan. Disamping itu, terdapat beberapa faktor lainnya menyebabkan bangsa Arab demikian gemar melakukan pengembaraan.

Pertama, faktor ilmiah. Para ilmuwan atau para penuntut ilmu mengembara dari suatu pusat ilmu ke pusat ilmu lain di dalam wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana diketahui ekspansi Islam menjangkau wilayah sangat luas, para sahabat dan tabiin menyebar ke berbagai wilayah untuk mengajarkan agama Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.

Ketika ilmu hadits mulai berkembang, para penuntut ilmu dan perawi Hadis dituntut untuk mengembara kota lain untuk mencari Tabiin dan murid-murid mereka untuk berguru kepada mereka sehingga banyak mungkin hadis yang mereka riwayatkan dapat dihimpun.

Hampir seluruh ahli hadits pada abad ke-2 sampai ke-6 H adalah pengembara pencari hadits dari satu kota Islam ke kota Islam lainnya. Setelah ilmu pengetahuan Islam berkembang pesat di berbagai kota tempat berhimpunnya para ilmuwan muslim, para penuntut berbagai bidang ilmu juga mengadakan penggembaraan dari suatu kota ke kota lainnya, misalnya Basra, Kufah, Baghadad, Bukahara, Samarkand, Nisabur, Fustat, Iskandariyah, Tharablus (utara libanon), Damaskus, Baalbek (barat libanon), Granada, Madagaskar, Mekah dan Madinah.

Kedua, fakta agama. Di dalam Islam dikenal ajaran yang mewajibkan orang untuk menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun kelima Islam. Adanya kewajiban menunaikan ibadah haji ke Mekah ini mendorong umat Islam untuk berpergian dari satu wilayah ke yang sangat jauh menuju kota kelahiran dan pusat Islam itu. Apalagi biasanya orang yang melakukan ibadah haji juga melakukan ziarah ke makam Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di Madinah bahkan juga sampai ke Baitul Maqdis di Yerusalem.

Ketiga, faktor ekonomi. Melakukan perjalanan panjang antar wilayah di bagian timur dan wilayah barat. Dalam hal ini, orang Arab terbiasa sejak masa sebelum Islam. Setelah wilayah Islam semakin luas, bangsa Arab memasuki perdagangan internasional. Dengan rihlah itu mereka menghubungkan satu pusat perdagangan di suatu wilayah Islam dengan pusat perdagangan wilayah Islam lainnya dari Andalusia ke India dan Turkistan, dari Cina ke Afrika Utara dan sebagainya. Bahkan, mereka juga berhubungan dagang dengan bangsa-bangsa non muslim.

Keempat, faktor keingintahuan. Faktor ini berjasa membuka tabir keterasingan suatu daerah. Pada mulanya faktor ini sangat terkait dengan faktor politik. Para pemimpin Islam yang berada di pusat kekuasaan ingin mengetahui keadaan masyarakat, iklim dan fisik negeri taklukan untuk tujuan administrasi pemerintahan yaitu untuk menentukan pendekatan cara pemerintahan yang lebih tepat. Sikap ingin tahu juga terdapat di kalangan masyarakat umum terutama di kalangan ilmuwan. Bisa dipahami bahwa karya sejarah pertama yang ditulis oleh para sejarawan adalah sejarah kota dan wilayah baru. Dalam hal ini, jasa para ahli geografi muslim-lah sangat besar.

Kelima, faktor politik. Seorang melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain atau dari satu provinsi ke provinsi lain karena tugas politik pemerintahan. Bahkan, sejak pertama kali ekspansi Islam berhasil memperluas kekuasaannya, para pemimpin pemerintahan sudah memikirkan dan berbuat untuk menjalin hubungan antar daerah dan daerah lainnya sehingga administrasi pemerintahan dapat berlangsung dengan baik. Maka, misalnya Umar Bin Khattab telah melakukan pembaharuan dan pengembangan sistem pos dan pembangunan jalan dalam rangka mewujudkan ketertiban administrasi. Pada masa sesudahnya, sistem pos ini semakin ditinggalkan.

Keenam, faktor dakwah. Banyak sekali Mubalig yang melakukan perjalanan jauh untuk tujuan dakwah dan penyebaran agama Islam. Meskipun pada mulanya menyertai para pedagang muslim, di masa kemudian banyak yang melakukan perjalanan dakwah secara mandiri.

Orang Islam melakukan perjalanan itu biasanya merekam apa yang mereka saksikan dalam pengembaraan dan perjalanannya itu. Oleh karena itu, mereka menuangkan pengalaman pengembaraan dan perjalanan mereka ke dalam bentuk tulisan; menggambarkan kondisi jalan yang mereka lalui, jarak antara satu daerah dan daerah lain, keadaan fisik kota dan masyarakat yang mereka singgahi, kesulitan dan hambatan yang mereka hadapi di perjalanan, pengalaman masyarakat seperti pertanian, industri dan perdagangan dan kehidupan sosial masyarakat. Karya-karya seperti inilah yang disebut dengan karya rihlah.

Walaupun rihlah ( dalam pengertian pengembaraan), banyak dilakukan umat Islam karena banyak faktor pendorong di atas, karya rihlah ( dalam pengertian laporan perjalanan) tidak begitu banyak diketahui, dibandingkan dengan jumlah penggembaraan itu sendiri. Mungkin hal ini disebabkan oleh banyaknya karya rihlah yang tidak sampai ke generasi sekarang. Yang pasti adalah bahwa banyak pengembara yang memasukkan kesaksian dan pengalaman perjalan mereka ke dalam karya-karya sejarah dan geografi.

Memang antara karya rihlah dan karya geografi terdapat banyak persamaan, keduanya sama-sama menggambarkan kondisi fisik dan sosial suatu daerah. Akan tetapi, sebenarnya antara keduanya dapat dibedakan. Rihlah didasarkan pada kesaksian dan pengalaman langsung sementara geografi didasarkan pada penelitian lebih mendalam tentang gambaran iklim di suatu daerah.

Dalam hal geografi, seorang ilmuwan berusaha mendapatkan informasi lebih jauh dengan menghimpun informasi yang berhubungan dengan kondisi geografis suatu daerah dengan jalan menanyakan kepada para Haji, penuntut ilmu, pedagang dan sebagainya. Meskipun seorang ahli geografi tidak harus menjadi seorang pengembara atau penjelajah pada kenyataannya banyak ahli geografi yang sekaligus pengembara.

Beberapa ahli geografi yang sekaligus pengembara/penjelajah : (1). Ibnu Khurdazbih (Khurasan,205 H/820 M-300 H/912 M), yang meninggalkan beberapa karya geografi antara lain Kitab al-Masalik wa al-Mamalik (Buku Tingkah Laku Para Budak). (2). Abu al-Faraj Qudamah bin Ja’far (wafat. 320 H/932 M) yang menulis Kitab al-Kharaj (Buku Tentang Pajak Tanah). (3). Ibnu Wazih al-Ya’qubi (wafat 897 M), seorang pengembara dan sejarawan muslim yang mengarang Kitab al-Buldan (Pembukaan Negeri-Negeri). (4). Abu Ishak Ibrahim bin Muhammad al-Ustukhari, lebih dikenal dengan nama al-Karkhi ( wafat 340 H/951 M) yang menulis buku “Maslik al-Mamalik (Tingkah Laku Penguasa). (5). Ibnu al-Faqih ( abad ke-3 H) yang menulis buku antara lain Kitab al-Buldan (Ringkasan Buku Tentang Negeri-Negeri). (6). Abu Ali Ahmad bin Umar bin Rustah (Ibnu Rustah) abad ke-3 H yang menulis sebuah buku Ensiklopedia geografi yang berjudul al-A’laq an-Nafisah (Barang Berharga). (7). Abu Hasan Ali bin al-Husain al-Mas’udi (wafat 345 H/956 M), seorang sejarawan pengembara dan ahli geografi terkenal yang menulis buku “Muruj az-Zahab (Padang Rumput Emas). (8). Abu Rayhan al-Biruni (wafat 448 H/1048 M), yang menulis buku antara lain al-Asar al-Baqiyah ‘an Al-Qurun al Khaliyyah (Rahasia-Rahasia yang Tertinggal dari Masa Silam) dan Tarikh al-Hind (Sejarah India) dan Syarif al-Idrisi (493 H/1100 M-560 H/1166 M) yang menulis buku Nuzhah al-Musytaq (Rekreasi yang Dirindukan).

Karya rihlah yang sampai ke tangan generasi sekarang adalah berita para penggembara dari abad ketiga dan keempat Hijriyah. Mereka adalah para pedagang Arab muslim dari Sairaf ( kota di pesisir selatan Iran),Oman dan Basra yang berniaga sampai ke Cina.

Al-Mas’udi menceritakan di dalam bukunya bahwa ada seorang pedagang muslim asal Samarkand membawa barang dagangan ke Irak. Dari Basra dia berangkat ke Oman dan terus naik kapal ke Cina. Seorang pengembara muslim yang bernama Sulaiman As-Sairafi yang menulis dalam bukunya tentang Cina dan India menyebutkan bahwa di Cina sudah terdapat generasi Islam dengan mendapat perlakuan istimewa.

Pada abad ke-4 H diriwayatkan bahwa seorang pengembara muslim asal Persia yaitu Bazrak bin Syahriar yang menulis Kitab ‘Aja’ib al-Hind (Keajaiban India), di menghimpun banyak kisah dari pedagang dan nelayan di Sairaf, Basra, dan Oman tentang India, Timur Tengah dan Afrika Timur.

Pada mulanya para pedagang yang berangkat ke Cina dan India berangkat dari pelabuhan Basra. Akan tetapi karena sulit melalui Selat Persia, para pedagang itu akhirnya memilih Sairaf sebagai pelabuhan untuk bertolak ke India. Dari sana mereka meneruskan perjalanan ke Cina.

Diantara para penjelajah Arab terkenal pada abad ke-4 Hijriyah adalah Ahmad bin Fadlan bin Al Abbas bin Rasyid bin Hammad. Dia lebih dikenal dengan julukan Ibnu Fadlan yang diutus oleh Khalifah Abbasiyah ke-18 yaitu al-Muqtadir ( berkuasa tahun 908-932), ke Bulgaria pada tahun 309 H.

Dia kemudian menuliskan apa yang dia kisahkan yang dialaminya di dalam perjalanannya. Karya rihlahnya ini kemudian menjadi rujukan dasar bagi ahli geografi muslim seperti al-Mas’udi, al-Karkhi dan Yaqut bin Abdullah al-Hamawi ( dikenal juga dengan Yaqut ar-Rumi; 575 H/1179 M-626 H/1229 M).

Al-Mas’udi juga salah satu penggembara terkenal abad ke-4 H. Dia pernah melakukan perjalanan ke India, Sailan (Sri Lanka), Sind (Pakistan), Malabar (India Utara), Cina, Madagaskar, Asia Kecil, Suriah dan kemudian menetap di Mesir.

Memasuki abad ke-5 H, penjelajahan atau pengembaraan umat Islam semakin banyak oleh karena itu banyak pula karya rihlah mereka yang sampai ke generasi sekarang. Pengembaraan itu dibagi menjadi dua bagian yaitu asal Dunia Islam Timur dan asal Dunia Islam Barat. Para penjelajah asal Dunia Islam Barat ke Dunia Islam Timur jauh lebih banyak.

Para penjelajah asal Dunia Timur antara lain : (1). Nasir Khasru Alawi (394-481 H) yang melakukan perjalanan ke wilayah Iran, Turkistan, India, Hijaz, Suriah, Mesir, Naisabur, Iran, karyanya berjudul ” Safarnamah (Persia ; Kisah Perjalanan. (2). Abu al Hasan Ali bin Abi Bakr al-Harawi (wafat 611 H), yang melakukan perjalanan ke Irak, Suriah, Yaman, Hijaz, Mesir, Romawi, Sisilia, Afrika Utara, beberapa pulau di Laut Tengah, Constantinopel dan India. Karyanya berjudul “Kitab al-Isyarat Ila Ma’rifah az-Ziryat (Buku Petunjuk Untuk Mengetahui Perjalanan Ziarah). (3). Abdul Latif al-Baghdadi (wafat 629 H/1232 M) yang melakukan perjalanan ke kota Irak, Suriah, Mesir dan Azerbaijan. Karyanya berjudul ” Kitab al-Ifadah wa al-I’tibar fi al-Umur al-Musyahadah wa al-Hawadis al-Mu’ayyanah bi Ard Misr (Mengambil Faedah Dan Iktibar dalam Perkara dan Peristiwa yang Disaksikan di Bumi Mesir).

Penjelajah asal dunia Islam Barat antara lain ; (1). Abu Al Husein Muhammad bin Ahmad Al Balansi yang terkenal dengan nama Ibnu Jabir (wafat 614 H) yang melakukan perjalanan panjang dari kota kelahirannya Madinah ke kota-kota Islam di Andalusia, seperti Granada, tempat ia kemudian menetap.

Karyanya berjudul ” Kitab Tazkirah bi al-Akhbar ‘an Ittifaqat al-Asfar (Mengenang Peristiwa yang Berkaitan dengan Perjalanan) yang lebih dikenal dengan nama “Rihlah Ibnu Jabir (Pengembaraan Ibnu Jabir), berisi kisah perjalannya ke Iskandariyah, Fustat (Cairo), Mekah, Madinah, Kufah, Baghdad, Mosul, Akko (barat laut Israel), dan Sisilia. (2). Abu Hasan Ali bin Musa dikenal dengan Ibnu Sa’id al-Magribi (wafat 685 H) yang melakukan perjalanan dari kota kelahirannya Granada ke luar negeri Islam bagian Timur, Iskandariyah, Cairo, Aleppo, Damaskus, Baghdad, Armenia, Mekah, dan Tunisia. Karyanya berjudul ” al-Masyriq fi Hilli al-Masyriq (Timur dalam Hiasan Timur). (3). Muhammad bin Muhammad bin Ali al-Balansi al-Abdari (wafat akhir abad ke-7 H) yang melakukan perjalanan dari Andalusia ke negeri-negeri Timur, Mesir, dan Hijaz melalui negeri-negeri Afrika Utara, Tilimsan (kota di Maroko), Aljazair, Bijayah, Qasantinah, Tunisia, Libya, Iskandariyah dan Palestina. Karyanya berjudul “Rihlah al-Magribiyah (Perjalanan ke Negeri Magrib/Afrika Utara). (4). Ibnu Batutah yang melakukan perjalanan dari Tunisia Tunisia ke hampir seluruh negeri-negeri Islam di samping Sri Lanka, India, Cina, Asia Kecil, Kaukasus, Bulgaria, Bukhara, Samarkand, Khurasan, Granada, Sudan, dan Kerajaan Samudra Pasai. Tulisannya berjudul “Tuhfah an-Nazzar fi Gara’ib al Amsar wa ‘Aja’ib al-Asfar (Persembahan Pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan) yang lebih dikenal dengan nama Rihlah Batutah (Perjalanan Ibnu Batutah). (5). Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad at-Tijani (wafat 718 H) yang melakukan perjalanan dari Tunisia ke Afrika Utara bagian Barat dan kepulauan di Laut Tengah. Karyanya berjudul Rihlah at-Tijani (Perjalanan at-Tijani).

159 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
Keislaman

Hadis Fitnah, Etika Kehati-hatian di Era Media Sosial

2 Mins read
Salah satu hadits Nabi SAW. yang sangat relevan dengan keadaan masyarakat digital sekarang berbunyi: صحيح البخاري ٦٥٥٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ…
Keislaman

Aza Ceritakan Kisah Perempuan Buta Yahudi Diasuh Nabi Muhammad SAW

3 Mins read
Rabiul Awal menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk merayakannya dalam segala kegiatan apapun. Entah maulidan, pengajian hingga melakukan nilai-nilainya sudah menjadi makanan…
ArtikelKeislaman

Mengenal Konsep Ahlul Halli Wal Aqdi yang Jadi Usulan Majelis-Majelis di PPP

3 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Dinamika pemilihan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menyita perhatian publik. Di tengah persaingan ketat antara Mardiono dengan kandidat-kandidat lain seperti…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights