KULIAHALISLAM.COM- Hedonisme, secara etimologi berasal dari kata Yunani “hedone” yang berarti kesenangan. Menurut Epicurus (yang menjadi sumber pencerahan Karl Marx dan John Locke), hedonisme adalah sebuah aliran filsafat yang menekankan bahwa kesenangan adalah tujuan hidup manusia. Dalam pandangan kekinian, hedonisme telah berkembang menjadi sebuah gaya hidup yang memprioritaskan kesenangan dan kenikmatan duniawi.
Jean Baudrillard, seorang sosiolog Prancis menjabarkan bahwa hedonisme dalam masyarakat modern telah menjadi sebuah “sistem nilai” yang membentuk perilaku dan gaya hidup manusia (Baudrillard, 1998). Contohnya, banyak orang yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk membeli barang-barang mewah, berlibur ke tempat-tempat eksotis, dan menikmati makanan serta minuman yang mahal.
Dalam sudut pandang Islam, gaya hidup hedonis yang diilhami dari hedonisme merupakan sesuatu yang dilarang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Al-Baqarah: 168). Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Sungguh, kesenangan duniawi itu adalah musuh bagi kamu” (HR. Muslim).
Syaikhul Imam Al-Ghazali, juga pernah mengingatkan bahwa hedonisme dapat membawa manusia kepada perilaku yang tidak terkendali dan dapat menimbulkan kerusakan. Bahkan penelitian terkini menunjukkan bahwa gaya hidup hedonis dapat menyumbang dorongan perilaku agresif kriminal. Dalam teori psikologi, ketika seseorang terlalu fokus pada kesenangan dan kenikmatan duniawi, mereka dapat menjadi lebih agresif dan cenderung melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan mereka (Kashdan & Ciarrochi, 2013).
Kejadian pembunuhan pegawai BPS di Halmahera adalah contoh hipotesa teori tersebut bekerja. Seseorang yang harusnya hidup dalam kemapanan hirarki sosial ternyata tega membunuh rekan sejawatnya hanya untuk memuaskan kebutuhan tersiernya yaitu kesenangan. Padahal seharusnya dengan posisi seperti itu, seorang pegawai akan lebih fokus merencanakan capaian masadepan, dibandingkan berpikir bagaimana mendapatkan kesenangan dan pengakuan.
Sebagai muslim modern, kita harus lebih bijak memahami bahwa gaya hidup hedonis adalah perilaku yang jauh dari nilai-nilai Islam. Perilaku yang ingin dilihat atau ujub/riya adalah sesuatu yang dilarang dalam agama. Imam Ibn Qayyim, pernah mengingatkan bahwa ,Ujub dan riya adalah dua penyakit yang dapat membinasakan seseorang. Maka kesederhanaan adalah sesuatu yang harus menjadi lifestyle seorang muslim modern, dalam menyeimbangkan kehidupan. Sederhana bukan berarti tampil miskin, melainkan tampil sebagaimana adanya. Bahkan menurut Imam Al-Ghazali, “Kesederhanaan adalah kunci kebahagiaan”.
Terakhir, kita harus memahami bahwa kehidupan dunia hanya sementara. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali Imran: 185). Oleh karenanya, memurnikan niat kehidupan kita sekaligus memperbanyak amal ibadah adalah sebuah prinsip yang harus dipegang oleh seorang muslim modern. Sebab realita hidup kita sebagai manusia, tiada seindah untaian kata: Muda foya foya, Tua Kaya Raya, Mati Masuk Surga.
Nasrun minnalahi wa fathun qarib