Esai

Respons Pemerintahan Daerah Terhadap Bencana Banjir Bandang di Bima Raya

4 Mins read

KULIAHALISLAM.COM – Musim hujan adalah seperti buah simalakama bagi sebahagian besar warga masyarakat wilayah Daerah Bima Raya dan sekitaran-nya, sebab musim hujan bisa menjadi keberkahan bagi kalangan pekerjaan tertentu seperti petani, pekebun, nelayan dan lainnya, tetapi musim hujan juga bisa menjadi kutukan bagi sebagian kalangan tertentu seperti kawasan perumahan warga, perumahan di kampung-kampung, dan perumahan warga di lingkungan pedesaan. Karena, musim hujan bisa menjadi berkah bagi penyuburan tanaman persawahan, tanaman perkebunan warga, mengaliri drainase jalanan dan aliran persawahan, sehingga menumbuh suburkan ragam tanaman-tanaman tersebut.

Tetapi, musim hujan bisa menjadi bencana alam bagi kawasan perumahan warga karena kawasan lingkungan hidup dan perhutanan tidak mampu menyerap kadar volume air hujan sehingga mudah sekali merembes memasuki kawasan perumahan warga masyarakat dan perumahan perkampungan warga setempat.

Jika dilihat secara seksama bahwa, hampir sebahagian besar wilayah di Daerah Bima Raya terkena dampak bencana alam seperti banjir bandang ini, sebut saja wilayah daerah desa Kore dan desa boro kecamatan sanggar, kab. Bima terkena dampak negatif banjir bandang.

Ketika hujan turun dengan durasi waktu sejam atau dua maka volume air akan merembes deras menutupi jalan raya desa, memasuki lingkungan kawasan perumahan warga desa, merusak tanaman-tanaman di gunung dan merusak pemukiman halaman masyarakat. Begitupun seterusnya bencana alam banjir bandang terjadi di Daerah Sape, Wera, Wawo, parado, woha, sila dan desa lain sebagainya.

Dengan kata lain, bahwa hampir sebahagian besar wilayah Daerah kawasan perumahan warga di desa-desa, dan di kampung-kampung berada dalam lingkaran bencana alam, terjebak dalam pusaran bencana alam yang berdampak pada bencana sosial hidup warga masyarakat.

Mungkin, sudah banyak dari para akademisi konsern isu-isu lingkungan hidup, pemerhati lingkungan hidup, dan aktivis lingkungan hidup yang memberikan gagasan, perspektif dan analisis dalam menguraikan fakta, data, dan angka secara sistematis, dan massif, atau melalui kajian teoritis, empirik dan lapangan, dan bahkan kajian, diskusi, forum aliansi tertentu yang sudah mengeluarkan kebijakan, rekomendasi dan aturan keputusan tentang lingkungan hidup dan kawasan kehutanan di wilayah Daerah Bima Raya dan sekitarnya.

Baca...  Sound Horeg, Ujian Kepekaan Sosial Seorang Muslim

Tetapi, dalam analisis kali ini akan membahas terkait dengan perspektif, kondisi dan respons pemimpin kepala Daerah, pejabat-pejabat publik, politisi-politisi dan warga masyarakat tentang adanya bencana alam banjir bandang di wilayah Daerah Bima Raya dan sekitarnya.

Adapun beragam kondisi dan respons dari kalangan pemimpin Daerah, pejabat-pejabat publik, politisi-politisi dan warga masyarakat tersebut adalah antara lain, sebagai berikut;. 1). Terima/setuju. 2). Tolak/tidak setuju. 3). Netral/imbang. 4). Saling Menyalahkan. 5). Mencari aktor hitam (playing victim). 6). Merasakan dampak (victim blaming).

Respons Pemimpin Daerah

Mereka yang menerima adanya bencana alam banjir bandang di wilayah Daerah Bima Raya adalah memandang bahwa dengan adanya banjir bandang, pemimpin kepala Daerah dapat hadir memberikan bantuan sosial, merasa empatik dan menyalurkan bantuan material, makanan cepat saji, peralatan busana dan lainnya dari pihak institusi pemerintahan dan dinas sosial terkaitnya, buat ajang pencitraan (dokumentasi, foto pamer) turun ke kawasan kampung-kampung dan perumahan desa-desa.

Artinya bahwa, dengan adanya bencana alam seperti banjir bandang di suatu wilayah Daerah tertentu maka pemimpin kepala Daerah dan pejabat-pejabat publik dan warga masyarakat secara psikologis sosial bahwa mereka cenderung merasa senang dn gembira, pihak pejabat-pejabat publik bisa menyalurkan bantuan sosial dan ajang pencitraan untuk menggaet dukungan politik, sedangkan warga masyarakat bisa mendapatkan bantuan sosial makanan, busana dan lainnya dari pihak pemerintahan, kedua belah pihak sama-sama saling menguntungkan, begitupun sebaliknya.

Kelompok yang menerima atau setuju dengan adanya bencana alam seperti banjir bandang di wilayah Daerah tertentu adalah mereka yang kelompok kelas menengah atas dalam, mereka yang berada dalam lingkaran Institusi birokrasi kekuasaan dan menjabat posisi dan jabatan strategis di lembaga pemerintahan Daerah. Sehingga mereka, cenderung merespons dengan biasa saja, merasa aman nyaman ketika muncul persoalan bencana alam di tengah lingkungan hidup warga masyarakat.

Baca...  Mengawali 2024 dengan Hati Bersyukur

Mereka yang tolak atau tidak setuju adalah sebahagian besarnya berasal dari kalangan aktivis masyarakat sipil, pegiat kajian isu-isu kelestarian lingkungan atau kehutanan dan pemerhati lingkungan hidup di wilayah Daerah tersebut. Mereka ini adalah kelompok aliansi masyarakat sipil yang betul-betul berjuang, bersuara, dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang cenderung menyalahgunakan kekuasaan untuk mendukung aktivitas pengerusakan lingkungan, pembukaan lahan perhutanan secara massal, dan proyek yang merusak tatanan kawasan lingkungan hidup perkotaan atau perumahan warga masyarakat setempat.

Mereka adalah aliansi yang bergerak merawat lingkungan hidup dan kehutanan, menjaga kelestarian lingkungan secara swadaya dan kolaborasi sesama pegiat lingkungan hidup. Dan, memberikan gagasan kritis tentang kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan yang berkelanjutan, melakukan audiensi diskusi kepada pihak pemangku kebijakan, dan mengkritisi kinerja rezim pemimpin daerah agar membangun Daerah yang berbasis kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan bagi nasib hajat hidup warga masyarakat.

Dengan demikian, mereka yang tergabung dalam aliansi masyarakat sipil pemerhati lingkungan hidup dan kehutanan ini adalah mereka yang hidup beraktivitas di sekitaran lingkungan hidup, di tengah kawasan lahan kehutanan, dan perkebunan, atau kebutuhan aktivitas hidupnya mengandalkan potensi lingkungan hidup dan kehutanan sehari-hari.

Jadi, kelompok masyarakat sipil inilah yang merasakan dampak negatif dari munculnya bencana alam banjir bandang, tanah longsor, kerusakan lingkungan dan hutan di sekitarnya.

Mereka yang merespons secara netral atau imbang dalam mengamati fenomena bencana alam banjir bandang di wilayah Daerah Bima Raya adalah mereka yang hidup dalam kelas menengah kelas atas dan kelas menengah bawah, mereka yang geografis sosiologis kawasan perumahan tidak terlalu merasakan dampak negatif dari bencana alam banjir bandang, kawasan rumah-rumah mereka terbilang cukup aman dan startegis ketinggian. Maka, mereka akan bersikap merespon dengan biasa-biasa saja, tidak khawatir dan tidak marah terkait bencana alam yang terjadi. Namun, karena kondisi geografis kawasan perumahan ditengah perkampungan warga tetapi mereka cenderung menyalahkan pemerintahan untuk menuntut perbaikan kebijakan lingkungan hidup, mencari kambing hitam (victim blaming) atau menyudutkan perilaku buruk warga masyarakat sekitarnya.

Baca...  The Majesty of The Taj Mahal : Kemegahan Istana yang Berdiri dengan Keajaiban Cinta

Mereka seolah-olah tampil sebagai hakim yang memvonis orang-orang tertentu, menilai perilaku-perilaku buruk warga, dan bahkan memojokkan aktivitas nasib warga masyarakat.

Reflektif Akhir

Akhirnya, fenomena terjadinya bencana alam banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, kerusakan lingkungan, dan kehutanan di wilayah Daerah Bima Raya adalah pasti akan terjadi secara alamiah siklus tahunan dan berkelanjutan. Sebab secara geografis kondisi wilayah Daerah Bima Raya berada dalam lingkaran geografis yang rentan dan rawan terdampak negatif bencana alam dan sosial tersebut, meskipun pemimpin Daerah melalui dinas birokrasi pemerintahan terkait sudah berusaha menjalankan program kerja tahunan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bencana alam yang intensif berskala besar.

Pelebaran dan pendalaman sungai-sungai utama di tengah kawasan perkotaan, dan sungai-sungai kecil (kali romo) di pinggiran perkampungan warga masyarakat, atau pembersihan sampah-sampah berserakan di kawasan pertokoan, di trotoar-trotoar jalanan, berserakan menumpuk di drainase jalanan, dan di gang-gang ditengah perkampungan warga.

Sebab, fenomena terjadinya bencana alam yang berdampak pada bencana sosial adalah tidak hanya cukup untuk membuat proyek pelebaran dan pendalaman sungai-sungai, penataan sampah-sampah berserakan di trotoar jalanan dan di gang-gang kampung warga, tetapi harus ada kesadaran yang kuat secara bersama-sama dari seluruh elemen pejabat-pejabat publik di birokrasi kekuasaan pemerintahan dan masyarakat sipil agar supaya saling berkerja keras, berkorban, berkerjasama dan untuk merawat, menata dan menjaga kelestarian lingkungan hidup dan keadaban warga masyarakat seluruhnya

81 posts

About author
Alumni Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kuliah Al-Islam
Articles
Related posts
Esai

Islam, Muhammad, dan Konservasi Alam

5 Mins read
Agama tidak turun “untuk Tuhan”. Ia diturunkan, melalui “tangan” Jibril yang kemudian dipindahtangankan ke “genggaman” Muhammad, untuk kepentingan manusia dan kepentingan alam…
Esai

Ini Dia 6 Tantangan Tahun Pertama dalam Pernikahan

2 Mins read
Media sosial belakangan ini diramaikan oleh berita perceraian pasangan muda yang usia pernikahannya baru seumur jagung. Potret kemesraan yang mereka tampilkan di…
Esai

Arah Pembangunan Daerah Kota Bima

6 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Apa yang dibanggakan kita sebagai warga masyarakat kota Bima. Memang kita melihat semarak warga menyelenggarakan kegiatan lomba sepakbola mini, mini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights