Keislaman

Perbandingan Makna Istiwā Allah dalam Tafsir Ibn Kathir dan Al-Zamakhsyari

2 Mins read

Alqur’an adalah kitab suci yang menjadi pedoman bagi umat Islam, mengandung berbagai dimensi pembahasan, mulai dari hukum, akhlak, hingga akidah. Salah satu topik akidah yang kerap menjadi perdebatan adalah makna dari istilah istiwā, sebagaimana termaktub dalam QS. Ṭāhā: 5, yang berbunyi:

اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى

Artinya: “(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.”

Istilah istiwā menimbulkan perbedaan tafsir yang mendalam, terutama di antara mufasir dengan latar belakang mazhab yang berbeda. Dua tokoh yang menarik untuk dikaji dalam hal ini adalah Ibn Kathir, seorang ulama Ahlusunnah, dan Al-Zamakhsyari, seorang tokoh Muktazilah. Keduanya memiliki pendekatan unik dalam memahami sifat-sifat Allah, khususnya terkait makna istiwā.

Tafsir Ibn Kathir: Memahami Makna Asal

Ibn Kathir dalam tafsirnya, Al-Qur’an Al-Adhīm, menjelaskan istiwā dengan makna asalnya, yakni “bersemayam”. Namun, ia menegaskan bahwa pemahaman ini tidak boleh dianalogikan dengan sifat manusia.

Dalam hal ini, Ibn Kathir mengikuti metode salaf, yaitu menetapkan sifat Allah sesuai dengan teks Alqur’an dan Hadis tanpa menggambarkan bagaimana sifat tersebut.

Ia menganggap bahwa hakikat istiwā adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah dan tidak bisa dijangkau oleh akal manusia. Pendekatan ini bertujuan menjaga kesucian tauhid tanpa menimbulkan tasybih (penyerupaan) antara Allah dan makhluk-Nya.

Tafsir Al-Zamakhsyari: Istiwā sebagai Simbol Kekuasaan

Berbeda dengan Ibn Kathir, Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya, Al-Kashshaf, menggunakan pendekatan akal dan mentakwilkan istiwā sebagai “kekuasaan”. Ia memahami istiwā sebagai simbol supremasi Allah atas seluruh ciptaan-Nya, tanpa merujuk kepada gambaran fisik.

Sebagai pengikut Muktazilah, Al-Zamakhsyari menghindari pemahaman literal yang menurutnya dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang sifat Allah. Dalam perspektif ini, istiwā adalah bentuk kinayah (kiasan) untuk menunjukkan kebesaran dan kedaulatan Allah.

Baca...  Kitab Tafsir Thantawi Jauhar

Persamaan dan Perbedaan

Kedua mufasir sepakat bahwa istiwā menegaskan keagungan Allah, tetapi pendekatan mereka sangat berbeda. Ibnu Kathir menekankan pemahaman tekstual dan menyerahkan makna sepenuhnya kepada Allah, sedangkan Al-Zamakhsyari lebih menonjolkan pendekatan rasional dan simbolik.

Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh mazhab yang mereka anut; Ibn Kathir dengan Ahlusunnah yang menetapkan sifat Allah tanpa penakwilan, sementara Al-Zamakhsyari dengan Muktazilah yang menekankan konsep tanzih (menjauhkan Allah dari sifat-sifat makhluk).

Relevansi dalam Pemahaman Modern

Kajian ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya tradisi tafsir Islam. Perbedaan pandangan antara Ibn Kathir dan Al-Zamakhsyari mencerminkan dinamika intelektual yang sehat dalam memahami sifat Allah. Hal ini mengajarkan pentingnya menghargai keragaman pemikiran sekaligus meneguhkan keyakinan tauhid dengan cara yang tetap sejalan dengan dalil dan nalar.

Sebagai umat Islam, memahami berbagai pendekatan dalam tafsir memberikan wawasan yang lebih luas tentang cara Alqur’an ditafsirkan dalam berbagai konteks. Pendekatan Ibn Kathir dan Al-Zamakhsyari dapat menjadi inspirasi untuk mendalami Alqur’an secara mendalam, baik melalui pendekatan tradisional maupun modern.

3 posts

About author
Mahasiswa Jurusan ilmu Alqur’an dan Tafsir.
Articles
Related posts
Keislaman

Pandangan Al-Qur’an Terhadap Fenomena Degradasi Etika Terhadap Orang Tua

3 Mins read
Modernisasi seringkali diiringi dengan perubahan gaya hidup yang menuntut mobilitas tinggi dan orientasi pada prestasi. Akibatnya, interaksi antar generasi menjadi semakin terbatas…
Keislaman

Tafsir Maudu'i Pada Tafsir Ibnu Katsir: Bakti Terhadap Orang Tua dalam QS. Luqman Ayat 14 dan QS. An-Nisa' Ayat 36

3 Mins read
Tafsir Maudu’i merupakan pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang berfokus pada tema tertentu. Dalam metode ini, penafsir menentukan satu topik, lalu menghimpun seluruh ayat…
Keislaman

Penafsiran Ayat Poligami dalam Surah An Nisa Ayat 3 Telaah Metode Ijmali Pada Kitab Tafsir Jalalayn

2 Mins read
Poligami menjadi salah satu topik yang sering menjadi perdebatan berbagai kalangan dan hal tersebut sering dikaitkan dengan ranah keagamaan maupun sosial. Dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Signifikansi dan Keterkaitan Munasabah dalam Alqur’an: Memahami Hubungan Antara Surah Adh-Dhuha dan Surah Al-Insyirah

Verified by MonsterInsights