FilsafatKeislaman

Pemikiran Al-Kindi Filsuf Muslim Pertama

6 Mins read

Kuliahalislam.Al-Kindi (Kufah,185 H/801 M-Baghdad,256 H/869 M). Al-Kindi merupakan filsuf besar pertama Arab dan Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Nama al-Kindi berasal dari nama salah satu Suku Arab yang besar sebelum Islam yaitu suku Kindah.

Ayahnya bernama Ibnu as-Sabah, pernah menjabat sebagai Gubernur Kufah pada masa Khalifah al-Mahdi (775-785) dan Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809). Kakeknya adalah Asy’ats bin Qais, dikenal sebagai sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Kalau nasabnya ditelusuri, al-Kindi juga keturunan Ya’rib bin Qathan yang berasal dari daerah Arab bagian Selatan yang dikenal sebagai raja di daerah Kindah.

Pendidikan al-Kindi pada waktu kecil tidak banyak diketahui. Ada riwayat yang menerangkan bahwa dia pernah belajar di Basrah dan Baghdad. Dia termasuk cerdas menguasai bahasa Yunani dan bahasa Suryani, di samping bahasa Arab, suatu kelebihan yang jarang dimiliki orang pada masa itu.

Dia hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yaitu pada masa pemerintahan Khalifah al-Amin (809-813), Khalifah al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wasiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki al-Kindi menyebabkan dirinya diangkat sebagai guru dan tabib kerajaan.

Al-Kindi hidup pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah dan ketika paham Muktazilah menjadi aliran resmi kerajaan. Diterimanya Muktazilah menjadi aliran resmi kerajaan adalah karena peranan penting al-Kindi, yang melancarkan suatu gerakan berskala luas dalam mengendapkan hal-hal pokok dari pikiran Muktazilah dan kecenderungan rasionalitas di dalam masyarakat.

Karya-karya al-Kindi berjumlah 270 buah, kebanyakan diantaranya berupa risalah-risalah pendek dan banyak diantaranya sudah tidak ditemukan lagi. Melalui karya-karyanya, al-Kindi dapat diketahui sebagai seorang berilmu, berpengetahuan luas dan mendalam.

Karya-karyanya antara lain dapat dikelompokkan ke dalam bidang-bidang filsafat, logika matematika, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Karya-karya tersebut banyak diantaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa sehingga karya-karyanya ikut mempengaruhi pemikiran orang-orang Eropa pada abad pertengahan.

Al-Kindi dikenal sebagai ahli filsafat Muslim pertama karena dialah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-2 H/7M, pengetahuan filsafat masih didominasi oleh orang-orang Kristen Suriah. Selain dikenal sebagai seorang penerjemah, al-Kindi juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Bahkan dia dikenal sebagai pemikir muslim Arab pertama yang menggabungkan dan menyelaraskan filsafat dan agama.

Pada masa pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil, khalifah yang mengakhiri masa kejayaan aliran Muktazilah, al-Kindi mengalami nasib yang tidak menguntungkan. Dia dipecat dari berbagai jabatan yang telah dipercayakan kepadanya. Jabatannya sebagai guru di istana diambil alih oleh putra-putra Musa yang juga tergolong ilmuwan, walaupun tidak sepopuler al-Kindi.

Suatu ketika putra-putra Musa merampas perpustakaan al-Kindiyah, milik pribadi al-Kindi, tetapi pada akhirnya perpustakaan tersebut dikembalikan kepada al-Kindi. Sebagai perintis filsafat murni di dunia Islam, al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mulia yaitu ilmu pengetahuan mengenai sebab dan realitas Ilahi yang pertama dan merupakan sebab dari semua realitas lainnya.

Dia melukiskan filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat bertujuan untuk memperkuat kedudukan agama dan merupakan bagian dari kebudayaan Islam. Filsafatnya tentang keesaan Tuhan selain didasarkan pada Wahyu juga pada proposisi filosofis.

Menurut al-Kindi, Tuhan itu tidak mempunyai hakikat, baik hakikat secara Juz’iyah atau Aniyah (sebagian) maupun hakikat sebagai Kulliyah atau Mahiyah (keseluruhan). Tuhan tidak merupakan Genus atau spesies. Tuhan adalah Pencipta (Khalik). Tuhan Yang Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal), dan Yang Maha Benar Tunggal (al-Haqq al-Wahid).

Al-Kindi menolak pendapat yang menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri sendiri. Tuhan haruslah mempunyai kesan mutlak, bukan keesaan metaforis yang hanya berlaku pada objek-objek yang dapat ditangkap indera. Tuhan tidak memiliki sifat-sifat dan atribut- atribut lain yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan atribut-atribut tersebut haruslah tak terpisahkan dengan Zat-Nya.

Jiwa atau Roh adalah salah satu pokok pembahasan Al-Kindi. Bahkan al-Kindi adalah ahli filsafat Islam pertama yang membahas hakikat roh secara rinci. Seperti halnya Rene Descartes (1596-1650), seorang filsuf Perancis pencetus pemikiran rasionalistis, al-Kindi berpendapat bahwa roh mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dengan tubuh dan tidak tergantung sama lainnya.

Al-Kindi membagi jiwa atau roh ke dalam tiga daya yaitu daya bernafsu (al-quwwah asy-syahwaniyah), daya pemarah (al-quwwah al-gadabiyah), dan daya berpikir (al-quwwah al-natiqah). Daya terpenting adalah daya berpikir karena daya itulah yang mengangkat eksistensi manusia ke derajat yang lebih tinggi.

Selanjutnya, al-Kindi membagi akal pada tiga macam yaitu akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Akal yang bersifat potensial tidak bisa mempunyai sifat aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar.

Oleh karena itu masih ada satu lagi macam akal yaitu akal yang selamanya dalam aktualitas (al-‘aql al-lazi bi al-fi’li abadan). Menurut al-Kindi, roh itu tidak tersusun (basitah) dan sifatnya sederhana tetapi sangat mulia. Roh mempunyai arti penting karena substansinya berasal dari substansi Tuhan dan hubungannya dengan Tuhan ibarat hubungan antara Matahari dan cahayanya.

Roh yang berada dalam badan senantiasa berada dalam kegelisahan karena banyak keinginan-keinginannya yang tidak terpenuhi. Karena itu roh senantiasa mendambakan penyatuan kembali dengan sumbernya yaitu akal Ilahi atau intelegensi atau inteligensi kosmos.

Roh bersifat kekal, tidak hancur dengan hancurnya badan. Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Karena itu dengan perantaraan roh manusia bisa memperoleh hikmah lebih banyak dan ilmu pengetahuan yang sebenarnya yaitu pengetahuan akal, sebagai dikotomi dari pengetahuan panca indra yang hanya berhubungan dengan aspek-aspek lahiriah.

Manusia harus melepaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam tubuhnya dengan cara berkontemplasi tentang wujud dan bersifat zuhud. Hanya roh yang suci dapat menangkap hakikat-hakikat ibarat cermin yang bersih dapat menangkap gambar yang ada di depannya dengan jelas.

Roh yang masih kotor terlebih dahulu harus dibersihkan di bulan, selanjutnya ke Merkurius dan seterusnya hingga sampai di alam akal yang berada di lingkungan cahaya Tuhan. Roh yang sedang memasuki wilayah tersebut sudah dapat melihat Tuhan.

Al-Kindi berusaha memadukan (Talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan yang benar. Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu, mempelajari filsafat dan teologi tidak dilarang bahkan teologi adalah bagian dari filsafat sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi.

Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama di samping Wahyu mempergunakan akal. Yang Benar bagi al-Kindi adalah Tuhan. Filsafat yang paling tinggi adalah filsafat ketuhanan.

Dengan demikian orang yang menolak filsafat maka orang tersebut menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran dan ia juga dapat dikelompokkan kepada kafir, karena orang tersebut telah jauh dari kebenaran kendatipun dia menganggap dirinya paling benar.

Disamping itu, karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna dan juga sebagai alat untuk melakukan hukum kepadanya dan untuk menghindari hal-hal yang sebaliknya.

Dengan demikian, kita harus menyambut dan gembira kebenaran dari manapun datangnya, sebab “Tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada kebenaran tersendiri”. Karena itu, tidak wajar merendahkan kebenaran serta meremehkan orang yang mengatakan dan mengajarkannya.

Tidak ada seorangpun akan rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan mulia oleh kebenaran. Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama dan pada hakikatnya orang itu tidak lagi beragama karena dia telah menjual agamanya.

Al-Kindi mengatakan : ” Siapa yang memperdagangkan agama berarti ia bukan orang beragama”. Orang yang mencari usaha mengetahui hakikat sesuatu berhak untuk membebaskannya dari agama Sehingga dia disebut sebagai orang kafir.

Di samping argumen rasional, al-Kindi juga mengacu kepada Al-Qur’an menyuruh meneliti dan mengamati segala macam fenomena yang terjadi di alam. Diantaranya adalah Q.S al-Hasyr ayat 2, al-Ghasiyah ayat 17-20 dan Al-A’raf ayat 185 dan al-Baqarah ayat 164.

Terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini menurut Al-Kindi tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat karena hal itu dapat dilakukan Takwil. Usaha ini adalah sah dan dimungkinkan mengingat bahasa Arab memiliki dua makna yaitu makna hakiki dan makna majazi (figuratif).

Yang berwenang yang melakukan takwil hanyalah mereka yang mendalami keyakinan agamanya dan ahli pikir. Hal ini lebih jelas dijelaskan olehnya di dalam bukunya yang berjudul “Kamiyyah Kutub Aristoteles”.

METAFISIKA

Adapun mengenai ketuhanan bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak diketahui wujud lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan Wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Tuhan tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.

Di dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indera. Benda-benda itu merupakan juz’iyah (particulars). Yang penting bagi filsafat, bukan juz’iyah yang tak terhingga banyaknya itu tetapi hakikat yang terdapat di dalam juz’iyah itu yaitu Kulliah ( universals).

Tiap-tiap Benda mempunyai dua hakikat yaitu hakikat sebagai juz’i dan ini disebut Aniah dan hakikat sebagai Kulli dan ini disebut mahiah yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.

Tuhan dalam filsafat Al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti Aniah atau Mahiah. Tidak Aniah Karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada di alam dan bahkan Tuhan adalah pencipta alam. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah Karena Tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Mengenai kosmologi, Al-Kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan Tuhan dari Tiada.

MORAL

Menurut al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa seorang ahli filsafat wajib menempuh hidup susila. Hikmah sejati membawa serta pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan.

Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri melainkan untuk hidup bahagia. Tabiat manusia baik tetapi dia digoda oleh nafsu. Konflik itu dihapuskan oleh pengetahuan. Socrates dipuji sebagai contoh Zahid (asket).

Al-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri sendiri dan para filsuf yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya di dalam negara. Dia merasa dia korban kezaliman negara seperti Socrates. Dalam kesesakan jiwanya, filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata negara.

158 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanPendidikan

Sekaten Tradisi Maulid Keraton Yogyakarta

3 Mins read
Kuliahalislam. Sekaten merupakan upacara untuk memperingati hari lahir (Maulid) Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang biasa dilaksanakan di lingkungan Keraton Yokyakarta. Kata…
KeislamanTokoh

Nizam al-Muluk Perdana Menteri Bani Seljuk

3 Mins read
Kuliahalislam.Nizam al-Muluk (Radkan, Tus, 10 April 1018-wafat di Sihna, 14 Oktober 1092). Nizam al-Muluk merupakan perdana menteri Dinasti Salajikah (Bani Seljuk) pada…
Keislaman

Risalah Rasul Menurut Ulama

3 Mins read
Kuliahalislam.Risalah artinya adalah surat yang dikirim atau karya tulis. Ajaran-ajaran Allah yang disampaikan-Nya melalui perantaraan seorang atau beberapa orang Rasul untuk mengatur…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights