Pan Islamisme merupakan paham yang bertujuan untuk menyatukan islam sedunia. Paham ini pada mulanya berasal dari gagasan Sayyid Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897). Ada yang berpendapat bahwa paham tersebut merupakan gagasan at-Tahtawi (1801-1873), seorang tokoh pembaharuan Islam di Mesir, sekalipun pendapat itu masih sangat samar.
At-Tahtawi sudah menyebutkan dua ide yaitu Islam dan patriotisme yang kemudian melahirkan dua bentuk persaudaraan yaitu Persaudaraan (Ukwah) Islamiyah dan Persaudaraan (Ukwah) Wataniyah. Tidak diketahui secara pasti mana di antara kedua bentuk persaudaraan itu yang paling utama dalam pemikiran at-Tahtawi, sekalipun dia menegaskan bahwa ide Islam dan patriotisme tidak bertentangan.
Paham menyatukan dunia Islam yang menjadi inti dari Pan Islamisme, baru jelas yang lebih tegas pada pemikiran Jamaludin Al-Afghani. Ide Pan Islamisme erat kaitannya dengan kondisi abad ke-19 yang merupakan abad kemunduran dunia Islam dan dunia barat sedang dalam kemajuan serta menguasai atau menjajah negeri-negeri Islam.
Dalam masa itulah Jamaludin Al-Afghani menyaksikan betapa bangsa barat, dalam hal ini Inggris, mencampuri urusan-urusan negeri Islam dan betapa negeri-negeri Islam itu, para penguasanya tidak menyadari bahaya campur tangan asing tersebut. Campur tangan Inggris itu pertama kali dilihatnya di negerinya sendiri yaitu Afghanistan.
Kemudian di India, Mesir dan Iran, dia menyaksikan hal yang serupa yang menebalkan keyakinannya bahwa dunia Islam sedang menjadi permainan politik bangsa penjajah barat, khususnya Inggris dan merupakan ancaman yang serius bagi dunia Islam.
Kondisi dunia Islam seperti telah dilukiskan itu kemudian melahirkan dalam diri Jamaludin Al-Afghani suatu obsesi yang kuat guna menggalang dan mewujudkan upaya penyatuan dunia Islam yang kemudian disebut dengan Pan Islamisme.
Sebagai ide, Pan Islamisme telah memperoleh dukungan dari hampir semua pemimpin Islam dan tokoh-tokoh intelektual sepanjang abad ke-19 hingga abad ke-20, dan juga telah memberi inspirasi bagi lahirnya banyak negeri Islam dan gerakan-gerakan nasionalis (kebangsaan).
Sekalipun demikian, semangat Pan Islamisme di suatu pihak dan semangat-semangat lokal atau nasionalisme di lain pihak kadang-kadang berada pada posisi berhadapan dan saling bentrok. Selain itu, Pan Islamisme juga pernah diberi pengertian sedemikian rupa sehingga dia hanya mengesankan sebagai sekedar label atau alat bagi kepentingan mempertahankan kekuasaan dan diesposisme, seperti Pan Islamisme yang digembar-gemborkan oleh Sultan dinasti Turki Usmani yaitu Sultan Abdul Hamid II (1876-1909).
Sebagian lain memahami bahwa Pan Islamisme sebagai usaha membangkitkan kembali sistem kekhilafahan, bahkan sebagian lain mendukung bentuk-bentuk pemerintahan Kesultanan dan keamiran, di samping sebagian lainnya memilih sistem demokrasi barat tetapi dalam konteks Islam.
Pan Islamisme muncul cita-cita untuk mengembalikan pemerintahan kekhalifahan tunggal atau kekuasaan politik pusat sebagaimana pernah terjadi pada masa Al Khulafaur Rasyidin (Empat Khalifah Besar) atau pada masa kebesaran pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad, di samping munculnya ide-ide mengenai model negara-negara persemakmuran dan negara federasi.
Semua itu, karena masih merupakan cita-cita dan teori, menunjukkan betapa amat rumit dan tidak sederhananya Pan Islamisme tersebut bila akan dipraktekkan sebagai bagian dari program politik praktis. Ide Pan Islamisme tidak memperlihatkan hasil secara konkrit namun banyak pengamat menilai bahwa dia terus memberikan inspirasi kepada berbagai kelompok di berbagai negeri dan tetap hidup demikian jelas dalam aspirasi-aspirasi kalangan rakyat.
Terlepas dari pengertian Pan Islamisme yang dicanangkan oleh Jamaluddin Al Afghani yang dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ” al-Jami’ah al-Islamiyah”, semangat menggalang kesatuan umat Islam dan melindungi dari unsur-unsur yang bisa merusak yang menjadi bagian dari semangat Pan Islamisme, sudah dijumpai pada berbagai gerakan Islam di banyak negara Islam dan bisa pula dijuluki sebagai gerakan fundamentalisme Islam.
Gerakan Wahabi di Hijaz, kaum Neo-Wahabi di Mesir, Suriah dan Yordania dan lainnya, Jemaat-e Islami yang didirikan oleh Abdul A’la al-Maududi, Ikhwanul Muslimin di Mesir, Gerakan Sayid Nursi di Turki pada masa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk sampai Revolusi Iran dipimpin oleh Ayatullah Khomeni, memperlihatkan kesamaan dengan Pan Islamisme dari segi semangatnya.
Di samping itu terdapat pula pemimpin-pemimpin Islam yang memandang Pan Islamisme sebagai hal yang tidak ada gunanya, pandangan ini dianut oleh Ahmad Khan dari India. Gamal Abdul Nasser, pemimpin dan presiden Mesir, pada masanya tidak saja menunjukkan sikap ketidaksetujuannya terhadap paham Pan Islamisme, tetapi bahkan mengemukakan Pan Arabisme, paham yang mengutamakan nasionalisme bangsa Arab.
Di samping sikap yang tidak menyetujui Pan Islamisme dengan dan karena berbagai alasan, usaha penerapan semangat dan ide tersebut masih terus berlangsung sampai sekarang. Di antara usaha tersebut adalah terbentuknya Liga Dunia Islam (Muslim World League atau Rabitah al-‘Alam Islami) pada tahun 1962.
Liga yang didukung oleh 43 negara itu menyokong penyelenggaraan konferensi-konferensi Islam dan berbagai program Islam lainnya. Seruan yang disampaikan Raja Faisal bersama Syah Iran pada tahun 1965 bagi terselenggaranya suatu Konferensi Tingkat Tinggi Islam (KTT) untuk kepala negara muslim di Mekkah sesungguhnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan semangat Pan Islamisme.
Sebuah konferensi yang dilaksanakan 5 tahun kemudian di Jeddah yang dihadiri oleh para menteri luar negeri negara-negara muslim berhasil membentuk sebuah lembaga permanen yang dinamai Organization of Islamic Confrence (OIC) atau Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berkedudukan di kota Jeddah, organisasi ini dipandang sebagai upaya maksimal dalam menampung aspirasi Pan Islamisme karena dia adalah yang pertama dan resmi berbentuk kerjasama antara pemerintah negara-negara Islam.
Meskipun Arab Saudi selama ini telah bertindak sebagai pendorong utama lahirnya organisasi-organisasi Islam internasional, namun karena organisasi-organisasi tersebut mendapat sambutan dan partisipasi dari negara-negara Islam yang lain maka terdapat dugaan kuat bahwa semangat Pan Islamisme masih tetap mencari bentuk yang lebih sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masa.
Kantor Berita Islam Internasional (International Islamic News Agency), Pusat Internasional Bagi Riset Ekonomi Islam (International Centre for Research in Islamic Economics), Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) dan lainnya merupakan bagian usaha penyesuaian tersebut. Sebagai suatu ide, Pan Islamisme untuk masa depan masih akan tetap menarik bagi bangsa-bangsa muslim guna menjawab era globalisasi masyarakat manusia pada masa kini.