Penulis: Ahmad Rizqi Ilhamizain*
KULIAHALISLAM.COM – Sejarah perkembangan filsafat waktu pertengahan kedua abad ke-5 SM, muncul aliran yang disebut “Sofisme.” Asal-usul istilah sofis berasal dari bahasa Yunani “sophos,” menggambarkan individu yang mahir dalam seni atau mempunyai keahlian khusus. Sofis merupakan kelompok yang muncul pada fase akhir filsafat Yunani kuno, menghubungkan era tersebut dengan munculnya periode Yunani klasik yang dimulai pada masa Socrates.
Filsafat Sofisme lahir sebagai aliran pemikiran yang kontroversial dalam sejarah filsafat Yunani kuno, menghadirkan pandangan yang menantang mengenai kebenaran, moralitas, dan pengetahuan.
Sofisme pada zaman itu terkenal karena mengedepankan keterampilan retorika dan kecenderungan yang relatif terhadap nilai-nilai mutlak. Kaum sofis menganggap bahwa mengejar kebenaran bukan prioritas, namun yang menjadi fokus utama masa itu adalah pendidikan terkait kemampuan berbicara yang baik dan dapat menyakinkan para pendengarnya.
Oleh karena itu, Socrates kerap mengkritik pandangan kaum sofis, yang dimana Socrates lebih mengejar hakikat pengetahuan dan moralitas, sedangkan kaum sopis lebih mengedepankan pendekatan filosofis pragmatis.
Awalnya kaum sofis adalah individu yang mahir dalam aspek sosial dan memiliki keahlian dalam berbagai bidang pengetahuan namun, seiringnya waktu mereka mengalami pergeseran makna.
Para kaum sofis menggunakan kecerdasannya untuk memutar kata, mengubah kebenaran menjadi kebohongan, dan kedustaan menjadi kebenaran. Kemudian, istilah ini mejadi ejekan karena mereka memanfaatkan kecerdasan untuk menyesatkan orang banyak serta hanya digunakan untuk mencari imbalan.
Adapun tokoh-tokoh pemikir masa sofisme antara lain:
1. Protagoras
Lahir di Abdera, masa hidupnya sekitar tahun 481- 411 SM. Menurut pengetahuan dari Plato, Protagoras merupakan sosok pertama yang menyatakan dirinya sebagai seorang sofis. Protagoras sering melakukan perjalanan ke berbagai kota di Yunani, menawarkan pengetahuannya dengan imbalan, khususnya dalam hal mengajar politik pemuda Yunani.
Ajaran dari Protagoras adalah manusia merupakan ukuran dari segala-segalanya, yang nantinya membentuk landasan relativisme. Menurut Protagoras seseorang tidak dapat memaksakan persepsinya akurat secara universal, dapat dicontohkan ketika terdapat seseorang yang dari daerah yang suhu alamnya cenderung dingin dating ke daerah tropis, ia merasa suhu di tempat tropis sangatlah panas, namun bagi orang yang tinggal di daerah tropis suhu semacam itu sudah biasa dan itu tidaklah panas. Dari contoh tersebut ajaran Protagoras dapat terealisasikan, bahwa kebenaran yang mutlak itu tidak ada dan kebenaran itu relatif adanya.
2. Georgias
Georgias berasal dari Leontinoi, diperkirakan hidup sekitar tahun 483- 375 SM, merupakan murid dari Empledokles. Ia datang ke Anthena pada 427 SM untuk meminta bantuan melawan Kota Syrakus. Georgias disebut sebagai nihilis, karena menurutnya segala sesuatu tidak ada yang benar.
Dalam bukunya tentang alam atau yang tidak ada Georgias terlihat menonjolkan tiga prinsip yakni:
a. Tidak ada sesuatupun.
b. Seandainya sesuatu tersebut ada, maka sesuatu tersebut tidak dapat dikenal.
c. Seandainya sesuatu dapat dikenal, maka sesuatu pengetahuan itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain.
Georgias dikenal menganut paham skeptisisme (anggapan bahwa kebenaran tidak dapat diketahui).
Selanjutnya, Georgias juga berbalik dari filsafat dan mencurahkan perhatiannya terhadap ilmu retorika dan retorika di anggap sebagai suatu seni yang menyakinkan (the art of persuasion).
Menurutnya, tidak cukup hanya diarahkan pada akal budi, melainkan juga harus menyentuh perasaan. Sofisme menciptakan gaya baru, yang sempat mempengaruhi ahli sejarah, para penulis, serta menimbulkan revolusi intelektual pada masa itu.
3. Prodikos
Berasal dari Kota Keos, terkenal sebagai penganut pandangan hidup yang pesimistis. Beberapa hal mengenai gagasannya antara lain:
a. Kematian di pandang Prodikos sebagai jalan untuk melepaskan diri atau mengakhiri masalah dalam diri manusia.
b. Agama itu di temukan oleh manusia. Mulanya manusia memuja tenaga alam sebagai dewa, perkembangan selanjutnya manusia mulai menemukan pengolahan alam untuk keperluan hidupnya maka terciptalah lapangan pekerjaan, yang kemudian olahan ini di puja oleh manusia sebagai dewa (dewa Yunani).
Dari kenyataan ini dia berasumsi bahwa agama itu tidak lain dan tidak bukan hanyalah ciptaan manusia itu sendiri yang dikenal dengan istilah “nomos.”
c. Do’a hanyalah merupakan usaha yang kelebihan saja. Dengan pandangan tersebut, dianggap bahwa manusia harus berusaha memenuhi kehidupannya sendiri dan mengatur hidupnya, sehingga dalam perjalanan hidup manusia senantiasa bertemu kesulitan, maka kesulitan tersebut tidak akan berhenti di hadapi manusia kecuali sudah meninggalkan alam yang ditempati hidup ini.
Dengan kata lain tidak mempercayai adanya kesulitan atau kesusahan sesudah manusia itu mati dan dianggap do’a tak ada pengaruh sehingga dipandang sebagai usaha yang berlebihan.
4. Kritias
Kritias merupakan seorang filosof yang umurnya lebih muda dari Sokrates, ia berasal dari Anthena. Ajarannya tentang agama, agama itu penemuan para penguasa yang licik. Fungsi dari dewa adalah untuk menekan warga supaya taat pada hukum.
Menurut Kritias, mayoritas pelanggaran dapat diadili melalui hukum, tetapi ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan secara sembunyi dan tidak diketahui oleh orang lain. Disinilah dewa menghukum orang yang melanggar hukum secara diam-diam. Dengan demikian, dapat dikatakan semua warga negara akan tunduk pada penguasa.
Para tokoh kaum pemikir sofis dipandang sebagai orang yang berjasa dalam membuat revolusi intelektual di Yunani, karena mereka mengambil topik manusia sebagai objek bagi pemikiran filsafat. Pemikiran kaum sofis menjadi cikal bakal munculnya pemikir besar filsafat seperti Sokrates, Plato, Aristoteles dan murid-muridnya.
*) Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.