Akal adalah dasar dari pengetahuan, ia merupakan kebenaran tertinggi[1]. Akal ialah komponen manusia yang paling menarik, mengapa demikian? Karena dijadikan sebagai pembeda antara manusia dan hewan. Akal adalah proses fungsional yang dilakukan oleh manusia, di mana semua kemampuan pengetahuan manusia, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui, bekerja sama dalam mencapai fungsinya[2].
Imam Al-Ghazali RA mengatakan bahwa : Al-Insanu Hayawanun Naatiq, ungkapan ini lumayan familiar di kalangan madzhab ahlu sunnah wal jama’ah yang mempelajari ilmu logika atau manthiq. Al-Insanu banyak pengertiannya tentang hakikatnya manusia itu sendiri, ada yang membicarakan : 1. Al-Insan, 2. Al-Basyar, lalu 3. An-Nas. Ketiganya merupakan bentuk kesamaan yang maksud sama yaitu merujuk ke manusia namun secara pengertian memiliki pengertian masing-masing.
-
Al-Insan
Pertama Al-Insan, ialah makhluk Allah yang memiliki rasa kegelisahan atas takdirnya namun tetap berusaha hidup demi keberlangsungannya, dan makhluk Allah yang diberkahi kemampuan pengetahuan yang dapat seenaknya manamai berbagai macam benda yang ada dibumi, dan makhluk Allah yang digariskan sebagai pengelola bumi dikarenakan ulah dosa dikeluarkan dari surga[3].
Bisa dibilang bahwa insan ini adalah fase terakhir / paling puncak dari basyar dan Annas, karena insan telah seorang hamba yang mencapai predikat Ulul Ilmi, Ulul Azmi dan Ulul Albab.
-
Al-Basyar
Kedua Al-Basyar, ialah manusia yang sifatnya begitu mendasar atau bisa dibilang hampir menyerupai hewan atau bisa dikatakan basyar adalah tingkatan paling rendah dari keduanya, seperti yang Imam Ghozali kemukakan yaitu “Hayawanun Naatiq” atau hewan yang dapat berbicara, Fitroh manusia juga sama dengan hewan mempunyai sifat sensasional dan emosional seperti : lapar, haus, marah, senang, dll. Al-Basyar juga merujuk kepada Nabi Adam sebagai Basyar pertama dimuka bumi[4].
Fun fact nya sudah ditemukan fosil tulang yang begitu mirip dengan struktur tulang manusia modern yaitu Homo Wajakensis salah satu fosil manusia purba sejenis dengan Homo Sapiens, ditemukan oleh Eugene Dubois didesa Wajak, Tulung Agung, Ja-Tim. Sedangkan ada sebuah penuturan dalam Tafsir Al-Mannar mengatakan : Al-Basyr ialah pengajar atau pemandu keagamaan yang mengajarkan ajaran-ajaran yang benar dan lurus sehingga dapat mengangkat derajat-derajat yang mengikutinya[5].
-
An-Nas
Ketiga An-Nas, bisa dibilang bahwa An-nas ini adalah beraada di tingkatan kedua sebagai manusia, ialah ketika seorang basyar sudah mulai memantaskan kemampuannya seperti berinteraksi, membangun keharmonisan, peradaban, keilmuan sampai mengerahkan segalanya guna melakukan perbaikan pada susunan nilai dan tatanan dalam keberlangsungan hidupnya[6].
Surah An-nas dalam ayatnya sebagian membahas tentang manusia yang meminta perlindungan Rabb-nya dan sebagian membahas sifat was-was yang disebabkan syaithan yang membisikkan sehingga terjadi sifat ragu dan jahat.
Sedangkan Menurut Dr. Ahmad Husnul Hakim MA, dalam bukunya yang berjudul : “Kaidah Tafsir” dalam sub bab “Kaidah Kata yang serupa tapi tak sama” dikatakan bahwa kata Al-Insan berasal dari kata Al-Insu yang mendapatkan tambahan kata alif dan nun, secara kebahasaan berarti tidak liar atau jinak.
Menurut beliau Al-Insan ialah penguatan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial yang mana aktivitasnya tidak akan sempurna kecuali harus adanya campur tangan orang lain sebagai makhluk sosial.
Jika Al-Basyar, menurut beliau diartikan sebagai Manusia yang keberadaannya berjasad kasar dan Manusia dewasa, contohnya (Q.S Yusuf 12 : 31) dan (Q.S Maryam 19 : 20), diceritakan bahwa para perempuan ( istri para menteri ) yang datang menghadiri jamuan atas undangan saat jamuan dari Zulaikha, itu terkagum-kagum dengan ketampanannya Nabi Yusuf. Mereka kagum atas ketampanan Yusuf ini hanya pada elok rupa dari segi fisik atau jasmani saja.
Sedangkan An-Nas menurut beliau, berasal dari akar kata Nawasa yang berarti getaran atau guncangan, manusia yang dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan bertempatnya, untuk itu Allah menganjurkan agar senantiasa berada diruang lingkup orang-orang yang berkelakuan baik, ada juga yang mengatakan bahwa An-Nas ialah manusia dewasa dan berakal.
Bisa disimpulkan dari ketiga term diatas bahwa Al-Insan, Al-Basyar, dan An-Nas berarti manusia dewasa secara umum akan tetapi jika kita menelaah secara teliti maka kegunaannya bisa dipelajari masing-masing.
Kesimpulannya, dari keseluruhan macam-macam bentuk penyebutan mengenai manusia dalam Al-Qur’an kata “Al-Insanu” memang yang paling teratas predikatnya karena sebutan ini Allah siratkan sebagai seorang hamba yang telah mencapai derajat Ulul Azmi, Ulul Ilmi dan Ulul Albab, untuk itu Allah begitu memuliakannya sebagai salah satu dari golongan-Nya yang dimuliakan karena hubungannya dengan sesama manusia (Hablum Mina An-Nas) dalam bentuk bakti sebagai makhluk sosial atau bahkan hubungannya dengan Allah (Hablum Mina Allah) dalam segala bentuk perhambaannya kepada Allah untuk itu ia bisa saja mencapai derajat Insan Kamil (Manusia Sempurna).
[1] Dr. Mana’ Bin Hammad Al-Juhani, Al-Mausuatul Maisurotu Fil Adyan Wal Madzahibi Wal Ahzabil Mua’shiroh, vol. 2 (Darun Nadwah Lit Thoba’ati Wan Nashri Wat Tauzi’i, 1420). hlm.817.
[2] Mohammad Al-Sayed Al-Jaliland, Kitab Wahyu Wal Insan (Dar Qa’aba, Kairo, n.d.).
[3] Dr. Mustofa Muhammed Hilmy, Minhajul ‘Ulama Wal Hadits Fii Ushuluddin (Dar Al-Kutub Al-Alamiyyah, 1426). hlm.283.
[4] Umar Bin Sulaiman Bin Abdullah Al-Asyqor Al-Utaiby, Jannah Wan Nar (Yordania: Dar An-Nafaais Lin Nasri Wat Tauzi’, 1998). hlm.138.
[5] Muhammad Rasyid Bin Ali Ridho Bin Muhammad Syamsuddin Bin Muhammad Bahauddin Bin Manla Ali Khalifa Al-Qolamuni Al-Husaini, Tafsir Al-Mannar, vol. 2 (Al-Haiatu Al-Misriyah Al-Ammah Lil Kitab, 1990). hlm.56.
[6] Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Saad Syamsuddin bin Qoyyim Al-Jauziyyah, Al-Kitab Ar-Ruh Fil Kalam ‘Ala Arwahil Mawati Wa Al-Ahyaai Bi Ad-Dalaaili Min al-Kitab Wa As-Sunnah (Beirut : Dar Al-Kutub al-Alamiyah, 1408). hlm.63.