Membangun proyek umran dengan sistem muslim (Sumber gambar : Republika.co.id) |
Oleh Rabiul Rahman Purba, S.H
KULIAHALISLAM.COM – Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam melakukan hijrah dari Kota Makkah menuju Kota Yasrib (Madinah). Pada saat menuju Kota Yasrib, Nabi dan Abu Bakar Ash-Siddiq dikejar oleh kaum kafir Quraisy Makkah sehingga Nabi dan Abu Bakar Ash-Siddiq bersembunyi di Gua Tsur.
Dr Muhammad Husain Haekal dalam bukunya “Hayat Muhammad” (Sejarah Hidup Muhammad : 1935) mengungkapkan bahwa pada saat di dalam Gua Tsur, Nabi berkata pada Abu Bakar Ash- Siddiq yakni “ Jangan bersedih hati Allah bersama kita”. Pada akhirnya atas kehendak Allah, Nabi dan Abu Bakar Ash- Siddiq berhasil ke kota Yasrib dan Nabi membangun sebuah peradaban Islam.
Sejarah perjuangan hijrah Nabi, seharusnya tidak kita peringati begitu saja, kita harus mengambil hikmahnya karena perjuangan umat Islam belum selesai. Mari kita lihat kondisi dunia Islam pada saat ini, di negara-negara Arab muncul perang saudara, dibelahan negeri lainnya, genosida, perbudakan modern masih berlangsung.
Apa yang salah ? Alquran menyatakan bahwa kita umat yang terbaik (Kuntum khaira ummatin), kita memiliki Alquran yang agung dan Nabi sebagai teladan yang sempurna namun sebagian umat Islam tidak cinta pada Islam dan tidak mengenal Islam, mereka lebih sadar kebutuhan-kebutuhan hidup mereka daripada kehadiran Tuhan, kata Mohammad Naseem dalam bukunya “Surah Al-Saff : the Ranks-the obligation of an Islamic Society, The Muslim Jil.8″.
Nabi telah mengingatkan kita 14 abad yang lalu dalam suatu Hadis bersabda “Berbagai bangsa sebentar lagi akan menyerang kalian dari segala penjuru, bagaiakan rayap-rayap menyerang tempat makan mereka, penyebabnya adalah karena penyakit cinta dunia dan takut mati”, istilah modernnya saat ini yaitu “Sekuler”.
Dengan cinta dunia, membuat hanya mengejar jabatan, kekayaan, wanita, dan melupakan akhirat dan rasa kemanusiaan. Mari kita lihat yang menimpa para politisi dan para sultan-sultan di negara-negara muslim yang bergelimang harta namun saudaranya sesama muslim di Afrika mereka abaikan.
Dengan penyakit takut mati pula menjadikan sebagian muslim hanya fokus beribadah saja untuk mencapai cinta Allah namun ia lupa bahwa ia juga khalifah di bumi yang bertugas untuk menjaga, memajukan bumi dan isinya.
Bangun Kembali Proyek ‘Umran
Prof. Ziauddin Sardar (pakar futuristik muslim berkebangsaan India) menulis buku berjudul “The Future of Muslim Civilisation”. Buku ini meneliti latar belakang kembangkitan kontemporer Islam dan menawarkan suatu rencana garis besar untuk membentuk kembali peradaban Islam dengan sistem muslim.
Menurut Ziauddin Sardar, sistem muslim adalah sistem tradisional, maksudnya dengan tradisional adalah tradisi-tradisi Islam yang terwujud dalam sejarah dan budayanya. Secara tradisional, satu-satunya tujuan yang ada dalam sistem muslim adalah mendapatkan ridha Allah dengan mengamalkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Umat Islam harus menghidupkan kembali sistem muslim dengan proyek yang disebut Sardar sebagai “Proyek Peradaban” (Proyek ‘Umran). Kata “Umran” diambil Sardar dari Ibnu Khaldun untuk menggambarkan suatu peradaban yang dinamis, selalu berkembang dan dinamis.
Proyek Peradaban bertujuan menyuguhkan peta-peta konseptual dan rencana-rencana operasi yang mendekati bagi alternatif masa depan muslim dan untuk memberikan visi peradaban muslim di masa mendatang yang rasional dan meyakinkan kepada umat Islam, tulis Ziauddin Sardar. Proyek ‘Umran harus dijalankan dengan sebuah sistem yang disebut Sardar sebagai “Sistem Muslim“. Sistem Muslim menurut Sardar itu terdiri atas
Pertama, model negara Madinah terartikulasi penuh. Visi kita mengenai masa depan peradaban muslim didasarkan atas satu model ideal : Negara Madinah. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengartikulasikan model ini sampai ke detail yang sekecil-kecilnya. Negara Madinah harus dikaji bukan dari sudut pandang kronologis atau naratif melainkan mesti diihat dari aspek anaitisnya.
Kedua, parameter peradaban. Kita perlu menjawab secara meyakinkan pertanyaan-pertanyaan mengenai pola perkembangan Islam. Apa yang membuat arsitektur Islam dikatakan bersifat Islami ? Mengapa aktivitas ilmiah dalam Islam berbeda dengan aktivitas peradaban lain? Cara produksi bagaimana yang tidak dapat diterima Islam ? dan seterusnya. Membangun pearadaban besar harus didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ketiga, teori, model, paradigma, metodologi untuk mengembangkan suatu pemahaman Islam yang segar, guna menyesuaikan diri dengan perubahan, kita memerlukan sarana intelektual. Kita perlu mengembangkan suatu tradisi ilmiah muslim yang menggabungkan teknik-teknik terbaik dari pengetahuan tradisional dengan teknik-teknik terbaik dari metode pengkajian dan riset modern.
Tugas para Ilmuwan Muslim, ilmuwan dan sarjana sosial tidak hanya mengembangkan teori-teori analitis. Kita juga harus mengembangkan dalam epistemologi Islam, model-model dan paradigma-paradigma alternatif dalam setiap bidang usaha manusia.
Keempat, lingkungan masa kini dan lingkungan masa depan. Proyek ‘Umran dicanangkan sebagian untuk lingkungan masa kini dan masa mendatang. Karena itu kita harus memiliki pengetahuan mendetail mengenai lingkungan masa kini dan pengetahuan yang cukup mengenai masa depan.
Yang pertama memerlukan penilaian realistis menyangkut sumber-sumber umat : sumber daya manusia, alam, finansial, informasi dan organisasi, yang kedua, kita harus memikirkan bagaimana terjadinya perubahan dalam sumber-sumber kita, peningkatan-peningkatan apa yang dapat kita harapkan, dan masalah apa yang mungkin timbul.
Kelima, PAYYOF Muslim. Kita harus mengembangkan dan berusaha mendapatkan skema PAYYOF Muslim (Plans and Alternatif to Yield Options for the Future). Dalam mengembangkan skema PAYYOF kita harus bertanya pada diri kita sendiri : bagaimana kita dapat memasukan konsepsi-konsepsi nilai yang menentukan dan pandangan normatif kita dalam peroses perencanan dan pengambilan keputusan ?
Dalam skema PAYYOF Muslim pada dasarnya merupakan suatu proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan yang ditujukan kepada perubahan masa depan dari situasi sekarang. Skema prencanaan harus didasarkan kepada kriteria sosial.
Keenam, alternatif masa depan muslim. Skema perencanan dan kebijaksanaan harus dirancang untuk menuntun umat Islam langsung menuju visi masa depan yang dicita-citakannya. Untuk sampai pada visi ini diperlukan proses yang berkesinambungan, ijtihad (perjuangan) yang tidak henti-hentinya untuk mendekati alternatif yang paling menyerupai Negara Madinah.
Prof. Ziauddin Sardar menyatakan bahwa, baik keberhasilan maupun kegagalan usaha-usaha kita untuk membangun kembali peradaban muslim sangat bergantung pada kehendak Allah. Tapi bahkan kegagalan kita mungkin mengandung pelajaran yang sangat berharga dan dapat membuka kemungkinan yang baru.
Baik berhasil ataupun gagal kita harus siap untuk menangani masalah masa depan dengan sistem ini. Hanya lewat perjuangan yang tidak berkesudahan itulah kita dapat mewujudkan impian-impian kita. Kita bergerak menuju Negara Madinah disertai kepercayaan penuh pada Allah.
Penulis adalah Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia (STH-YNI), Pematangsiantar