Oleh: Sabrina Putri Hidayat*
KULIAHALISLAM.COM – Kisah adalah salah satu bentuk seni sastra yang terikat kuat dalam diri manusia serta sangat digemari, karena memberikan gambaran dari berbagai kejadian dan peristiwa dalam kehidupan nyata maupun imajinatif. Kisah sejak dahulu telah dikenal, ketika manusia mengisahkan berbagai peristiwa yang dialaminya atau mitos yang dimajinasikan.
Kata qisasah telah disebutkan dalam Alqur’an sebanyak 30 kali, dengan beragam bentuk baik dalam bentuk fi’il madhi, mudhari’, amar, maupun dalam bentu masdar yang terpancar dalam berbagai ayat dan surat.
Kata kisah secara bahasa, dapat diartikan suatu kejadian dalam kehidupan sesorang ataupun sebagainya, yang dituangkan dalam bentuk cerita (riwayat). Dalam kamus al-Munawwir kata qissah (القصة) yakni bentuk tunggal dari (mufrad), jamaknya adalah (قصص) yang mempunyai arti cerita atau hikayat. Sementara secara istilah, Qasas diartikan sebagai berita-berita suatu permasalahan pada masa-masa yang berurutan.
Manna’ al-Qatthan juga berpendapat dalam kitabnya Mabahits fii Ulum Alqur’an, menerjemahkan kisah Alqur’an sebagai suatu informasi yang terdapat dalam Alqur’an, yang bisa saja umat-umat yang silam, para nabi, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selain itu, dalam Alqur’an juga banyak mengandung keterangan mengenai kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat yang diceritakan secara menarik.
Dari sekian banyak ragam dan jenis kisah yang ditampilkan oleh Alqur’an, secara garis besar terdapat 2 segi, yakni segi waktu dan materi.
Jika dari segi waktu, peristiwa yang terjadi diceritakan dalam Alqur’an, terbagi menjadi 3 macam, yakni:
Pertama, kisah ghaib pada masa lalu: kisah yang menceritakan beberapa kejadian yang terjadi di masa lalu. Kejadian ini berupa kejadian ghaib yang tidak bisa di tangkap oleh panca indera manusia, sebagaimana dalam kisah Maryam, kisah Nabi Nuh, dan kisah ashab al-Kahf.
Kedua, kisah ghaib pada masa kini: kisah yang menjelaskan keghaiban yang terjadi pada masa sekarang, seperti halnya kisah yang menjelaskan kaum munafik, kisah yang menjelaskan kondisi manusia pada saat hari akhir, dan para malaikat yang melalukan pencabutan nyawa manusia.
Ketiga, kisah ghaib pada masa yang akan datang: kisah yang menceritakan beberapa peristiwa yang akan datang atau belum terjadi saat waktu Alqur’an turun, dan kemudian peristiwa tersebut benar-benar terjadi, sebagaimana kisah kemenangan bangsa Romawi atas Persia.
Adapun jika dari segi materi, maka kisah Alqur’an dibagi menjadi tiga macam, yakni:
Pertama, kisah para Nabi, serta tahapan dan perkembangan dakwahnya, juga berbagai macam mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, dan akibat yang di terima bagi mereka yang mempercayai dan mendustakannya, sebagaimana kisah Nabi Musa, Nabi Isa, dan kisah Nabi Ibrahim.
Kedua, kisah sekelompok manusia tertentu dan orang-orang yang belum tentu Nabi, sebagaimana kisah umat Nabi Musa yang memotong sapi, kisah Qarun yang mengkufuri nikmat, kisah Maryam, dan kisah Talut.
Ketiga, kisah peristiwa dan kejadian pada masa Rasulullah saw, sebagaimana kisah Perang Badar dan Uhud (surat Ali Imran), Perang Hunain dan Tabuk (surat at- Taubah), dan perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw.
Bagi umat manusia, tujuan kisah dalam Alqur’an menjadi bukti yang kuat, sebab Alqur’an sangat sesuai dengan kondisi mereka. Apalagi jika tujuan dari kisah tersebut, di samping sebagai pengajaran dan pendidikan, juga memiliki fungsi sebagai hiburan.
Kisah-kisah ini pun disampaikan dengan bahasa yang sangat indah dan menarik, hal ini menjadikan para pendengar dan pembacanya pun sangat menikmatinya.
Secara garis besar, tujuan pengungkapan kisah dalam Alqur’an terdapat 2 macam, yakni tujuan pokok dan tujuan sekunder. Nashruddin Baidan berpendapat, maksud dari tujuan pokok adalah merealisir tujuan umum yang dibawa oleh Alqur’an untuk menyeru dan memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar, agar selamat di dunia dan akhirat.
Sementara itu, yang di maksud dengan tujuan sekunder adalah sebagai penetapan bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menerima wahyu dari Allah, bukan berasal dari orang-orang ahli kitab seperti Yahudi dan Nasrani.
Segala pernyataan dalam Alqur’an mengenai kisah-kisah dan sejarah masa lalu, bagi orang beriman mengandung kebenaran mutlak dan memberikan manfaat yang amat besar dan dampak mendalam, serta hikmah yang amat berharga bagi kehidupan mereka. Untuk itu, hikmah yang dapat dipetik dari kisah-kisah dalam Alqur’an yakni:
- Mengetahui pokok-pokok syari’at yang diberikan oleh para nabi
- Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya untuk agama Allah, serta memperkuat keyakinan orang-orang beriman dalam kemenangan kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan.
- Mengungkapkan kebohongan ahli kitab dengan bukti yang membenarkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan mengkontradiksi isi kitab mereka sendiri sebelum kitab tersebut dirubah.