KULIAHALISLAM.COM- Ahmad Al-Shara, nama yang mungkin masih asing di telinga kebanyakan orang Indonesia, ternyata adalah figur yang dikenal dalam peredaran aktivis muslim dunia. Ia kini menjadi presiden Suriah dalam pemerintahan transisi yang hadir pasca runtuhnya rezim Assad. Sebelum naik ke panggung politik global, Al-Shara adalah mantan komandan tempur pasukan anti Assad dan pernah diberi status red notice oleh negara-negara Barat. Dengan keberhasilannya menduduki posisi puncak, ia tampil sebagai wajah baru Suriah, yang sekaligus bertindak sebagai penghulu negara wilayah Syam — yang secara historis dan geopolitik memiliki arti penting.
Wilayah Syam sendiri telah lama diramalkan akan terlibat dalam gejolak besar. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Tidak akan terjadi kiamat hingga kaum Muslimin di Syam mengalami kekacauan dan peperangan besar.”(HR:Muslim)
Syam kini mencakup Palestina, Lebanon, Yordania, dan Suriah, meski Suriah-lah yang menjadi aktor utama geopolitik di kawasan ini.
Suriah memiliki keunikan tersendiri dengan komposisi etnis, budaya, dan kepercayaan yang kompleks. Berdasarkan data terbaru, mayoritas penduduk Suriah menganut Islam Sunni (sekitar 74%), sedangkan sisanya terdiri dari Alawiyyah, Kristen, Druze, dan berbagai kelompok minoritas etnis serta agama lain. Kondisi ini semakin menambah dinamika dan ketegangan sosial yang kerap muncul. Sejarah militernya juga mencatat keberpihakan Suriah bersama Mesir dalam perang Arab-Israel, di mana mereka mengalami kekalahan meskipun perjuangan tersebut menunjukkan soliditas regional yang tidak bisa diremehkan.
Kehadiran Ahmad Al-Shara di panggung global sebagai pemimpin Suriah tidak bisa dilepaskan dari bayang-bayang masa lalunya sebagai komandan militan. Sosok yang jauh dari bayang-bayang kemapanan ini membawa kekhawatiran dari berbagai kalangan, terutama terkait ideologi “jihad” yang selama ini kerap dikaitkan dengan kekerasan dan perang suci. Namun, di sinilah letak transformasi mendalam yang patut kita cermati.
Sebagai seorang muslim yang mengakar pada syariat Islam, sangat mungkin Al-Shara memiliki pemahaman yang lebih dalam dan faqih mengenai hukum dan kaidah jihad. Paradigma jihadnya kini tampaknya telah bergeser, dari sekadar medan tempur menjadi jihad yang lebih substansial yakni untuk kemashlahatan umat secara luas. Seperti dikatakan oleh cendekiawan Islam Indonesia, Prof. Dr. Azyumardi Azra, “Jihad bukan sekadar berperang fisik, tapi bagaimana perjuangan itu diarahkan untuk membangun masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera”.
Para cendekiawan kontemporer seperti Imam Wahyudi juga menegaskan relevansi jihad dalam konteks sosial modern: “Jihad hari ini lebih tepat dipahami sebagai upaya membela dan memperjuangkan kemaslahatan umat melalui cara-cara konstitusional, damai, dan penguatan ukhuwah” (Fiqh Jihad Modern, 2022). Pemimpin yang bisa mentransformasikan strategi jihadnya dari peperangan fisik ke upaya diplomasi dan konsolidasi sosial sekaligus menjadi rujukan moral, adalah figur yang sangat dibutuhkan di dunia Islam kontemporer.
Sebagai muslim modern, kita diajak berhusnudzon bahwa Ahmad Al-Shara telah melaksanakan perubahan paradigma jihad ini dengan matang. Dari prinsip tradisional “menang atau syahid“, kini jihad menjadi sarana untuk kemashlahatan umat, menjembatani konflik internal dan memperbaiki kondisi sosial-politik di kawasan Syam. Ini selaras dengan pandangan ulama seperti Yusuf Qaradawi yang menegaskan bahwa: “Jihad yang utama adalah jihad dengan pena, pikiran, dan perjuangan hukum demi keadilan dan kesejahteraan umat” (Fiqh Al-Jihad, 2004).
Dengan adanya pemimpin berkapasitas global yang mengintegrasikan jihad dalam kerangka kemaslahatan politik dan sosial, dunia Muslim menemukan harapan baru. Selain Suriah dengan Ahmad Al-Shara, Turki dengan Recep Tayyip ErdoÄŸan serta Indonesia dengan tokoh seperti Prabowo Subianto menjadi contoh pemimpin yang mengangkat nilai Islam ke ranah global tanpa harus terjebak pada konflik destruktif. Paradigma ini tentu membutuhkan dukungan penuh dari umat agar Indonesia sebagai negara Muslim terbesar bisa turut memberi kontribusi positif.
Wallahu alam bishawab.
Achmad Puariesthaufani N