Saya bersama karib mengunjungi salah satu makam yang terletak di Desa Mertan, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah Ahad (14/09/25). Jika dihitung perkiraan waktunya dari rumah saya perjalanan jam 2 sampai jam 3 lebih memasuki waktu adzan ashar. Tempat yang selalu membuat saya bertanya-tanya tentang kepercayaan sebagian warga Sukoharjo menilai bahwa makam ini dikunjungi umat Budha.
Ada pula mengatakan Ki Ageng Balak bukan orang Islam lantaran tidak dikunjungi orang Islam melainkan non Islam. Ocehan itu seliweran dimana-mana yang masih menjadi misteri bagi warga Kabupaten Sukoharjo. Penjelasan orang lain pun juga pernah mengatakan makam Ki Ageng Balak sering dijadikan tempat penglaris kekayaan pada pengunjungnya.
Maka inilah yang membuat saya penasaran ada apa dibalik misteri makam Ki Ageng Balak yang sebenarnya? Dan siapakah sosok Ki Ageng Balak? Dari sinilah saya sedikit memberikan informasi secara omongan warga sekitar walaupun belum sempurna sama sekali. Karena kami berdua sulit mendapatkan akses informasi sejarah singkat perjalanan Ki Ageng Balak sendiri.
Sejarahnya
Setelah saya membaca mengenai sejarahnya munculah cerita bahwa konon Ki Ageng Balak memiliki nama asli Raden Sujono putra dari Prabu Brawijaya V di Majapahit. Ia menjabat sebagai hakim sebagai pengadilan aturan Keraton Majapahit. Pada kisahnya dijelaskan Raden Sujono diam-diam meninggalkan istana karena dipaksa menikah oleh Prabu Brawijaya V. Alhasil dalam perjalanannya, Raden Sujono dihadang 2 perampok bernama Simbarjo dan Simbarjoyo.
Akhirnya, Raden Sujono berhasil menghasilkan kedua perampok dan melarikan diri. Sayangnya setelah ditinggal Raden Sujono Majapahit mengalami banyak musibah. Panen gagal, banyak wereng, dan timbul wabah penyakit. Melihat kejadian tersebut Brawijaya V berdoa kepada Sang Hyang Widi (Sebutan orang Hindu menyebut Tuhan yang maha esa/ Allah SWT) agar diberikan petunjuk. Kemudian diberikan petunjuk menemui Raden Sujono atau Ki Ageng Balak.
Namun Raden Sujono menolak dan memberikan saran dan prasarana yang harus dilakukan Prabu Brawijaya V untuk memulihkan Kerajaan Majapahit. Alhamdulillahnya kondisi Kerajaan Majapahit kian membaik semakin lama. Hal inilah yang dianggap warga sekitar Desa Gentan dipercayai makamnya sebagai spesialis menyelesaikan masalah (www.news.okezone.com).
Hal ini juga diutarakan warga lokal penjual warung makan mengatakan Ki Ageng Balak merupakan julukan asal kata Tolak Balak memiliki arti menyembuhkan penyakit atau musibah. Secara otomatis tempat ini memiliki ciri khas menghilangkan segala negative dialami manusia sendiri. Makannya banyak orang berbondong-bondong jauh dari Palembang dan kota lain hanya meminta doa menyembuh masalah (Wawancara penjual di warung makan)
Kesalahpahaman
Akibatnya sebagian orang memanfaatkan momen ini untuk mencari keuntungan baik dari kekayaan dan supaya ingin instan. Bahkan ada yang memanfaatkannya dengan memainkan judi online, pinjol memenangkan pertandingan. Padahal judi online dimanfaatkan mesin setingan untuk kalah. Semakin ia menang semakin pula rasa ketagihan semakin memuncak (wawancara warga Ciamis tinggal disekitar).
Parahnya mereka tidak pernah melaksanakan salat 5 waktu hanya menghabiskan memainkan judi online. Tanpa tahu sebab akibatnya dampak judi online terhadapnya. Bahkan sampai diantarkan di Sukoharjo karena benar-benar tidak punya uang akibat main judi online (wawancara warga Ciamis tinggal sekitaran).
Disamping itu, ada yang memanfaatkan momen ini untuk penglaris supaya cepat kaya tanpa bekerja. Karena mungkin dipikirannya uang adalah segala menyelesaikan masalah. Pesugihan pun juga sangat marak sekali. Meskipun sudah diingatkan warga sekitaran, banyak yang nekat mengambil keuntungan. Dampaknya mereka harus mengikat janji tak boleh diingkar ( eawancara penjual di warung makanan). Namun apa daya sebagian warga mengingatkan dengan semuannya kembali ke niat kepada Allah SWT.
Harapan-harapan besar hanya sebagai wasilah yang pasti Kembali kepada Allah SWT. Itulah yang ditanamkan oleh warga lokal Desa Mertan sekitar. Bila ingin kaya maka kerjalah dan menyisipkan doa kepada Allah SWT. Yang selama ini didengar oleh masyarakat Sukoharjo sangat nyata. Tetapi sering salah kaprah bahwa warga sekitar melakukan pesugihan. Hanya orang-orang luarlah mengharapkan hal-hal- hal instans atau cepat (wawancara penjual di warung makan).
Tradisi
Setiap kamis mereka merayakan syukuran dengan mengadakan bancaan sebagai rasa Syukur kepada Allah SWT. Bahwa Allah lah yang menciptakan makanan dan minuman untuk dimakan dan diminum manusia. Supaya manusia bisa bersyukur kepada Allah swt agar bisa makan bisa minum (wawancara warga Ciamis tinggal sekitaran). Selain itu di malam Jum’at Kliwon masyarakat sangat ramai dikunjungi penduduk luar. Ada yang dari Palembang, Jakarta, Boyolali, Sulawesi berbondong-bondong datang kesini. Malahan mereka menginap di karpet yang disediakan (Wawancara penjual di warung makan sekitaran).
Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa setiap malam Jum’at sering dikunjungi meskipun tidak seramai malam Jum’at Kliwonan. Berbagai macam permintaannya pun ditampung di makam. Dengan catatan kembali kepada Allah SWT (Wawancara penjual warung makan sekitaran). Anehnya sering digunakan konten kreator oleh paranormal memanfaatkan situasi dan kondisi malam.
Makam Kunjungan Umat beragama
Hal menarik lainnya di makam ini adalah kunjungan ziarah umat beragama. Sebagian warga menyebutkan bahwa makam ini sering sekali dikunjungi umat Hindu dan Budha bahkan para biksu pun mengunjungi beberapa hari yang lalu (wawancara warga Ciamis tinggal sekitaran).
Hal ini menjadi penasaran bagi kami lantaran hampir mirip apa yang dikelilingi umat non muslim di makam Gus Dur atau KH Abdurahman Wahid sebagai tokoh pluralisme. Entah apa yang saya pikirkan waktu itu dan memang sangat menarik.
Senada pula dikatakan oleh penjual warung sekitaran menjelaskan makam ini juga sering dikunjungi umat non muslim baik rutinan Kamis Kliwonan maupun malam jum’at pada umumnya (wawancara penjual warung sekitaran). Kalian bisa menilai sendiri betapa luar biasanya makam ini yang sangat berpengaruh pada kalangan agamawan.