Penulis: Muhammad Muslich Aljabbar*
Alqur’an yang sudah dikodifikasi menjadi mushaf disusun bukan berdasarkan kronologi turunya, tetapi berdasarkan tartib mushafi yang dilakukan pada masa Khalifah Usman bin Affan. Para ulama berbeda pendapat terkait susunan tersebut. Ada yang berpendapat kalau susunan tersebut berdasarkan petunjuk langsung dari Nabi Muhammad SAW dan ada juga yang berpendapat kalau itu merupakan ijtihad sahabat.
Dalam studi Ulumul Qur’an, polemik ini melahirkan Ilmu Munasabah. Sedangkan di kalangan barat terdapat salah satu orientalis berkebangsaan Yahudi asal Jerman, Angelika Neuwirth yang merespon hal tersebut dengan menawarkan pemikirannya Structure and the Emergecy of Community, sebuah model pembacaan Alqur’an pra-kanonisasi yang berbasis pada sruktur surah yang sudah dikodifikasi menjadi mushaf.
Dalam pemikirannya tersebut, Angelika mengkritik para akademisi yang fokus kajiannya sebatas pada analisis sastra Alqur’an semata yang sudah dikanonisasi dan kurang memperhatikan tradisi oral Alqur’an.
Angelika berpendapat bahwa Alqur’an perlu dibedakan ketika menjadi oral pada saat Nabi Muhammad SAW masih hidup dan ketika menjadi mushaf pada saat Nabi SAW wafat. Kemudian ia juga berpendapat bahwa mushaf yang disusun sama sekali tidak berdasarkan kronologis, tetapi berdasarkan ijtihad sahabat.
Proses pengumpulan Alqur’an terlihat sangat buru-buru mengingat adanya desakan politik pada saat itu. Sehingga Alqur’an berubah menjadi gabungan teks yang tidak ada korelasinya satu sama lain.
Alqur’an setelah mengalami kodifikasi terkesan lepas dari sejarahnya, dimana semula bersifat komunikasi horizontal (Nabi SAW – pendengar) menjadi komunikasi vertikal (Tuhan – pembaca). Dalam hal ini, Angelika berlandaskan pada teori Drama Pfister tentang Exterios and Interior Level of Communication.
Mushaf adalah wajah pada level eksterior dimana sifatnya adalah komunikasi vertikal. Sedangkan Alqur’an adalah wajah pada level interior dimana sifatnya adalah komunikasi horizontal. Dengan demikian, ketika Alqur’an pra-kanonisasi sasarannya adalah pendengar bukan pembaca.
Lebih lanjut, mushaf juga memuat 114 surah yang pemisahnya ditandai dengan basmalah kecuali surah al-Taubah. Setiap ayat dalam suatu surah memiliki panjang dan jumlah yang berbeda-beda. Surah yang panjang-panjang ditempatkan di bagian awal kemudian dilanjutkan dengan surah pendek-pendek.
Hal ini menimbulkan kesan karakteristik sastra penulisannya. Walaupun demikian, perlu digaris bawahi bahwa Alqur’an itu bukan puisi, prosa atau pun kisah. Guna memperjelas karakteristik oral Alqur’an, Angelika menggunakan teori Bahasa Karl Buhler yang membedakan antara informasi, presentasi, dan seruan.
Berikut teori strukturalisme Alqur’an Angelika Neuwirth untuk memahami karakter perkembangan Alqur’an:
1. Struktur Teks Makkah Periode Awal
Pada fase ini, teks Alqur’an yang turun kebanyakan berbentuk sajak dan pendek. Gaya bahasanya pun mengikuti tren kahin pada masa itu. Salah satu contohnya yakni surah al-Qiyamah yang memiliki sajak 6-6-6-6-5-5-5 (ah-ar-ah-ah-aq-a-a) dan surah al-Ikhlas yang memiliki sajak id. Adapun pesan yang disampaikan pada fase ini adalah pesan pokok seperti moral, tauhid, hari pembalasan, dan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang dituangkan dalam kisah pendek.
Di samping itu, banyak kata dalam Alqur’an yang memiliki hubungan dan kesamaan dalam zabur seperti sabbih dalam surah al-A‘la [87]: 1, iqra’ bismi rabbika dalam surah al-‘Alaq [96]: 1, dan tabaraka dalam surah al-Mulk [67]: 1. Kisah yang digunakanpun cenderung pada kisal lokal bangsa Arab seperti kaum ‘Ad, Samut, Lukman, invansi kakbah, Iskandar Zu al-Qarnain, dan Ashab al-Kahfi.
2. Strukur Teks Makkah Periode Tengah dan Akhir
Pada fase ini, narasi ayat cenderung lebih panjang dari sebelumnya bahkan dua kalimat atau lebih bisa menjadi satu ayat. Selain itu ada hal baru dalam fase ini, yakni clausula atau cadenza yang menjadi penutup dari sebuah narasi yang panjang. Menurut Angelika, clausula ini mirip dengan gregoriant chant atau sederhananya clausula adalah outro dari pokok pembahasan.
Lebih tepatnya sebagai komentar, dedukasi moral atau teologis terhadap tuturan sebelumnya. Umumnya clausula ini terdapat pada ayat kisah seperti dalam surah al-Isra’ [17]: 1, innahu huwa al-sami‘ al-basir. Clausula ini memberikan kesan bahwa Tuhan juga terlibat dan memberikan tafsir terhadap tuturan sebelumnya.
Di samping itu, pada fase ini juga cukup banyak penyebutan lafaz al-kitab dengan segala bentuknya seperti dalam surah Yasin [36] : 2, al-Dukhan [44]: 2, dan al-Baqarah [2]: 2. Kemudian umumnya juga surah dalam fase ini diawali dengan huruf al-muqatt‘ah. Lebih lanjut, di fase ini mulai ada peralihan gaya bahasa dari puisi Arab kepada tradisi Yahudi atau Nasrani.
Masyarakat yang dihadapi Alqur’an-pun pada fase ini lebih luas dari fase sebelumnya. sehingga Alqur’an harus menjawab berbagai pertanyaan termasuk yang diajukan oleh Ahli Kitab. Pada fase ini pula banyak ditemukan ‘bayang-bayang’ Bibel dalam Alqur’an terutama dalam ayat-ayat kisah sebagai konsekuensi pelebaran audien Alqur’an. Contohnya adalah kisah nabi Adam, Nuh, Yusuf, dan Musa.
3. Struktur teks Madinah
Pada fase ini, narasi ayat menjadi lebih panjang dari sebelumnya dan fenomena clausula menjadi karakter utama dari fase ini. Kemudian muncul pula pokok pembahasan baru, yakni terkait urusan sosial kemasyarakatan. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan peribadatan yang telah muncul pada fase Makkah tetap berlaku di Madinah.
Di samping itu, pada fase ini muncul ayat yang merupakan penuturan dari peristiwa terkini seperti perang Badar (al-‘Imran [3]: 123), perang Khaibar (al-Fath} [48]: 15), dan khotbah perpisahan Nabi Muhammad saw (al-Ma’idah [5]: 1-3). Audien Alqur’an-pun lebih luas dari sebelumnya dengan pendengar utamanya adalah Yahudi Madinah.
Sebagai penutup, Angelika sendiri mengatakan bahwa analisisnya terhadap segmen Struktur Teks Madinah masih belum selesai. Ia juga sadar bahwa penelitian pembacaan Alqur’an pra-kanonisasi dan perkembangannya hingga fase kodifikasi Alqur’an memang sedikit rumit dan mungkin tidak akan memuaskan secara sempurna. Meski demikian, penelitian ini perlu dilakukan guna mendapatkan pemahaman dan makna Alqur’an lebih mendalam.
*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Daftar Pustaka
Al-Hamdani, M. Fajarussalam. “Kajian Sarjana Barat Terhadap Al-Qur’an: Studi Pemikiran Angelika Neuwirth”. Skripsi. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2022).
Fajri, Muhammad. “Pemikiran Al-Qur’an Angelika Neurwith dalam Structure and the Emergency of Community”. Jurnal Al-Wajid. Vol. 2 No. 1 (Juni 2021).
Farrant, Dan. “What is Gregoriant Chant? History, Caracteristics and Composers”. Hellomusictheory. (https://hellomusictheory.com/learn/gregorian-chant/).
Purnama, Rizal Faturohman. “Ragam Studi Qur’an: Teori dan Metodologi Kontemporer (Analisis Terhadap Pemikiran Abdullah Saeed, Andrew Rippin, Asma Barlas, dan Angelika Neuwirth)”. Jurnal Al-Wajid. Vol. 2 No. 1 (Juni 2021).