Keislaman

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

5 Mins read

Memberikan Pendidikan kepada Anak

Dalam Al-Qur’an, pendidikan anak menjadi hal yang sangat penting dan merupakan salah satu tanggung jawab utama orang tua. Pendidikan ini tidak hanya meliputi aspek intelektual, tetapi juga mencakup aspek spiritual, akhlak yang baik, teladan yang baik serta hubungan sosial, dengan tujuan membentuk anak-anak menjadi pribadi yang beriman, berakhlak baik, dan bermanfaat bagi masyarakat.

Al-Qur’an memberikan beberapa panduan tentang pendidikan anak yang dapat dijadikan pedoman, Salah satunya yaitu dalam hal memberi pendidikan kepada anak menurut Al-Qur’an adalah menanamkan nilai-nilai tauhid atau keimanan kepada Allah.[1] Dalam surah Luqman ayat 13, Luqman memberi nasihat kepada anaknya untuk tidak menyekutukan Allah s.w.t berfirman:

وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ

Artinya; “(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman [31]: 13)

Asy-Sya’rawi menjelaskan ayat di atas menegaskan bahwa salah satu bentuk pendidikan utama yang harus ditanamkan oleh kedua orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan tauhid kepada Allah, dimana anak yang beriman hendaknya meneguhkan-Nya tanpa melakukan kesyirikan, ini merupakan nilai utama yang berkaitan dengan keimanan, pendidikan yang mengajarkan untuk beribadah kepada Allah tanpa melakukan kemusyrikan, orang tua merupakan orang yang paling mencintai anaknya, oleh karena itu, sudah selayaknya beliau memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anaknya dan anak adalah seseorang yang diharapkan orang tuanya menjadi lebih baik dari dirinya dan ia berharap agar anak dapat mencapai    keinginan orang tua yang ia lewatkan dalam hidupnya dan belum tercapai.[2]

Pada ayat selanjutnya Q.S. Luqman ayat 14 dan 19 Allah berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.” (Q.S. Luqman ayat 14)

وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ ࣖ

Artinya: “Berlakulah wajar dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. Luqman ayat 19)

Kedua ayat di atas menjelaskan ayat ini mengandung perintah dari Allah kepada manusia agar senantiasa berbakti kepada orang tuanya, terutama kepada ibu. Allah mengingatkan bahwa seorang ibu telah mengandung dalam keadaan lemah, bahkan bertambah lemah, yang menandakan beratnya perjuangan seorang ibu selama mengandung. Selain itu, ia harus menyusui anaknya selama dua tahun, yang juga membutuhkan ketabahan dan kasih sayang.

Allah menegaskan bahwa selain bersyukur kepada-Nya, manusia juga harus bersyukur dan berbuat baik kepada orang tua karena mereka adalah perantara yang menyebabkan kelahirannya dan telah mengurus serta mendidiknya sejak kecil. Dengan demikian, bakti kepada orang tua adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan rasa syukur itu harus diwujudkan dalam bentuk perbuatan yang baik, kasih sayang, dan penghormatan kepada mereka.[3]

Baca...  Penafsiran Ayat Poligami dalam Surah An Nisa Ayat 3 Telaah Metode Ijmali Pada Kitab Tafsir Jalalayn

Memberikan Rezeki/Nafkah kepada Anak

Al-Qur’an menekankan pentingnya memberikan rezeki atau nafkah yang baik dan halal kepada anak-anak, sebagai bagian dari tanggung jawab orang tua. Pemberian nafkah ini bukan hanya sebatas materi, tetapi juga harus berasal dari sumber yang bersih dan halal agar keberkahannya menyertai kehidupan anak-anak kewajiban orang tua terhadap anak nya yang paling utama yaitu memberikan pendidikan akidah agama dan budi pekerti selain itu orang tua pun wajib baginya memberikan hak anak yang bersifat materi seperti sandang pangan.[4] Dijelaskan dalam Q.S. Baqarah/2: 233 Allah s.w.t berfirman:

۞ وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya: “Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Baqarah/2: 233)

Ayat di atas menjelaskan bahwa sebenarnya seorang anak mempunyai hak untuk mendapat nafkah dari orang tuanya, karena seorang suami bertanggung jawab penuh untuk tetap menafkahi isteri yang diceraikannya karena itu merupakan kewajibannya. Itu disebabkan selagi isteri masih memberi ASI kepada anaknya, maka anak tersebut mempunyai hak untuk mendapatkan nafkah dari orang tuanya. hak untuk menerima nafkah. Penerimaan nafkah dalam hal ini kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada isterinya yang telah bercerai dan masih menyusui anaknya.[5]

Ayat ini menyatakan bahwa ibu-ibu sebaiknya menyusui anak mereka selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyempurnakan masa menyusui. Ini adalah pedoman yang disarankan dalam Islam agar anak mendapat nutrisi yang baik dan perkembangan yang optimal. Dua tahun penuh dianggap sebagai waktu yang cukup untuk penyusuan yang sempurna.

Baca...  Pentingnya Membangun Pendidikan Karakter Bagi Anak Guna Membangun Generasi Muda Yang Berkualitas 

Ayat ini juga menekankan bahwa kewajiban seorang suami memberikan nafkah untuk ibu dan anaknya. Ayah bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ibu (makanan dan pakaian) selama masa menyusui ini dengan cara yang makruf atau baik sesuai kemampuan finansialnya. Jika kedua orang tua ingin menyapih sebelum dua tahun, itu diperbolehkan asalkan dilakukan dengan musyawarah dan kerelaan.

Jadi, tidak ada dosa atas keduanya asalkan mereka setuju dan ikhlas dalam keputusan tersebut. Menyusukan anak pada orang lain juga diperbolehkan, Jika orang tua ingin menyusukan anak mereka kepada orang lain (pengasuh atau ibu susu), hal itu juga diperbolehkan selama mereka membayar dengan wajar dan patut. Tidak ada dosa atau keberatan dalam hal ini selama dilakukan dengan baik.[6]

Jadi, dalam Islam, nafkah anak bukan hanya masalah kewajiban, tetapi juga amanah yang harus ditunaikan dengan penuh keikhlasan dan rasa tanggung jawab.

Memberikan Warisan kepada Anak

Pembagian warisan dalam Al-Qur’an adalah salah satu bagian dari hukum Islam yang sangat rinci dan diatur dengan tegas. Aturan ini dikenal sebagai hukum faraidh, yang mencakup hak-hak ahli waris dalam keluarga, termasuk anak-anak, orang tua, pasangan, dan kerabat lainnya. Aturan pembagian warisan kepada anak-anak misalnya dalam Surat An-Nisa’ ayat 11 Allah s.w.t berfirman:

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.146) Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S An-Nisa’ [4]: 11)

Ayat di atas merupakan salah satu ayat utama yang menjelaskan secara rinci pembagian harta warisan berdasarkan hubungan keluarga dan memberikan pedoman bagi umat Islam tentang siapa yang berhak menerima harta peninggalan seseorang dan berapa bagian yang mereka terima.

Baca...  Daulah Islamiyah dan Jejak Khulafur Rasyidin (2)

Maka adapun rincian pembagiannya sebagai berikut:

  1. Bagian Anak Laki-laki dan Perempuan:

Ayat ini mengatur bahwa bagian seorang anak laki-laki adalah dua kali lipat bagian anak perempuan. Hal ini disebabkan oleh tanggung jawab finansial yang lebih besar pada laki-laki dalam keluarga, seperti kewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya.

  1. Anak Perempuan Sebagai Pewaris Tunggal:

Jika hanya ada anak perempuan (tanpa anak laki-laki) dan jumlahnya lebih dari dua, mereka mendapat dua pertiga dari total warisan. Jika hanya ada satu anak perempuan, maka dia mendapat setengah harta.

  1. Bagian Orang Tua:

Kedua orang tua almarhum juga mendapatkan bagian. Masing-masing ayah dan ibu mendapat seperenam dari harta jika almarhum meninggalkan anak. Namun, jika tidak ada anak, bagian ibu menjadi sepertiga dari harta (sisanya untuk ayah atau kerabat lain).

  1. Jika Ada Saudara

Jika almarhum meninggalkan saudara, bagian ibu menjadi seperenam. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan saudara turut mempengaruhi bagian ahli waris lainnya.

  1. Prioritas Wasiat dan Hutang

Sebelum pembagian warisan, wasiat almarhum dan utang-utangnya harus diselesaikan terlebih dahulu.

  1. Ketetapan Ilahi

Allah menegaskan bahwa pembagian ini adalah ketetapan-Nya yang mengandung hikmah dan kebijaksanaan. Hanya Allah yang mengetahui secara pasti mana yang terbaik bagi keluarga.[7]

Ayat ini memberikan panduan praktis untuk memastikan keadilan dalam pembagian harta warisan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an.

[1] Agus Imam Kedudukan “Anak dan Relasinya dengan Orang Tua Perspektif Al-Qur’an” dalam Jurnal Diklat Keagamaan (Semarang: UIN Sunan Kalijaga,2019). vol 7. No. 2, h. 4

[2] Syeikh Muhammad Mutawalli Al-Sya`rawi, Tafsir Sya`rawi, Terj. Safir Al Azhar, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiri abadi, 2007), jilid. 14, hal. 94

[3] Syeikh Muhammad Mutawalli Al-Sya`rawi, Tafsir Sya`rawi, Terj. Safir Al Azhar, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiri abadi, 2007), jilid. 14, hal. 94

[4] Agus Imam Kedudukan “Anak dan Relasinya dengan Orang Tua Perspektif Al-Qur’an” dalam Jurnal Diklat Keagamaan (Semarang: UIN Sunan Kalijaga,2019). vol 7. No. 2, h. 4

[5] Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an & Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) Jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 203

[6] Agus Imam Kedudukan “Anak dan Relasinya dengan Orang Tua Perspektif Al-Qur’an” dalam Jurnal Diklat Keagamaan (Semarang: UIN Sunan Kalijaga,2019). vol 7. No. 2, h. 4

[7] Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an & Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) Jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 223

7 posts

About author
Mahasiswa S1 Universitas PTIQ Jakarta, Ilmu Al-Qur'an danTafsir.
Articles
Related posts
KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Manifestasi Kelembutan

2 Mins read
Di antara akhlak Nabi yang paling menonjol adalah pribadinya yang selalu lemah lembut. Semua orang yang pernah semasa dengan beliau, menggambarkan, beliau…
Keislaman

Ujian-Nya Adalah Nikmat dan Nikmat-Nya Adalah Ujian

3 Mins read
Dalam memandang kehidupan, manusia sering kali terjebak dalam paradigma yang sempit. Kita cenderung menganggap kesulitan, musibah, dan segala bentuk ujian sebagai pertanda…
Keislaman

Mengeksplorasi Berbagai Ragam Pengertian Manusia Perspektif Al-Qur’an dan Para Ulama’

3 Mins read
Akal adalah dasar dari pengetahuan, ia merupakan kebenaran tertinggi[1]. Akal ialah komponen manusia yang paling menarik, mengapa demikian? Karena dijadikan sebagai pembeda…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Halal Dan Haramnya Jual Beli Saham

Verified by MonsterInsights