Kuliahalislam.Kesultanan Malaka merupakan Kesultanan yang terletak di Semenanjung Malaka ( sekarang Malaysia). Kesultanan ini menjadi pusat perniagaan terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal abad ke-16. Kerajaan Malaka berdiri sekitar tahun 1400 Masehi.
Berdirinya Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka didirikan oleh Paramesywara yang konon merupakan seorang pangeran dari Palembang. Karena adanya perang perebutan takhta, dia mengungsi ke Tumasik (Singapura) tetapi tidak lama setelah itu dia terusir karena serangan Kerajaan Majapahit.
Setelah berkelana beberapa saat, dia menetap di Malaka yang pada saat itu masih merupakan sebuah desa kecil yang tidak berarti. Pada mulanya dia berusaha agar desa itu menjadi penting bagi nelayan dan pelaut.
Kemudian dia mulai membangun sebuah Pemukiman besar dengan dibantu oleh sejumlah orang Melayu dari Palembang yang ikut menggabungkan diri dengannya. Bahkan dengan bekerja sama dengan para perompak, dia berhasil memaksa kapal-kapal dagang yang melewati Selat Malaka singgah di pelabuhannya untuk mendapatkan surat jalan.
Penguasa Siam dan Majapahit, dua kerajaan besar pada waktu itu, merasa gelisah terhadap ulah Paramesywara ini dan berusaha merebut kekuasaan Malaka. Namun pada tahun 1405, Paremesywara berhasil meminta perlindungan kepada Kaisar Ming, penguasa Cina.
Untuk mengamankan kekuasaannya dari kerajaan-kerajaan besar lainnya, ia terus menjalin hubungan baik dengan Cina yang kemudian mengirimkan Armada tempur di bawah pimpinan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1409 dan 1414 Masehi.
Akhirnya, Paramwsywara berhasil mengembangkan Kerajaan Malaka dengan cepat dan dapat mengambil alih peranan kerajaan Sriwijaya di masa lalu.
Islamisasi Malaka
Menurut Tome Pires, seorang pengembara Portugis yang pernah melakukan perjalanan mengelilingi Nusantara pada tahun 1512-1515, menyebutkan bahwa Paramesywara masuk Islam pada usia 72 Tahun ketika menikah dengan putri raja Kesultanan Samudra Pasai. Setelah itu Paramesywra bergelar Muhammad Iskandar Syah.
Namun menurut sejarah Melayu, pengislaman Malaka pertama-tama terjadi pada raja kedua Malaka yaitu pengganti Paramesywara. Paramesywara digantikan oleh putranya yang bergelar Sri Maharaja, sebuah gelar Kerajaan Sriwijaya kuno.
Disebutkan dalam naskah abad ke-17 itu, Sri Maharaja bermimpi diajari membaca kalimat syahadat dan diberi nama Muhammad oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam mimpi itu, dia mendapatkan kabar bahwa akan datang sebuah kapal dari Arab. Ketika dia bangun, demikian hikayat itu menyebutkan, ia sudah mendapatkan dirinya sudah dikhitan.
Dia terus membaca kalimat syahadat dengan suara lantang sehingga istri-istrinya menjadi keheranan. Keesokan harinya, kapal Sayid Abdul Aziz dari Arab yang diberitakan lewat mimpi itu betul-betul datang di pelabuhan Malaka. Ketika Raja datang ke kapal, dia mendapatkan kepala Kapal sedang menunaikan salat Magrib.
Raja dengan menunggang gajah mengajak Sayyid Abdul Aziz menaiki gajahnya menuju istana. Setelah itu, dia memerintahkan semua rakyat Malaka baik yang berderajat tinggi maupun rendah menjadi Muslim. Sejak itu banyak orang masuk Islam di Malaka. Dan sejak itu pula Sri Maharaja mengubah gelarnya menjadi Sultan Muhammad Syah. Oleh para sejarawan dia sering dipandang sebagai raja Islam pertama di Malaka.
Namun saat itu sebenarnya Islam sudah mulai tersebar di kalangan rakyat terutama para pedagang. Kerajaan Samudra Pasai adalah sumber kegiatan pengislaman di Malaka. Dari Kesultanan Pasai, Islam menyebar ke semenanjung jalur perdagangan ke Malaka.
Bahkan, ketika Kerajaan Samudra Pasai sudah menjadi kerajaan yang kuat, kerajaan itu menyebarkan pengaruhnya baik politik, ekonomi maupun keagamaan sampai kedaulatan Malaya terutama Malaka. Di awal abad ke-15 penguasa Malaka belum menganut agama Islam, namun penguasa Malaka memperkenankan perkembangan agama Islam di daerahnya.
Agama Islam diberi hak-hak istimewa bahkan mereka dibangunkan sebuah masjid. Dengan masuk Islamnya raja kedua Malaka, maka Kerajaan Malaka menjadi sebuah kerajaan Islam. Meskipun secara ekonomi dan politik Malaka kemudian berkembang sangat pesat mengalahkan Kerajaan Samudra Pasai tetapi Pasai tetap dipandang sebagai sumber spiritual Malaka.
Sultan Muhammad Syah wafat pada tahun 144 yang dan digantikan oleh anaknya Ibrahim atau Abu Sa’id dengan gelar Sri Paramesywara Dewa Syah. Gelar-gelar raja kedua dan ketiga tidak mencerminkan kaum muslimin. Menurut R.O Winstedt ( seorang ahli sejarah Asia Tenggara), menyatakan hal ini menunjukkan adanya reaksi masyarakat terhadap agama baru itu. Dengan kata lain, nama-nama muslim yang bergandengan dengan nama-nama non muslim justru lebih terkenal. Penamaan ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi di Malaka sampai tiga masa pemerintahan dari tiga raja pertama Malaka pun masih belum selesai sepenuhnya.
Penelitian yang seksama menyebutkan bahwa Islam mulai berlaku di kerajaan Malaka setelah terjadinya Revolusi tanah yang dipimpin oleh beberapa orang Tamil muslim, India. Mereka berhasil membunuh raja Abu Sa’id (1444-1445), Raja Malaka yang ketiga.
Kemudian mereka mengangkat kakak sepupu raja yang bernama Kasim. Ibu Kasim adalah seorang putri saudagar kaya keturunan Tamil. Setelah naik tahta, Kasim bergelar Sultan Muzaffar Syah (1445-1459). Pada masanya, Malaka menjadi sebuah kerajaan besar dalam arti sesungguhnya. Dia berhasil meluaskan daerah kekuasaannya dengan menundukkan Pahang, Terengganu dan Pattani di Semenanjung Malaya serta Kampar dan Indragiri di Sumatera.
Sultan Muzaffar Syah meninggal dunia pada tahun 1459 M. Dia digantikan oleh putranya yang bernama Abdullah dengan gelar Sultan Mansyur Syah ( 1459-1477 M). Seperti ayahnya, dia juga berusaha dan berhasil memperluas pengaruh politik di kerajaan Malaka.
Kejayaan Kesultanan Malaka
Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Malaka meliputi Kedah, Terengganu, Pahang, Johor, Jambi, Kampar, dan Bengkalis serta pulau-pulau Carington dan Bintang ( pulau-pulau kecil yang terletak di selatan Semenanjung Malaka).
Sebagai sebuah kerajaan Islam yang kuat dan kaya, Malaka sangat berjasa dalam menyebarkan agama Islam ke seluruh negeri taklukannya. Penguasa pertama dari Pahang adalah putra Sultan Malaka. Pattani juga menerima Islam dari Malaka. Kelantan yang waktu itu berada di bawah pengaruh Pattani kemudian juga mengikuti Islam.
Demikian juga beberapa daerah di Sumatera seperti Rokan, Kampar, Siak dan Indragiri juga menerima Islam. Bahkan D.G.E Halla ( sejarawan ahli Asia Tenggara), menyatakan bahwa masuk Islam ke pulau Jawa tidak bisa lepas dari pengaruh Malaka. Pada abad ke-15 perdagangan antara Malaka dan Jawa Timur ada di tangan orang Jawa.
Di samping mendapatkan rempah-rempah dan suplai pokok berupa bahan makanan, melalui mereka Malaka berhasil pula menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, pertama-tama dengan berdirinya beberapa pemukiman muslim di pesisir Pulau itu.
Penguasa distrik-distrik pantai utara Pulau Jawa kemudian memerdekakan dia dari kekuasaan pusat Kerajaan Majapahit. Akhirnya koalisi negara-negara muslim yang dipelopori oleh Kesultanan Demak berhasil menumbangkan kerajaan Hindu itu (Majapahit) pada tahun 1527 Masehi.
Sultan Mansyur Syah diganti oleh anaknya yaitu Sultan Alauddin Raiyat Syah (1477-1488 M), dan Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M). Pada akhir abad ke-15, Malaka mempunyai kedudukan sebagai pusat perdagangan terpenting di Asia pada umumnya, di Nusantara khususnya.
Penduduk aslinya adalah bangsa Melayu yang kebanyakan hidup sebagai nelayan. Tome Pires dalam bukunya Summa Oriental menuliskan bahwa para pedagang di Malaka yang datang dari sebelah barat berasal dari Cairo, Mekah dan, Abesinia, Armenia, Goa, India, Persia, Turki, Kedah di Malaka.
Adapun pedagang yang datang ya sebelah timur berasal dari Siam, Pahang, Pattani, dan Kamboja, Cina, Campa. Sementara pedagang yang datang dari kepulauan nusantara berasal dari Maluku, Palembang, Jawa, Sunda, Jambi, Batak, Pasai, Minangkabau, sia, Banda, Bangka, Lawe, Bima dan lain sebagainya.
Biasanya para pedagang datang dari sebelah barat bermukim di sebelah utara Sungai Malaka itu daerah Upih. Pedagang berasal dari sebelah timur dan kepulauan Nusantara tinggal di daerah Hilir. Setiap bangsa diberi lokasi tersendiri untuk membangun tempat kediaman yang disebut sebagai Fondachi oleh bangsa Portugis.
Setiap kelompok berada di bawah kekuasaan seorang Syah Bandar, seorang pemuka yang ditunjuk dari kelompoknya. Setiap fondachi ada di luar yuridisi Kerajaan Malaka.Syah Bandar yang mempunyai kekuasaan serta mewakili kelompok dalam hubungan keluar.
Sebagai daerah penghasil, Malaka sebenarnya tidak begitu berarti, tetapi letak geografis yang sangat menguntungkan. Malaka merupakan jalan silang antara Asia Timur dan Asia Barat. Karena itu Malaka menjadi kerajaan yang sangat berpengaruh terhadap daerah sekitarnya.
Di beberapa daerah sekitarnya Malaka memungut pajak diantaranya daerah Minangkabau, Kampar, Siak, Riau-Lingga. Di samping maju dalam bidang ekonomi, Malaka juga mengalami kemajuan dalam bidang keislaman. Kemajuan ekonomi Malaka mengundang banyak alim ulama yang datang ke sana.
Runtuhnya Kesultanan Malaka
Malaka sebagai pusat politik Islam berakhir ketika Portugis berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511 Masehi. Sebelumnya bangsa Portugis telah berhasil mendirikan kantor dagang di Goa. Berita tentang Malaka, sebagai sebuah negara yang bercorak Islam yang demikian ramai dan maju tebetik pula sampai ke Goa.
Bangsa Portugis ingin sekali menjalin hubungan dengan Malaka. Untuk itu mereka mengirim utusan bernama Lopez Squeira pada tahun 1509 Masehi untuk bertemu dengan Sultan Mahmud Syah I. Namun Sultan sudah mendengar hal-hal buruk tentang bangsa Portugis. Oleh karena itu, Sultan Malaka ini tidak ingin menjalin hubungan baik dengan bangsa Portugis.
Utusan bangsa Portugis diusir dengan tidak hormat oleh Sultan Malaka. Oleh karena itulah kemudian Alfonso de Albuquerque, pemimpin Portugis yang berkedudukan di Goa, India memimpin bala tentara untuk mengalahkan dan menduduki Malaka. Pada waktu itu, mulainya Sultan meninggalkan kota sejauh sehari pejalan dengan membawa sejumlah pedagang Melayu berikut dengan para pejabat istana.
Sultan menganggap bahwa Alfonso hanya ingin mengambil alih harta di kota dan setelah itu kemudian pergi. Anggapan Sultan ini meleset. Bangsa Portugis justru kemudian menguasai Negeri Malaka. Perang kemudian berkecamuk antara pasukan Sultan Malaka terakhir yaitu Sultan Mahmud Syah I dengan bangsa Portugis namun Kesultanan Malaka berhasil dikalahkan.
Keturunan Raja Malaka kemudian memindahkan ibukotanya ke Johor tetapi pengaruh dan kekuatan politiknya sudah merosot jauh sekali. Kebesaran Kesultanan Malaka di masa lampau itu oleh Malaysia di masa modern dijadikan salah satu sumber inspirasi untuk lebih mengacu perkembangan ekonomi bangsa.