Malam yang disebutkan dalam Qur’an
ini adalah malam yang istimewa, karena disebutkan dengan lafaz lailatul,
demikianlah ada malam biasa, “lail” dan ada malam yang Special, “lailatul”. Ia
menjadi Special karena ini adalah malam turunnya wahyu (pencerahan hidup). Revelation
yang Special ini tentu saja dikawal oleh para malaikat lain. Pengiriman ini
langsung dikomandoi oleh ruhul amin, yakni Jibril.
siapa yang akan mendapatkan malam
tersebut? Beberapa pendapat menjawab, malam itu dapat digapai oleh siapa pun. Ada
lagi menambahkan syarat bahwa Malam itu dapat digapai oleh siapa pun namun hanya
di bulan Ramadhan. Ada lagi tambahan yang lain, yakni hanya bulan 10 terakhir Ramadhan,
ada yang mengatakan malam-malam ganjil dan lain sebagainya? Intinya, malam ini hanya
dirasakan oleh orang special juga donk?
Tentu saja orang yang pernah
merasakan malam lailatulqdar adalah nabi Muhammad SAW. Pada malam itu beliau
mendapatkan pencerahan, setelah sekian lama memikirkan ummatnya. Sebuah proses
yang tidak mudah, karena membutuhkan kesadaran ideal atas segala problematika material
dunia ini. Proses yang hanya dicapai bila iman berada di atas akal yang
terbatas ini. Bentuk kepedulian dan kecintaan inilah yang membuat beliau
didatangi oleh Jibril. Demikianlah nabi
Muhammad juga merasakan hal yang sama seperti orang-orang special terdahulu,
yakni para nabi yang pernah diutus sebelum beliau.
Ketika mendengar bahwa malam ini
adalah malam yang lebih baik dari 1000 bulan, para sahabat pun tertarik untuk
merasakannya. Sehingga mereka pun bertanya bagaimana cara mendapatkannya. Tentu
saja nabi Muhammad memberikan beberapa saran-saran kepada mereka. Terdapat
berbagai perbedaan saran dalam beberapa
riwayat, sehingga saya simpulkan; tidak peduli kapan waktunya dan entah
bagaimana caranya, pokoknya kita akan selalu berusaha mencontoh nabi untuk
mendapatkan malam tersebut. Mengapa kita tidak mencobanya di bulan ramadan,
malam yang langsung direkom nabi. Jika di bulan ramadan saja kita tidak
mendapatkannya? Bagaimana bisa kita yakin memperolehnya di bulan-bulan yang
lain?
Sudahkah kita mencoba mencontoh
perilaku nabi; perilakunya, kepeduliannya, kesadarannya, imannya? Bagaimana mungkin
ada orang yang berani mengaku mendapatkan malam lailatulqadar? Sementara nabi
pada malam itu sungguh merasa tidak siap ketika mendapatkan tanggung jawab
besar. Ketika saat itu nabi mendapatkan pencerahan, artinya beliau harus siap
dengan konsekuensi jiwa raga demi tegaknya kalimat Allah di atas muka bumi. Wallahualam…
Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa Doktoral Pendidikan Kader Ulama &
Universitas PTIQ Jakarta)