KULIAHALISLAM.COM – Kesultanan Banten memiliki peranan penting dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara, khususnya daerah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan.
Kota Banten terletak di pesisir Selat Sunda dan merupakan pintu gerbang lintas Pulau Sumatera dan Jawa. Sebelum Banten menjadi sebagai suatu Kesultanan, wilayah ini termasuk bagian dari wilayah Kerajaan Sunda (Pajajaran). Agama resmi kerajaan Pajajaran adalah Hindu.
Menurut Babad Pajajaran, proses awal masuknya Islam di Banten dimulai ketika Prabu Siliwangi yang merupakan Raja Pajajaran, sering melihat cahaya yang menyala-nyala di langit.
Untuk mencari keterangan arti dari cahaya itu, ia mengutus Prabu Kian Santang untuk mencari berita mengenai itu. Akhirnya Prabu Kian Santang sampai di Makkah.
Di Makkah, ia memperoleh berita bahwa cahaya yang dimaksud adalah cahaya Islam dan cahaya Kenabian. Prabu Kian Santang setelah kembali dari Makkah pun mengIslamkan masyarakat Kerajaan Pajajaran. Kian Santang hanya berhasil mengIslamkan sebagian masyarakat.
Sumber lain menyebutkan bahwa ketika Raden Trenggono dinobatkan sebagai Sultan Demak yang ketiga (1524) dengan gelar Sultan Trenggono, ia semakin gigih menghancurkan Portugis di Nusantara.
Di lain pihak, Pajajaran justru menjalin perjanjian persahabatan dengan Portugis sehingga mendorong Sultan Trenggono untuk segera menghancurkan Pajajaran.
Untuk itu, ia menugaskan Fatahillah, Panglima Perang Demak menyerbu Banten (bagian wilayah Pajajaran) bersama dua ribu pasukannya.
Dalam perjalanan menuju Banten, mereka singggah untuk menemui mertuanya yaitu Syarif Hidayatullah di Cirebon.
Pasukan Demak dan Cirebon bergabung di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah, Fatahillah dan Dipati Keling serta Dipati Cangkuang. Sementara itu di Pajajaran terjadi pemberontakan di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin melawan penguasa Pajajaran.
Gabungan pasukan Demak dan Cirebon bersama pasukan Maulana Hasanuddin tidak banyak mengalami kesulitan menguasai Banten.
Pada tahun 1526, Maulana Hasanuddin dan Syarif Hidayatullah berhasil merebut Banten dari Pajajaran. Kota Surosowan didirikan sebagai ibu kota Kesultanan Banten.
Pada tahun 1552, Kadipaten Banten diubah menjadi negara bagian Kesultanan Demak dengan tetap mempertahankan Maulana Hasanuddin sebagai Sultannya.
Ketika Kesultanan Demak runtuh dan diganti Pajang tahun 1568, Maulana Hasanuddin memproklamasikan Banten menjadi negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak.
Sultan Maulana Hasanuddin memerintah Banten selama 18 tahun (1552-1570). Ia memberikan andil terbesarnya dalam meletakan fondasi Islam di Nusantara.
Usaha yang telah dirintis oleh Sultan Maulana Hasanuddin dalam menyebarluaskan agama Islam dan membangun Kesultanan Banten kemudian dilanjutkan oleh Sultan-Sultan berikutnya.
Akan tetapi pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten mengalami kehancuran akibat ulah anaknya sendiri yaitu Sultan Haji yang bekerja sama dengan Kompeni Belanda.
Ketika itu Sultan Haji diserahi amanat oleh ayahnya sebagai Sultan Muda yang berkedudukan di Surosowan. Akibat kerja sama Belanda dengan Sultan Haji, terjadilah perang dahsyat antara Belanda dengan Kesultanan Banten. Perang berakhir dengan hancurnya Keraton Surosowan.
Meskipun Keraton berhasil dibangun kembali dengan megahnya melalui seorang arsitek Belanda, namun pembrontakan dari rakyat Banten tidak pernah surut.
Sultan Ageng Tirtayasa memimpin perang Griliya bersama anaknya Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf, seorang Ulama dari Makassar.
Sisa-sisa reruntuhan Keraton Surosowan (Sumber Gambar : Indonesiakaya.com) |
Sejak itu Kesultanan Banten tidak pernah sepi dari peperangan dan pemberontakan melawan Hindia Belanda hingga akhirnya Keraton Surosowan hancur untuk yang kedua kalinya pada masa Sultan Aliuddin II (1803-1808), ketika itu melawan Herman William Daendels.
Hindia Belanda berhasil menghancurkan Kesultanan Banten dan menghapus Kesultanan Banten. Perjuangan melawan kolonialisme Belanda dilanjutkan oleh rakyat Banten yang dipimpin oleh para Ulama dengan menggelorakan Perang Sabil.
Keberadaan ini berlangsung sampai Negara Republik Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya.
Hal ini terlihat dari berbagai pemberontakan yang dipimpin oleh Kiai dan dukungan oleh rakyat, antara lain peristiwa “Geger Cilegon” pada tahun 1886 di bawah pimpinan K.H Wasyid dan Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888 Masehi.
Mahkota dari Kesultanan Banten (Sumber Gambar : Museum Nasional.or.id) |
Keberadaan dan kejayaan Kesultanan Banten pada masa lalu dapat dilihat dari peninggalan sejarah seperti Masjid Agung Banten yang didirikan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin dan Mahkota Kesultanan Banten yang berlapiskan batu mulia.
Sumber : Ensiklopedia Islam Terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, Milik Negara Tidak Diperjual belikan dan dari berbagai sumber.
Oleh: Rabiul Rahman Purba, S.H