KULIAHALISLAM.COM – Karen Armstrong, seorang pakar sejarah-sejarah agama, komentator agama terbaik abad 21 dan mantan biarawati katolik Roma menyatakan Al-Qur’an bukan merupakan sebuah catatan mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, ini lebih menggambarkan Sang Pencipta daripada Sang Pembawa Pesan.
Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa selama 23 tahun, beliau menerima pesan-pesan langsung dari Tuhan yang kemudian disimpan ke dalam sebuah buku bernama Al-Qur’an. Al-Qur’an tidak datang dari surga seketika, seperti kitab Taurat atau kitab hukum yang menurut catatan Injil telah disampaikan kepada Musa AS dalam sesi mereka di Gunung Sinai.
Al-Qur’an itu jatuh ke Nabi Muhammad SAW kalimat demi kalimat, ayat demi ayat, surat demi surat. Kadang-kadang pesannya berkenaan dengan situsai khusus di Makkah atau Madinah. Dalam Al-Qur’an, Tuhan tampak menjawab beberapa pengkritik Nabi Muhammad SAW.
Setiap pesan baru dari Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi mengucapkan pesan Tuhan itu dengan suara yang keras. Kemudian, orang Muslim menghafalnya di luar kepala dan ada yang menulisnya.
Karen Armstrong menyatakan, orang Arab menemukan bahwa Al-Qur’an sangat menenangkan, tidak sama dengan literatur lain yang pernah mereka ketahui sebelumnya. Beberapa, sebagaimana kita lihat, langsung menjadi penganut Islam, percaya bahwa hanya inspirasi agung yang dapat menonjolkan bahasa yang istimewa ini.
Yang belum beralih agama merasa terpesona dan tidak tahu apa yang harus dilakukan tentang wahyu yang membingungkan ini. Kaum Muslimin mendapatkan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang menggerakan. Kata mereka, bila mereka mendengarkan Al-Qur’an, mereka merasa seperti diselimuti dimensi suara yang agung, seperti Nabi Muhammad di Gunung Hira’.
Ketika Nabi mengalami pelukan Malaikat atau seketika, kemudian, Nabi melihat sosok supranatural memenuhi seluruh langit ke mana pun Nabi memandang. Orang Barat sulit memahami ini. Orang seperti Gibbon dan Carlyle, yang rasional bersimpati kepada Islam, terpesona oleh Al-Qur’an. Ini tidak terlalu mengejutkan.
Al-Qur’an ditulis dalam bahasa yang sangat kompleks, padat dan penuh kiasan. Al-Qur’an tidak dimaksudkan untuk dibaca sebagaimana membaca buku-buku lain. Bahkan orang Arab yang mahir berbahasa Inggris pun mengatakan ketika mereka membaca Al-Qur’an terjemahan bahasa Inggrisnya, mereka seperti membaca buku yang lain.
Jika didekati secara tepat, Al-Qur’an memberi rasa kehadiran yang agung. Ini sulit dipahami oleh seseorang yang tumbuh dalam tradisi Kristen karena Kristen tidak memiliki bahasa keramat sebagaimana bahasa Sansekerta, Ibrani dan Arab bagi orang-orang Hindu, Yahudi dan Muslim.
Al-Qur’an menampilkan suatu kehadiran nyata dari kalimat Illahi di tengah-tengah kita. Kekuatan Al-Qur’an dilihat dari fakta banyaknya orang dalam Kerajaan Islam meninggalkan bahasa-bahasa mereka agar dapat mengadopsi bahasa kudus kitab suci ini.
Al-Qur’an tidak menampilkan bermacam-macam surat secara berurutan sebagaimana diucapkan Muhammad SAW. Ketika kompilasi resmi Al-Qur’an yang pertama dibuat pada tahun 650 M, kira-kira 20 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para penyunting menempatkan surat-surat yang panjang di bagian awal.
Surat-surat terpendek, termasuk yang diwahyukan pertama kali pada Nabi diletakan di bagian akhir. Ini bukan kesewenang-wenangan seperti tampaknya, karena Al-Qur’an tidak menyajikan narasi atau argumentasi yang memerlukan susunan berurutan.
Malahan kita mendapatkan pernyataan dan refleksi dari tema-tema yang bervariasi, seperti kehadiran Tuhan dalam alam, kehidupan para Nabi dan hari perhitungan akhir. Orang Barat cenderung melihat Al-Qur’an penuh pengulangan yang membosankan, karena tampak kembali ke wilayah yang sama berkali-kali.
Namun Al Quran ini tidak dirancang untuk dibaca secara mandiri, melainkan untuk dibaca sebagai ibadah. Bila Muslim mendengarkan sebuah surah dibacakan di Masjid, mereka diingatkan pada masa ajaran sentral agama mereka hanya melalui surat itu.
Bagaimanapun, non Muslim akan menemukan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber informasi yang sangat berharga tentang Nabi Muhammad SAW. Meskipun tidak dikompilasi secara resmi hingga Nabi wafat, bahan ini dapat dianggap otentik.
Selanjutnya, dalam sisi yang lain Karen Armstrong menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat berbeda dengan manusia Kristus yang sangat ideal seperti tercatat dalam ajaran-ajarannya. Orang Muslim telah mengembangkan suatu ketaatan simbolis kepada Muhammad SAW tetapi Muslim tidak pernah menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai Tuhan.
Sesunggunya, Dia hanyalah satu sosok manusia dalam sejarah lama. Nabi Muhammad SAW memliki bakat luar biasa dalam spiritual maupun politik. Nabi Muhammad SAW menciptakan sebuah masterpiece tertulis, membangun agama besar dan kekuatan dunia baru. Ia dapat menjadi sangat marah dan keras namun Ia juga bisa lembut, menghargai, rapuh dan luar biasa baik.
Kita tidak pernah membaca Yesus tertawa, namun sering kita baca tentang Nabi Muhammad SAW tersenyum dan menggoda orang-orang yang dekat dengannya. Kita melihatnya bermain-main dengan anaknya, menghadapi persoalan dengan istri-istrinya, menangis pilu ketika sahabatnya meninggal dunia, dan memamerkan bayi lelakinya seperti semua Ayah yang bangga.