Gerakan Wahabi merupakan gerakan yang tujuannya
memurnikan perilaku keagamaan umat Islam yang telah menyimpang dari tuntutan
agama yang sebenarnya. Nama gerakan ini dinisbatkan kepada Muhammad bin
Abdul Wahab.
Istilah Wahabi ini sebenarnya diberikan oleh musuh-musuh aliran
ini. Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab sendiri menyebut diri mereka dengan nama
“Al-Muslimun” atau “Al-Muwahhidun” yang artinya pendukung
ajaran yang memurnikan ketauhidan Allah. Mereka juga menyebut diri mereka
sebagai pengikut Mazhab Hanbali atau Ahl
as-Salaf.
Timbulnya gerakan ini tidak dapat dilepaskan dari
keadaan politik, perilaku keagamaan dan sosial ekonomi umat. Secara politik,
umat Islam diseluruh kawasan kekuasaan Islam berada dalam keadaan lemah.
Dinasti Turki Utsmani yang menjadi penguasa tunggal Dunia Islam pada saat itu
mengalami kemunduran dalam segala bidang.
Banyak daerah kekuasannya yang
melepaskan diri terutama daerah di daratan Eropa. Kelemahan ini juga
mengakibatkan kekacauan politik di Arab dan Persia. Keadaan ini menyebabkan
timbulnya emirat-emirat kecil yang berusaha menguasai daerah-daerah tertentu.
Di samping kelemahan politik, perilaku keagamaan umat
di masa itu merupakan faktor yang mendorong timbulnya gerakan Wahabi ini. Pada
umumnya terutama di Semenanjung Arabia telah terjadi distorsi pemahaman
Al-Qur’an.
Semangat keilmuan yang meramaikan zaman klasik telah pudar dan
digantikan dengan sikap fatalis dan kecenderungan mistis. Menurut Wahabi, tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam telah
diselubungi hhufarat dan paham kesufian.
Masjid-masjid banyak ditinggalkan karena orang lebih
cenderung menghias diri dengan azimat, penangkal penyakit, dan tasbih. Mereka
belajar pada seorang fakir atau darwis serta memuja mereka sebagai orang-orang
suci dan sebagai perantara mencapai Tuhan.
Dalam keyakinan mereka, Tuhan
terlalu jauh untuk dicapai manusia melalui pemujaan secara langsung. Tidak
hanya pada yang hidup, kepada yang matipun mereka memohon perantaraan. Sebagian
umat sudah menghilangkan akhlak yang diajarkan Al-Qur’an.
Kota Mekah dan Madinah telah menjadi tempat yang penuh
dengan penyimpangan akidah sementara ibadah Haji menjadi amalan yang ringan.
Tumbuh suburnya perilaku keagamaan yang semacam ini sesuai dengan tingkat
kesejahteraan kebanyakan umat.
Kekacauan politik telah menyababkan banyak
terjadi kejahatan. Kabilah-kabilah yang kuat menguasai perdagangan sedangkan
penduduk mengalami kekurangan. Pertanian dan peternakan yang merupakan mata
pencarian kebanyakan penduduk tidak dapat menjamin kehidupan ekonomi mereka.
Hal ini disebabkan keamanan yang rawan akibat dari
kekacauan, peperangan dan perampokan yang dilakukan kabilah-kabilah lain.
Akibatnya penduduk Nejd dan Semenanjung Arabia kebanyakan hidup dalam
kemiskinan.
Di tengah kehidupan demikian lahirlah gerakan Wahabi sebagai
gerakan keagamaan yang berusaha memurnikan agama Islam dari segala pemahaman
dan parktik yang telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Muhammad bin Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd tahun
1703 M dan wafat 1787 M di Daryah. Ia dilahirkan dari keluarga yang saleh. Pada
usia dewasa ia merantau ke beberapa daerah untuk menuntut ilmu. Selain
pengetahuan agama, ia juga mempelajari filsafat. Ia tinggal di Madinah dan
berguru kepada Syekh Abdullah bin Saif dan Syekh Muhammad Hayyat Hindi yang
merupakan Ulama penganut Mazhab Hanbali. Setelah menamatkan pelajarannya di
Madinah,ia melanjutkan pengembarannya ke Dunia Timur Islam. Ia mengunjungi
Irak, Mesir dam Suriah bahkan Persia.
Pengembaraan Muhammad bin Abdul Wahab yang
bertahun-tahun ini mmeberikan pelajaran yang berharga padanya. Timbul perotes
dalam dirinya terhadap keadaan umat Islam yang dirasakan telah jauh dari
semangat Al-Qur’an. Maka sekembalinya ia ke Nejd, ia mulai melancarkan
gagasannya untuk memperbaiki perilaku keagamaan masyarakat terutama akidah.
Konsep yang dimajukannya ternyata mendapat tantangan dari masyarakat yang
merasa tradisi agama mereka terusik.
Menyadari bahwa perubahan perilaku sosial yang
dimajukannya akan gagal, maka ia meninggalkan Nejd guna mencari dukungan
kabilah yang kuat untuk mendukung gerakannya.Kepergiannya kali ini merupakan
hijranya yang kedua. Kalau yang pertama ia untuk menuntut ilmu maka kali ini ia
pergi untuk menghimpun kekauatan guna mendukung misinya. Tujaunnya adalah
Ad-Daryah, sebelah Timur Riyadh yang dikuasai Amir Muhammad Ibn Sa’ud berserta
kabilahnya.
Muhammad Ibn Sa’ud adalah pendiri Dinasti Sa’ud yang
kini berkuasa di Arab Saudi. Ibnu Abdul Wahab memandang Amir Sa’ud sebagai
orang yang moderat dalam berpikir dan memiliki ambisi yang besar untuk
menguasai daratan Arabia. Pada tahun 1744 M digalanglah sebuah kesepakatan
antara keduanya untuk saling menolong gerakan masing-masing yang pada akhirnya
menjadi satu dalam sebuah gerakan. Inti ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin
Abdul Wahab sangat dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah. Cara persuasif yang
dilakukan Ibnu Taimiyah dalam mencetuskan ajarannya dirasakan Muhammad bin
Abdul Wahab tidak efektif. Maka ia mengambil sikap keras dengan mengambil
kekauatan.
Ada dua inti ajarannya, pertama adalah kembali kepada
ajaran yang asli yang diparktikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
Wasallam, Sahabat, dan para Tabiin. Kedua, prinsip yang berhubungan dengan
masalah Tauhid. Pemikiran yang dicetuskan Muhammad bin Abdul Wahab ini
sebenarnya reaksi terhadap suasana ketauhidan yang telah dirusak paham musyrik
bukan merupakan gerakan politik. Sebagai upaya pemurnian tauhid ini, ia
menyusun kitab At-Tauhid yang memuat pandangan-pandangannya sekitar Tauhid,
Syirik, dan masalah akidah Islam.
Dalam mengartikan ayat-ayat Al-Qur’an, Muhammad bin
Abdul Wahab terkesan Majassimah (antropomorfis) karena tidak membolehkan
Takwil. Sebenarnya ia pun menolak Tajassum (paham antropomorfisme). Ia hanya
menerima Al-Qur’an secara apa adanya dan tidak menanyakan lebih lanjut. Ia
menolak Allah memiliki sifat dan menerima sifat terlepas dari Tuhan tetapi
jangan ditanyakan bagaimana sifat itu. Dengan prinsip tauhid semacam ini, Muhammad bin Abdul Wahab menyerang
dan memberantas semua adat kebiasaan buruk yang terdapat dalam masyarakat Arab.
Menurutnya, orang yang menyembah selain Allah telah
menjadi musyrik dan boleh dibunuh. Hal yang termsuk syirik adalah meminta
pertolongan bukan lagi kepada Allah tetapi kepada Syekh, Wali atau kekauatan
gaib, Tawassul (berdoa dengan perantara Syekh Tareqat atau Wali) dengan
menyebut nama Nabi atau Malaikat, meminta Syafaat selain kepada Allah, dan
bernazar kepada selain Allah.
Untuk memurnikan Tauhid, para pengikut Muhammad bin
Abdul Wahab menghilangkan kuburan-kuburan yang biasadikunjungi masyarakat untuk
meminta syafaat dari orang yang dikuburkan. Pada tahun 1802 mereka menyerang
Karbala karena kota ini terdapat kuburan Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib
yang sangat dipuja golongan Syiah. Beberapa tahun kemudian, mereka menyerang
Madinah. Kubah-kubah yang ada di atas kuburan kota suci Madinah mereka
hancurkan. Hiasan-hiasan yang ada dikuburan makam Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam mereka rusak.
Dari Madinah mereka menuju Mekkah. Kiswah sutra yang
menutup Ka’bah dirusak karena semua itu dianggap Bid’ah. Kemajuan perkembangan
Wahabi mencemaskan Dinasti Turki Usmani. Sultan Mahmmud II (1785-1839)
memberikan perintah kepada Muhammad Ali, penguasa Dinasti Turki Usmani di Mesir
untuk mengahncurkan gerakan Wahabi. Pada tahun 1813, ekspedisi Muhammad Ali
dari Mesir dapat membebaskan Mekkah dan Madinah dari Wahabi. Gerakan Wahabi pun
semakin melemah dan memudar.
Namun gerakan Wahabi bangkit kembali pada permulaaan
abad ke-20 M karena disokong oleh Abdul Aziz Ibn Sa’ud yang dapat menduduki
Mekkah tahun 1924 M setelah itu ia mengusai Madinah dan Jiddah. Berdirilah
Kerajaan Arab Saudi dan Wahabi mempunyai kedudukan yang kuat di Arab Saudi
bahkan menyebar ke India, Sudan, Libya dan Indonesia yang dibawa melalui kaum
Paderi di Minangkabau yakni Haji Sumanik, Haji Miskin, Haji Piobang.