Ayahnya bernama Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul
Wahab bin Syekh Ahmad al-Mahdani, seorang Arab Yaman yang diangkat menjadi
Mufti negeri Kedah pada permulaan abad ke-18 M. Ibunya bernama Raden Ranti,
gadis Palembang yang diperistri oleh Syekh Abdul Jalil. Sebelumnya Syekh Abdul
Jalil memperistri Wan Zainab, putri Dato’ Sri Maharaja Dewa di Kedah.
Syekh Al-Palimbani belajar di Masjidil Haram. Gurunya
antara lain adalah Ahmad bin Abdul Mun’im ad-Damanhuri (Cendikiwan Mesir). Di
masa kecilnya di Pelembang ia mempelajari Tasawuf. Ia mempelajari Kitab At-Tuhfah
al Mursalah (Anugerah yang Diberikan) dari Syekh Abdul Rahman bin Abdul
Aziz al-Maghribi dan belajar Suluk dari Syekh Muhammad as-Samman.
Ia mengkaji kitab karangan Syekh Mustafa al-Bakiri
yang membahas tauhid dan sebelum ke Mekah, iya telah mempelajari kitab-kitab tasawuf
dari Syekh Abdur Rauf al-Jawi as-Singkili (Abdur Rauf Singkel) dan Syamsuddin
as-Sumatrani dari Aceh.
Syekh Muhammad Arsyad al-Barjari, Abdul Wahhab Bugis,
Abdur Rahman dari Jakarta dan Al-Palimbani dikenal sebagai empat serangkai dari
Indonesia yang sama-sama belajar di Mekah dan di Madinah. Ada yang menyatakan
bahwa pada tahun 1772, Al-Palimbani pulang ke tanah air, sementara ada yang
menyambutkan bahwa ia tidak pulang lagi ke Palembang setelah menyelesaikan
studinya di Mekah.
Di kalangan orang-orang Jawi (Indonesia) di Mekah dan
yang melakukan ibadah haji nama Al-Palimbani dikenal sebagai seseorang
terpelajar yang bersedia memberikan bantuan dan bimbingan bagi mereka yang
belum menguasai bahasa Arab.
Pada tahun 1774, Sultan Najmuddin yang merupakan
Sultan Palembang memintanya untuk menulis tentang hakikat iman dan hal-hal yang
dapat merusaknya. Akhirnya buku tersebut ditulis dalam bahasa Melayu dengan
judul “Tuhfah ar-Ragibin Fi Bayan Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduh Fi
Riddah al-Murtadin ( berisikan hakikat iman orang-orang Mukmin dan hal-hal
yang merusaknya karena kemurtadan) pada tahun 1774.
Di samping memberikan perhatian pada masalah keagamaan
di tanah air, Ia juga memperhatikan perkembangan politik kolonial Barat yang
ketika itu menjajah negeri-negeri Islam. Ia pernah mengirimkan dua pucuk surat
kepada Sultan Hamengku Buwono I (Sultan Mataram Yokyakarta) dan Susuhunan Prabu
Jaka alias Pangeran Singasari (Putra Amangkurat IV) tetapi surat-surat tersebut
jatuh ke tangan Belanda karena si pembawa surat itu meninggal secara mendadak.
Keprihatinan itu juga ditunjukkannya terhadap dunia
Islam pada umumnya. Oleh sebab itu lahirlah sebuah kitab yang berjudul Nasihah
al-Muslimin wa Tazkirah al-Mu’min fi Fada’il al-Jihad fi sabil Allah wa Karamah
al-Mujahidin ( Nasihat Bagi Muslimin dan Peringatan Bagi Mukminin Mengenai
Keutamaan Jihad Dijalan Allah) yang
ditulis dalam bahasa Arab tahun 1772.
Seruan jihadnya ini sampai juga kepada kaum muslimin
sedunia. Tengku Di Tiro, penulis Hikayat Perang Sabil juga mengutip dari
buku Al-Palimbani. Hal ini dilakukan karena menurut Voor Hoeve (peneliti sastra
lama), Perang Sabil atau Perang Suci merupakan spesialisasi Al-Palimbani.
Al-Palimbani juga memperingatkan bahaya kesesatan yang
diakibatkan oleh aliran-aliran tarekat seperti Tarekat Wujudiah Mulhid yang membawa banyak
kesesatan di Aceh. Agar umat terjaga dalam penghayatan keagamaan di bidang
tasawuf, ia mengikhtisarkan dua buku Imam Al-Ghazali yaitu Lubab Ihya Ulum
ad-Din (Intisari Ihya Ulum ad-Din) dan Bidayah al-Hidayah (Awal
Bagi Suatu Hidayah).
Ajaran tasawufnya merupakan penyesuaian ajaran Wahdatul
Wujud dari Ibnu Arabi dan tasawuf Imam Al-Ghazali bahwa manusia sempurna (Insan
Kamil) iyalah manusia yang memandang Hakikat yang Esa itu dalam fenomena
alam yang serba ganda dengan tingkat makrifat tinggi, sehingga mampu memandang
Allah sebagai esensi mutlak.Ia juga mengajarkan ajaran-ajaran Tarekat al-Khawatiyah
as-Sammaniyat yang menempatkan guru tarekat bukan saja sebagai pembimbing
kerohanian tetapi juga sebagai penghubung antara murid dan Tuhan yang ingin
dikenal secara langsung.
Karya Al-Palimbani adalah Zuhrah al-Murid fi Bayan
Kalimah at-Tauhid ( Berisi Uraian Tentang Kalimat Tauhid) yang berbahasa
Melayu dan ditulis di Mekah tahun 1178 H/1764 M, Al-Urwah al-Musqa wa
Silsilah Uli al-Ittiqa’ ( Tentang Wirid-Wirid) berbahasa Arab, Hidayah
as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin ( Petunjuk Jalan Bagi Orang yang
Ingin Mencapai Tingkat Muttaqin) berbahasa Melayu ditulis di Mekah tahun 1778.
Kemudian kitab Ratib ‘Abd as-Samad (Mengenai
Ratib yaitu zikir, pujian dan doa yang diamalkan setelah Isya) ditulis
berbahasa Arab, Sair as-Salikin Ila Ibadah Rabb al-Alamin (Cara Yang
Ditempuh Dalam Beribadah Kepada Allah), berbahasa Melayu ditulis tahun 1788 di
kota Taif dan Zad Al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-Alamin ( Ringkasan
Ajaran Tauhid yang Diajarkan Oleh Syekh Muhammad as Samman). Seluruh karyanya
ditulis di Hedzjaz, Mekah dan Taif antara tahun 1764-1788 M.
Ensiklopedia Islam