Penulis: Elvi Nauna Fadillah*
Selama beberapa dekade terakhir, posisi Barat sebagai pengkaji Timur yang dikenal sebagai orientalisme di dunia akademis, telah menimbulkan sejumlah masalah yang rumit. Sebagian orang menganggap Barat lebih baik daripada Timur sebagai objek penelitian, sedangkan yang lain menganggap Timur lebih buruk.
Banyak orang yang mulai skeptis terhadap Barat telah merisaukan hal ini, sehingga ada upaya untuk mencapai keseimbangan antara Barat dan Timur. Salah satu upaya ini adalah oksidentalisme, yang dikenalkan oleh intelektual Mesir Hassan Hanafi.
Hassan Hanafi, seorang filosof dan teolog Mesir yang terkenal di dunia Islam modern, aktif menulis dan berpartisipasi dalam organisasi akademik dan masyarakat. Pemikiran Hanafi secara sosiologis terbentuk (socially constructed) melalui suatu proses yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi sosial-politik serta situasi gerakan intelektual di Mesir dan Perancis.
Sebagai seorang pemikir, Hanafi merasa gelisah dengan kenyataan yang dia hadapi mengenai dominasi dunia Barat terhadap dunia Timur, terutama Islam. Sehingga Hanafi memberikan responnya terhadap barat, yaitu oksidentalisme.
Apa Itu Oksidentalisme ?
Secara etimologi Oksidental berasal dari bahasa Inggris, ”Occident” yang berarti negeri barat. Oksidentalisme merupakan suatu kajian yang berfokus pada segala sesuatu yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan masyarakat barat.
Sedangkan menurut Hanafi oksidentalisme berarti mengkaji Barat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia Barat baik itu budaya, ilmu dan aspek lainnya yang ditinjau dari sudut pandang Timur. Ini adalah upaya Hassan Hanafi untuk mengkaji barat dari sudut pandang timur, sehingga ada keseimbangan dalam proses pembelajaran antara kulon dan wetan (barat dan timur).
Sejarah munculnya oksidentalisme tidak dapat dipisahkan dari kecemerlangan peradaban Islam dan masa kegelapan peradaban Barat. Peradaban Islam yang berkembang pesat telah mengubah Timur yang dulunya primitif dan terbelakang menjadi negara yang maju dalam hal agama, pemerintahan, politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Kondisi seperti ini mendorong para ilmuwan Barat untuk menyelidiki dunia Timur, termasuk agama, masyarakat, dan peradabannya.
Buku yang ditulis oleh Hasan Hanafi yaitu Muqaddimah fi‘Ilmi al-Istighrab, menawarkan oksidentalisme sebagai lawan atau tandingan dari orientalisme. Diproyeksikan bahwa oksidentalisme akan menjadi penelitian yang memfokuskan pada Barat. Perkembangan, budaya, tradisi, dan strukturnya adalah bagian dari apa yang dipelajari dari Barat. Selain itu, tujuan Oksidentalisme adalah untuk menghapus dominasi Barat atas Timur, yaitu Islam.
Salah satu tujuan dari oksidentalisme adalah untuk menuntut pembebasan dari cengkeraman kolonialisme orientalis. Oksidentalisme yang dikenalkan oleh Hasan Hanafi lebih bersih, netral dan objektif daripada orientasi orientalisme.
Oksidentalisme hanya menuntut keseimbangan akan kebudayaan dan kekuatan yang selama ini barat diposisikan sebagai pusat yang lebih dominan. Oksidentalisme berharap mitos Barat sebagai representasi dunia tunggal akan berakhir. Karena masih banyak sekali anggapan bahwa Barat sebagai pusat kekuatan dunia, ilmu pengetahuan, gaya hidup, ekonomi, dan peradaban.
Oksidentalisme yang dibawa oleh Hasan Hanafi memperjuangkan netralitas perspektif antara ego (Timur) dengan the other (Barat). Kedua hubungan harus dikeluarkan dari hierarkinya yang superior dan inferior menuju model dialektika yang berimbang. Untuk menghindari relasi hegemonik dan dominatif dunia Barat atas dunia Timur, mereka ingin menjalin hubungan dialektis yang saling mengisi dan saling kritis.
Melalui oksidentalisme, Hanafi mencoba mengambil peran yang berimbang: ego Barat yang dulunya berperan sebagai pengkaji, sekarang menjadi subjek yang dikaji, dan the other Timur sekarang menjadi subyek pengkaji. Oleh karena itu, dialektika ego dengan yang lain secara otomatis akan berubah dari dialektika Barat dan Timur menjadi dialektika Timur dan Barat. Oksidentalisme berjuang untuk mengurai inferioritas sejarah hubungan ego dengan the other Barat dan Timur.
Dengan oksidentalisme, Timur diharapkan tidak lagi merasa inferior di hadapan Barat dalam hal bahasa, peradaban, budaya, ideologi, bahkan ilmu pengetahuan.
Dalam implementasinya, oksidentalisme Hasan Hanafi merupakan agenda kedua dari proyek “Tradisi dan Pembaharuan” yang dia kampanyekan. Secara umum, ketiga agenda tersebut meliputi 1) sikap kita terhadap tradisi lama, 2) sikap kita terhadap tradisi Barat, dan 3) sikap kita terhadap realitas.
Ketiga agenda tersebut pada dasarnya mengarahkan bagaimana umat Islam, yang telah terbius oleh magis Barat selama bertahun-tahun, memiliki kesempatan untuk mengubah hubungan antara Islam dan Barat menjadi lebih proporsional.
Oleh karena itu, diharapkan bahwa ide oksidentalisme Hanafi akan berfungsi sebagai upaya untuk menyeimbangkan Timur dengan Barat melalui prinsip hubungan yang egaliter, transformatif, dan ilmiah.
*) Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya Prodi Aqidah Filsafat Islam.