Penulis: Miftakhul Huda Arrofi’*
Dewasa ini, kemunculan berbagai moda transportasi tidak lain berperan untuk dapat mempermudah mobilitas sehingga dapat menunjang efektifitas dan efisiensi. Moda transportasi yang muncul juga sangatlah beragam jenisnya. Seiring dengan penggunaan moda transportasi yang begitu intensif, hal ini menyebabkan permasalahan dengan tingginya angka kasus kecelakaan lalu lintas.
Pada tahun 2022, angka kecelakaan lalu lintas di Solo mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni sekitar 38 persen. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Iwan Suktiadi, Kapolresta Surakarta, yang saya kutip dari solopos (12/07/2023), yang menyatakan bahwa “Angka kecelakaan memang meningkat sekitar sekitar 38,31 persen. Karena itu kami menghimbau agar para pengguna jalan mematuhi aturan lalu lintas.”
Banyaknya kasus kecelakaan lalu lintas ini disebabkan oleh beberapa faktor yang begitu kompleks dan saling berkaitan, diantaranya seperti faktor manusia, faktor jalan atau lingkungan dan juga faktor kendaraan, dimana ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Dari beberapa kejadian, faktor manusia yang mendominasi daripada beberapa faktor penyebab kecelakaan yang lainnya. Faktor manusia yang umumnya menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas, itu terjadi karena perilaku yang salah satunya dengan banyaknya pelanggaran rambu- rambu dan peraturan lalu lintas.
Peraturan lalu lintas yang tercantum dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berisi tentang aturan berperilaku seseorang ketika berkendara secara tidak langsung telah menjadi sebuah instrumen ketertiban sosial yang berlaku pada masyarakat Indonesia.
Ketertiban sosial ada yang secara struktural dimana telah dikonkritkan atau dilembagakan dalam undang- undang dan juga secara kultural yang berupa norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Ketertiban sosial yang berlaku telah berkembang oleh beberapa norma dan nilai-nilai yang dipegang dan di anggap benar oleh masyarakat.
Norma atau nilai- nilai ini muncul dari berbagai faktor, seperti: ajaran agama dan adat kebudayaan. Tidak hanya dipengaruhi oleh masyararakat itu sendiri, ketertiban sosial juga dapat dipengaruhi oleh satuan kelompok yang lebih besar yaitu pemerintah, seperti contoh kasus yang ada diatas. Wewenang pemerintah disini dapat mengatur ketertiban yang berlaku pada rakyat nya guna menjaga stabilitas negara.
Agama Sebagai Sistem Sosial
Agama selain sebagai sistem kepercayaan, agama juga merupakan sistem sosial. Hubungan yang terjadi tidak hanya hamba dengan Tuhan lewat ritual sakral saja, namun juga hubungan antara manusia antar satu sama lain dan bahkan juga pada alam. Dalam hal ini orientasi kehidupan beragama, tidak hanya mementingkan salah satu aspek kehidupan saja, baik akhirat maupun dunia, tetapi keduanya berjalan beriringan.
Kontribusi pembentukan sistem sosial oleh agama ini berkaitan dengan ajaran agama yang telah ada, persepsi masyarakat tentang perilaku akan terbentuk baik maupun tidak baik ketika hal tersebut sejalan dengan ajaran agama. Pemahaman agama yang begitu luas, kiranya mampu dalam mengatur kehidupan manusia.
Tetapi oleh sebagian orang awam, peraturan atau hukum yang ada pada agama itu dinilai memiliki sifat yang alot, kaku, dan absolut. Memang dalam urusan ajaran-ajaran pokok hukum agama itu tidak dapat diubah-ubah atau kaku, dalam Islam dikenal istilah syariah. Namun presentase ini sedikit daripada hukum agama yang sifatnya itu dinamis.
Ketertiban Sosial Lewat Agama
Mengenai persoalan diatas, saya ingat dengan perkataan Cak Nur (Alm) yang ada dalam buku yang berjudul “Nalar Kritis Pendidikan”, dengan nada sedikit marah yang mengatakan “Jangan kira Tuhan tidak marah ketika kita melanggar rambu-rambu lalu lintas.”
Secara sadar atau tidak masyarakat mungkin kerap kali lupa dengan pernyataan Cak Nur diatas, ruang lingkup aturan lalu lintas dan segala pelanggarannya sering kali dinilai hanya berorientasi pada dunia yang tanpa ada keterkaitan dengan tuhan ataupun agama.
Jika kita melihat beberapa ayat pada Alquran, seperti dalam QS. An-Nisa’ ayat 59, yang terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Subtansi dari ayat diatas berkaitan dengan pemaknaan aturan lalu intas sudah jelas, bahwa Allah SWT telah memerintahkan kita untuk mematuhi ulil amri atau pemimpin atau pemerintah selama mengajak pada kemaslahatan. Dalam hal ini aturan lalu lintas yang telah disusun oleh pemerintah haruslah kita patuhi, karena hal ini mengajak pada kemaslahatan dan ketertiban sosial.
Hukum dan aturan agama telah jelas mengatur tentang ketertiban sosial. Tidak sedikit pula masyarakat sebagai penganut agama yang tidak mengetahui tentang hukum agama yang berkenaan sosial ini. Namun, kebanyakan masyarakat sebagai penganut agama belum dapat meimplikasikan ajaran agama tersebut atau dalam kata lain masih banyak penganut agama yang melanggar dan meremehkan ajaran agama.
Padahal hukum dan aturan agama adalah wajib untuk dilaksanakan bagi penganutnya, dalam hal ini bersifat mengikat. Maka, kesadaran beragama seseorang menjadi sangat penting dalam persoalan ini. Dengan masyarakat yang patuh dan taat menjalankan ajaran agama, maka secara jelas telah mewujudkan ketertiban sosial.
*) Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, pegiat di UKM LPM Dinamika.