KeislamanSejarah

Tarekat Maulawiah di Turki

5 Mins read

Kuliahalislam.Terekat Maulawiah merupakan tarekat persaudaraan tasawuf yang muncul di Anatolia (Asia Kecil), Turki pada abad ke-13 dan berpusat di Konya (Turki). Tarekat ini oleh penulis penulis Barat disebut ordo para Darwis ( penganut Sufi) yang menari atau yang berputar. Nama Maulawiah dinisbatkan kepada Maulana Jalaluddin ar-Rumi (Balkh, Afghanistan, 604 H/ 30 September 1207 M-Konya, Turki, 672 H/1273 M) yang mengilhami dan sekaligus pendiri tarekat ini.

Maulana (Turki ; mevlana) merupakan gelar kehormatan seorang Sufi penyair. Nama Maulawiah mula-mula diperkenalkan oleh murid-murid Maulana Jalaluddin Ar-Rumi yang menyalin karyanya yang berjudul “al-Masnawi”, sajak didaktik tasawuf yang disebut Jami’ (bahasa Pahlavi atau bahasa Persia = Al-Qur’an) dengan menyebut diri mereka sebagai Maulawi ( dalam bahasa Turki disebut Mevlavi), yakni sebutan atau gelar kehormatan bagi murid-murid Tarekat Maulawiah.

Menurut Ibnu Batutah, Tarekat Maulawiah disebut dengan nama Tarekat al-Jalaliah, dinisbatkan kepada Jalaluddin Ar-Rumi. Jalaluddin Ar-Rumi berasal dari keluarga nenek moyangnya yang memang sudah menetap di Balkh. Keluarga ini mengaku keturunan dari Khalifah Abu Bakar As Siddiq. Ayahnya bernama Bahauddin Walad Muhammad bin Husin ( wafat di Konya, Asia Kecil, 628 H/1230 M), seorang teolog terkemuka dengan kecenderungan mistik atau tasawuf. Ia menjadi pembimbing rohani di Istana Dinasti Seljuk Barat (Rum) di masa Sultan Alauddin Kaykobad. Setelah ayahnya meninggal, Jalaludin menggantikan ayahnya mengajar di Madrasah istana.

Tahun 1219, Jalaluddin ar-Rumi bersama ayahnya meninggalkan Balkh dan mengembara di beberapa kota seperti Baghdad, Mekah, Damaskus, Malatya (Turki), Arzanjan, dan Laranda (Kirman, Iran Tenggara) dan terakhir menetap di Konya ( sekitar 623 H/1226 M atau 625 H/1227 M).

Ada beberapa versi tentang sebab kepindahan mereka dari Balkh. Ada pendapat yang menyatakan bahwa karena Bahauddin Walad dimurkai oleh penguasa (Syah) Khawarizmi, Muhammad Qutbuddin. Ada pula yang berpendapat karena mendapat Ilham dari Tuhan. Menurut Reynold Alleyne Nicholson, ahli mistisme dalam Islam dan Annemarie Schimel menyebutkan bahwa Bahauddin Walad bersama ribuan orang lainnya meninggalkan Balkh karena takut pada serangan bangsa Mongol pimpinan Jengis Khan yang sudah menjarah beberapa negeri di Khurasan dan sudah hampir memasuki Balkh. Dalam pengembaraan ini, Jalauddin ar-Rumi menikah di Laranda (Kirman) dan mempunyai seorang putra bernama Sultan Bahauddin Walad, lahir tahun 1226 M.

Jalaluddin ar-Rumi mulai tertarik pada tasawuf melalui pengaruh Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi ( wafat 1240 M), bekas murid ayahnya di Balkh yang datang ke Konya. Dari Burhanuddin dia belajar pemikiran tasawuf cara mendalam untuk mencapai persatuan dengan Tuhan. Sepeninggal Burhanuddin, Jaluluddin ar-Rumi menggantikannya sebagai Syekh.

Pada tahun 1244 M, Jalaluddin ar -Rumi berkenalan dengan seorang Darwis kelana (pengembara) yaitu Syamsuddin at-Tabrizi, yang kemudian menjadi guru tasawufnya yang amat dicintainya. Ketika gurunya wafat, ia menulis Diwan Shams-i Tabriz, kumpulan syair sebagai penghormatan, ungkapan kesedihan dan duka cita yang mendalam kepada Syamsuddin at-Tabrizi.

Selanjutnya dia menjalin hubungan kasih secara mistik dengan Salahuddin Zarkub, khalifahnya yang mengajarkan ritual Tarekat Maulawiah. Ketika Salahuddin meninggal tahun 1261 M, Jalaluddin Ar -Rumi menunjuk Husanuddin Hasan bin Muhammad bin Hasan bin Akhi Turk, sebagai penggantinya.

Kemudian Husanuddin inilah yang memberikan inspirasi kepada Jalaluddin ar-Rumi untuk menulis al-Masnawi. Selanjutnya Hasanuddin meminta kepada gurunya agar membuat karya tasawuf lebih dari karya Fariduddin Attar (513-627 H/1119-1230 M) dan Abu al-Majd Majdud Sanai, keduanya ahli tasawuf dari Persia (Iran).

Akhirnya Husanuddin diberi tugas untuk menulis baris-baris sajak Jalaluddin Ar -Rumi yang diucapkannya ketika sedang berjalan-jalan, duduk atau sedang mandi. Oleh sebab itu dia menyebut kitab al-Masnawi dengan kitab Husam, karena dia mengibaratkan dirinya sebagai seruling di bibir Husanuddin yang menyandungkan musik yang mengharukan.

Karya sastra tasawuf yang dihasilkan Jalaluddin ar-Rumi dalam Al-Masnawi lebih dari 25.000 baris yang terbagi menjadi 6 jilid, disusun selama 14 tahun. Karyanya yang lain adalah kumpulan prosa “Fihi ma fihi” dan sejumlah surat. Sepeninggal Jalaluddin ar-Rumi, Husanuddin menjadi Syekh yang memimpin Tarekat Maulawiah sampai tahun 1284 M. Setelah itu, pimpinan beralih ke tangan Sultan Walad, putra Jalaluddin ar-Rumi, yang kemudian mengatur ritual tari-tarian dan pengukuhan hirarki tarekat.

Dia juga menyusun buku yaitu Ma’arif, Ibtida Name, Intiha Name, dan Rabab Name, semuanya dalam bahasa Persia sebagai ulasan dari karya-karya ayahnya. Tarekat ini mempraktekkan ritual Sama’ ( tarian berputar para Darwis) yang biasanya diadakan selesai salat Jumat. Para Darwis dalam ritual ini memakai pakaian khusus yang terdiri dari sebuah topi (sikke), baju panjang putih tanpa lengan (tennure), jaket berlengan panjang (destegul), ikat pinggang (elif lam-end) dan sebuah mantel hitam (khirqe)

Khirqe ini dilepas sebelum upacara Sama’. Tarian mistik ini diiringi musik dan nyanyian. Dalam upacara tersebut Syekh berdiri di sudut yang paling terhormat dan para Darwis melewatinya sebanyak tiga kali. Setiap kali lewat mereka saling memberi salam sampai akhirnya gerakan berputar-putar dimulai. Gerakan ini dilakukan dengan kaki dan tangan yang kecepatannya semakin meningkat.

Bila seorang Darwis menjadi sangat bergairah, seorang Darwis lainnya buat tugas mengatur penyelenggaraan akan menyentuh perlahan-lahan bajunya, supaya gerakan tariannya terkendali. Tarian ini dimulai dengan nyanyian pujian untuk menghormati Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan berakhir dengan nyanyian pendek dengan penuh semangat yang kadang-kadang dinyanyikan dalam bahasa Turki.

Jalaluddin ar-Rumi mengibaratkan gerakan putra tarian para Darwis ini seperti pembuat anggur yang menginjak buat anggur sehingga tercipta anggur rohani. Sama’, menurutnya adalah makanan rohani Seperti dzikir yang di dalamnya manusia berputar mengitari pusat gaya berat rohani yaitu Tuhan. Upacara Ini diadakan di Tekye (tekke), tempat ibadah sufi Maulawiah.

Sebelum kegiatan ini dilarang oleh Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1925, Tekye ini banyak terdapat di Istambul dan Konya. Namun pada tahun 1954, upacara Sama’ di perkenankan kembali oleh pemerintah Turki. Pemimpin tertinggi tarekat ini digelari dengan beberapa nama yaitu Mulla Khunkar, Hadret-i Pir, Celebi Mulla, dan Aziz Efendi.

Seorang pimpinan dibantu oleh seorang wakil. Orang yang ingin menjadi anggota Terekat Maulawiah disyaratkan harus menjalani latihan selama 1.001 hari, dibagi pada periode-periode 40 hari. Selama latihan, calon harus mempelajari al-Masnawi dengan pembacaan yang benar, teknik tarian berputar dan silsilah tarekat dari mulai dan silsilah tarekat, mulai dari gurunya sampai kepada generasi-generasi sebelumbnya yang berakhir padahal Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Setelah latihan berakhir, pemula diberi pakaian resmi di Tekye dan diperintahkan terus menjalankan praktik-praktik tarekat sampai dia yakin dirinya sanggup berhubungan dengan Tuhan melalui tarian putar, khalwat ( pengasingan diri) dan musik. Tarekat Maulawiah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Dinasti Turki Usmani (Kerajaan Ottoman) dan kalangan seniman.

Disebutkan bahwa semenjak tahun 1648 M, pemimpin Tarekat Maulawiah mendapat hak istimewa memakaikan pedang kepada seorang sultan yang baru dilantik. Para Sultan nampaknya mendekati Tarekat Maulawiah untuk menghadapi penganut Tarekat Bektasyi ( aliran tarekat tertua yang berpengaruh di Turki) yang mendukung pasukan Janissary melawan pemerintah Dinasti Turki Usmani.

Selain itu juga untuk menghadapi ulama yang mendukung perlakuan istimewa masyarakat muslim yang lebih dari kaum Zimmi. Sultan Abdul Aziz (1861-1876 M) dan Sultan Muhammad Rasyad ( Muhammad V, memerintah tahun 1909- 1918), keduanya merupakan Sultan Dinasti Turki Usmani, yang tercatat sebagai anggota Tarekat Maulawiah.

Pada tahun 1634, Sultan Murad IV (Kerajaan Turki Usmani, yang memerintah tahun 1623-1640 M) memberikan Kharaj ( dana yang dikumpulkan dari umat Islam untuk membiayai kegiatan Tarekat Maulaiwah) dari Konya untuk Tarekat Maulawiah. Tarekat ini tersebar di Istambul pada zaman Sultan Ibrahim (Dinasti Turki Usmani, yang memerintah tahun 1640-1648 M).

Di Istanbul dan sekitarnya terdapat tiga Maulawikhana (tempat kegiatan utama Tarekat Maulawiah) dan satu Tekye. Maulawikhana juga disebutkan terdapat di Konya, Manisa, Qarahisar, Bahariya, Cairo, Gallipoli, dan Brusa. Tekye yang lebih kecil banyak terdapat di daerah Turki Usmani sampai Mesir dan Suriah. Pada waktu Mustafa Kemal berkuasa, dia mengeluarkan Dekrit 4 Desember 1925 yang isinya menutup semua Tekye di Turki dan melarang aktivitas tarekat tersebut serta mengubah Malawiakhana di Konya menjadi museum.

Namun demikian pengikut tarekat ini mesti menjalankan kegiatan secara diam-diam. ribuan orang Turki masih tetap menghormati Maulana Jalauddin ar-Rumi dan menjauhi kuburannya. Pesta peringatan hari kematian Jalaluddin ar-Rumi setiap tahun tetap diperingati secara besar-besaran. Tahun 1954 tarekat ini diizinkan kembali melaksanakan kegiatannya. Hal ini dirayakan dengan melaksanakan ritual Sama’ di Konya.

195 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanPendidikan

Mahmud Yunus Tokoh Pendidikan Indonesia

4 Mins read
Kuliahalislam.H. Mahmud Yunus (Batusangkar, Sumatera Barat, 10 Februari 1899-Jakarta, 16 Januari 1982). Ia adalah Ulama, tokoh pendidikan Islam Indonesia yang gigih memperjuangkan…
KeislamanSejarah

Mengenal Mukmim Jawi Di Arab

3 Mins read
Kuliahalislam.Mukmin Jawi adalah orang-orang Islam yang berasal dari Asia Tenggara ( Indonesia, Malaysia, Pattani ( sekarang Thailand Selatan), Filipina, Singapura dan Brunei…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I'tiqad : Sesat Pikir Karena Asosiasi

3 Mins read
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad : Sesat Pikir Karena Asosiasi. Kita ketahui bersama bahwa pandangan akidah Asy’ariyah mengenai soal af’alullah (tindakan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights