Esai

Tuhan Dan Gejolak Manusia

3 Mins read

KULIAHALISLAM.COM – Saat ini, dalam era modernitas yang bergerak cepat semakin membesar perkembangan teknologi informasi komunikasi yang canggih, ilmu pengetahuan, kreasi inovasi dan wawasan yang luar dahsyat bagi penunjang aktivitas kehidupan umat manusia dan warga beragama atau bermasyarakat negara sehari-harinya.

Namun, berkaitan dengan perkembangan tersebut selalu memberikan dampak negatif dan positif, dampak kerusakan atau kemajuan, bagi nasib hajat hidup antar umat manusia seluruhnya. Sepenuhnya bergantung kepada penggunaan keahlian tangan manusia dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk perubahan kemajuan wilayah sekitarnya.

Sebab, muara dari segala teknologi informasi komunikasi itu berawal kreasi inovasi umat manusia dalam memanfaatkan kecerdasan ilmu pengetahuan dan wawasan yang dahsyat.

Orang tua membunuh anak-anaknya, anaknya membunuh orang tuanya, suami membunuh istrinya dan istri membunuh suaminya. Pemimpin-pemimpin membunuh rakyatnya, pejabat-pejabat publik menindas warganya. Begitupun seterusnya. Jadi, orang-orang mudah sekali bertindak karena hasrat nafsu syahwat yang menguasai dirinya, pengaruh bisikan setan dan iblis yang menggoda dirinya.

Oleh karena itu, memang umat manusia secara naluriah batiniah memiliki suatu kepercayaan/keimanan akan eksistensi Tuhan dalam dirinya masing-masing, sebagai sesuatu yang di pandang sakralitas, mulia, luhur dan tinggi.

Tetapi itu diyakini hanya sekedar ritualistik dan seremonial belaka saja tidak mampu dijiwai sebagai keyakinan murni untuk menyembah dan menghayati nilai-nilai ajaran luhur agama dalam jalan aktivitas kehidupan sehari-harinya.

Ajaran-ajaran mulia dalam kitab suci Al-Quran, ayat-ayat, hadits nabi dan fatwa ulama hanya dipakai sebagai pemanis bibir belaka, saat khotbah, ceramah, tausyiah dan takziah, digunakan sebagai membentengi diri sendiri, merasa diri paling suci mulia, dan terhindar dari ancaman atau perkataan khalayak awam.

Tetapi tidak mampu diejawantahkan menjadi sesuatu prinsip ajaran dalam praktek hidup interaksi aktivitas sesama manusia, umat beragama dan warga masyarakat sehari-hari.

Baca...  KATA KITA: Perlukah Renaissance Sistem Pendidikan Islam di Indonesia?

Karena mereka tidak memiliki keyakinan yang mendalam pada akal fikiran dan menancap kuat dalam hati nurani sanubari, maka mereka mudah saja berbuat kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme, menyebarkan ancaman ketakutan, kebencian, fitnah, adu domba, saling mencaci-maki, mengolok-olok, mengejek-ejek dan menindas rendahkan martabat manusia, lebih-lebih berbuat kezaliman, kriminalitas dan brutalitas sadisme dalam kondisi sendiri maupun bersama, sepi maupun ramai, gelap sunyi maupun cahaya terang, privasi maupun publik, lingkaran keluarga maupun negara.

Dengan kata lain, bahwa sebahagian besar umat manusia cenderung berbuat kejahatan adalah karena merasa tidak ada sesuatu yang sakralitas seperti eksistensi Tuhan Allah SWT yang mengawasi, menjaga dan menghukum untuk memberikan konsekuensi hukum secara langsung, tindakan dosa dan celaka merugikan antar sesama manusia dan warga masyarakat lainnya. Sehingga, umat manusia bertindak secara semau-maunya, seenak-enaknya dan sewenang-wenangnya melampaui batas norma agama dan moralitas etika demi memenuhi hasrat materials harta benda kekayaan dan tahta jabatan kekuasaan strategis dilingkungan aktivitas kehidupan beragama sehari-harinya.

Apalagi cenderung mengarah kepada tindakan ancaman membabi-buta, konflik kekerasan, pembunuhan, kriminalitas, brutalitas, sadisme dan peperangan yang massif berkelanjutan.

Watak Manusia

Dalam kondisi suasana yang normal, biasa dan baik-baik saja, umat manusia hidup dengan penuh gairah semangat kebebasan berbicara, berpendapat, berekspresi, dan berkarya sesuai minat bakat dan potensial masing-masing, menggunakan kompetensi pengetahuan untuk mengasah kemampuan berkreasi kontribusi memajukan masyarakat dan negara Bangsa.

Sebahagian besar umat manusia hidup di dunia ini cenderung berlagak semau-maunya, seenak-enaknya dan sewenang-wenangnya. Larut dalam suasana dramatisasi, halusinasi, dan imajinasi luas yang dibayangkan dalam interaksi aktivitas kehidupan sehari-harinya.

Namun, ketika dalam kondisi bencana alam semesta yang menimpa , krisis darurat yang menerjang, kesusahan atau kesulitan yang dihadapinya maka umat manusia tersebut untuk mencari eksistensi Tuhan, menyebut nama-nama Tuhan, dan bahkan ingin segera beribadah menyembah, memohon ampunan, dan bertaubat menuju jalan kebenaran Tuhan.

Baca...  Refleksi Hari Santri dan Kepemudaan

Dengan demikian, umat manusia di dunia yang mengklaim diri sebagai makhluk beragama sekalipun cenderung berbuat sesuatu yang melenceng dengan keyakinan dan pandangan hidupnya. Manusia berekpresi dan bertindak sesuai dengan keuntungan hidup yang di dapatkannya. Jika mereka diberikan rezeki, karunia dan harta benda, kekayaan, dan tahta kekuasaan maka mereka akan merasa bangga, nyaman, sok berkuasa dan mengendalikan manusia lainnya. Namun, jika mereka dalam kondisi kesusahan atau kesulitan material dalam hidup maka mereka akan merasa lemah, mengeluh, keluh kesah, kufur dan beringas.

Karena itu, fenomena yang semakin krusial lagi ditengah aktivitas kehidupan beragama adalah nampak sebahagian besar umat manusia yang menggunakan ayat-ayat dan hadits nabi untuk melanggengkan kekuasaan, membentengi diri lingkaran dinastik oligarkis, dan menjaga akses di lembaga birokrasi pemerintahan dan negara.

Menyalahgunakan kekuasaan, kewenangan dan otoritas, menyelewengkan kedudukan posisi, tahta dan jabatan, dan menggunakan kepentingan politik untuk menindas rendahkan harkat martabat sesama umat manusia dan warga masyarakat dilingkungan bernegara.

Antar umat beragama saling menebar konflik, kekerasan dan peperangan atas nama Tuhan, atas nama Agama, memakai ayat-ayat kitab suci dan hadits nabi sebagai motiv landasan melakukan tindakan diskriminasi, kriminalitas, pembunuhan dan sadisme antar kelompok beragama maupun komunitas masyarakat lain.

Maknanya bahwa, umat manusia dalam menjalankan ajaran agama di dunia ini hanya mengenal eksistensi Tuhan pada sebatas ritualistik simbolik belaka, sekedar festival seremonial yang hampa makna semata. Eksistensi Tuhan hanya di sembahkan, di agungkan, dan diseruakan di rumah ibadah, mesjid, gereja, vihara, sinagog, dan sebagainya. Tetapi, tidak mampu di pahami sebagai alam fikiran yang dapat menjiwai dalam laku hidup yang menuntun jalan hidup umat manusia menuju arah yang lebih baik dan bermartabat.

77 posts

About author
Alumni Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kuliah Al-Islam
Articles
Related posts
Esai

Makna Bekerja Perspektif Warga Bima

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Kerja adalah sesuatu hal yang mendasar dan penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di lingkungan sekitar maupun dunia. Sebab, ketika…
Esai

Makna Manusia Hidup Bermasyarakat

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Dalam kehidupan setiap berkeluarga proses Internalisasi nilai-nilai luhur berjalan secara dinamis dialektis, secara hierarkis maupun heterarkis, secara monologis maupun dialogis….
Esai

Warga Dalam Krisis Norma Etika

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Hidup umat manusia ditengah masyarakat dunia saat ini, sudah terbuai oleh beragam keinginan hawa nafsu syahwat, fatamorgana duniawi yang fana….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights