Wahai kalian yang rindu kemenangan,
Wahai kalian yang turun kejalan,
Demi mempersembahkan jiwa dan raga,
Untuk negeri tercinta.
Mengutip sepenggal syair dari sebuah lagu perjuangan “Totalitas Perjuangan” yang biasa dikumandangkan oleh mahasiswa. Lagu yang begitu menggetarkan pelantunnya manakala ia benar-benar mampu meresapi esensi dari tiap-tiap syair yang ada di dalamnya.
Lagu yang setia menemani mahasiswa dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin muda, melaksanakan fungsinya sebagai penyalur suara kaum-kaum tertindas, lagu yang mampu membangkitkan semangat perjuangan para mahasiswa.
Namun, masihkah syair-syair yang tersurat didalam lagu ini mampu menggambarkan kondisi realitas sosial kemahasiswaan kita saat ini? Saya berasumsi bahwa nampaknya situasi sosial politik gerakan kemahasiswaan telah mengalami perubahan yang begitu signifikan.
Tahun 1998 kita ketahui bersama, mahasiswa telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah gerakan mahasiswa, yaitu meruntuhkan rezim orde baru yang pada saat itu Indonesia dipimpin oleh Ir.Soeharto. Krisis moneter yang mencekik Indonesia, korupsi kolusi nepotisme dikalangan pejabat yang merajalela menjadikan mahasiswa geram dan resistensi terhadap permasalahan itu.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan oleh mahasiswa kala itu, elemen mahasiswa dari seluruh Indonesia bersatu dan mengepung gedung DPR/MPR RI. Bentrok fisik dengan petugas keamanan tak bisa dihindarkan, bahkan tidak sedikit kawan mahasiswa yang cedera atau bahkan meninggal saat itu.
Dan puncaknya adalah dengan mundurnya presiden Soeharto dari posisi presiden RI tahun 1998. Dan kini 27 tahun sudah pasca momentum reformasi, ternyata ada sebuah perbedaan yang begitu kontras antara mahasiswa dahulu dan sekarang. Saat ini gerakan kemahasiswaan di Indonesia sedang mengalami kelesuan atau bahkan mati suri. Pergerakan-pergerakan mahasiswa yang dahulu begitu dinamis, saat ini sudah jarang didengar.
Jangankan bergerak untuk mau menyuarakan aspirasi rakyat, untuk mau bergabung dengan lembaga kemahasiswaaan saja saat ini sudah sedikit jumlahnya. Mahasiswa lebih nyaman dengan kuliahnya, belajar, lulus tepat waktu, IP cumlaude, dapat beasiswa, membuat karya ilmiah dll.
Ya hal-hal yang berbau akademik, saya tidak menyalahkan hal-hal tersebut, itu semua adalah hal yang positif dan baik, namun yang menjadikan saya kurang sepakat adalah hal-hal tersebut menjadikan mahasiswa saat ini hanya fokus kuliah untuk mendapatkan IP yang bagus, tanpa mau peduli dan peka terhadap kondisi lingkungannya, kondisi masyarakatnya, cenderung individualis dan egois. Tidak hanya itu, lebih parah lagi mahasiswa saat ini cenderung hedonis, suka berfoya-foya, bersenang-senang, bergaya hidup mewah-mewahan.
Itulah beberapa gambaran kondisi mahasiswa kita saat ini, begitu kompleks. Setiap masa memiliki karakter dan momentumnya masing-masing. Lantas apa yang harus kita lakukan saat ini? Sebagai mahasiswa-mahasiswa yang masih diberikan kesadaran untuk mau peduli akan kondisi sosial politik bangsa ini?
Bukan mahasiswa nampaknya kalau mudah putus asa. Bukan pemuda ketika menghadapi masalah justru mengalah, bukan aku, kamu dan kita kalau yang ada hanya pesimisme.
Soekarno saja begitu optimis dengan pemuda, dia menyatakan “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” (Bung Karno). Kalau kita Senantiasa menanamkan rasa optimisme untuk terus maju bagi para generasi muda, terutama bagi kita sebagai mahasiswa. Niscaya apa yang kita cita-citakan akan segera dan pasti akan terwujud. “Indonesia akan tetap ada, setidaknya satu hari sebelum kiamat” (Buya Syafii Ma’arif).