Kuliahalislam. Kuraisy (Quraisy) merupakan sebuah klan Arab yang sangat berpengaruh sebelum dan sesudah Islam, kabilah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Menurut bahasa, Quraisy berarti anjing laut, sejenis ikan yang ditakuti karena besar dan kuat, mampu memecahkan perahu, juga mempunyai gigi tajam yang dapat digunakan untuk merobek binatang laut yang menjadi mangsanya.
Sedangkan menurut kata dasar (tasrif), Quraisy bisa berasal dari “Qarasya” yang berarti segela sesuatu yang dikumpulkan dari sana sini, bisa juga berasal dari kata “Qarrasya” yang berarti pencaharian dengan jalan berdagang atau juga berasal dari Taqarrasya yang berarti menyelidiki kekurangan orang lain.
Dengan demikian, suku Kuraisy dipandang sebagai suku yang besar dan kuat seperti anjing laut, pedagang yang sering melakukan perjalanan jauh dan seseorang yang akan melakukan penyelidikan atas kekurangan dan kekuatan suku bangsa lain.
Suku Quraisy dikenal secara turun-temurun sebagai pengurus Baitullah dan penguasa kota Mekah. Peranan tersebut menyebabkan suku Quraisy dimuliakan oleh kabilah-kabilah lainnya di seluruh Jazirah Arab, jauh sebelum kedatangan agama Islam. Peranan Quraisy semakin penting setelah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Tambahan pula “Lahjah (intonasi)”, bahasa Arab yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah Lahjah (intonasi) suku Quraisy.
Kabilah Quraisy adalah keturunan langsung Fihr bin Malik bin an-Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma’add bin Adnan, salah seorang nenek moyang Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Quraisy bin Kilab adalah keturunan Fihr yang keenam pada abad kelima.
Kabilah Quraisy yang merupakan keturunan langsung dari Fihr terdiri atas 10 keluarga yaitu Bani Hasyim, Bani Umayyah, Bani Nawfal, Bani Abdul Dar, Bani Asad, Bani Taym, Bani Zuhrah, Bani Adiyy, Bani Jumah dan Bani Sahm. Setiap kepala keluarga memegang jabatan dalam majelis tertentu, sesuai kesepakatan yang diputuskan melalui musyawarah dalam satu lembaga yang disebut Dar an-Nadwah.
Pada masa Abdul Manaf bin Qusay terdapat lima belas majelis. Beberapa majelis dapat dijabat oleh seorang kepala keluarga. Bani Hasyim memegang As-Siqayah ( majelis yang menangani masalah air minum dan air zam-zam), ar-Rifadah ( majelis yang menangani masalah konsumsi dan akomodasi jemaah haji), dan al-Imarah ( majelis yang menangani masalah pemeliharaan kehormatan Ka’bah), Bani Abdul Dar memegang as-Sidanah (pemegang kunci Ka’bah), dan an-Nadwi ( majelis yang menangani masalah ketatanegaraan), Bani Asad memegang al-Musyawarah ( majelis yang menangani masalah permusyawarahan), Bani Taym memegang al-Asynaq ( majelis yang menangani masalah tanggungan jiwa dan harta benda), Bani Makhzum memegang al-Qubah ( majelis yang menangani masalah genderang perang), dan al-Ainnah ( majelis yang menangani masalah pasukan berkuda).
Bani Adiyy memegang as-Sifarah ( majelis yang menangani masalah perwakilan untuk mengikat perdamaian dengan kabilah lain), Bani Jumah memegang al-Aisir ( majelis yang menangani masalah panah suci untuk undian di muka Berhala), Bani Sahm memegang al-Amwal al-Muhajjarah ( majelis yang menangani masalah harta yang dikumpulkan untuk rumah suci dan berhala), Bani Umayyah memegang al-Iqabah ( majelis yang menangani masalah bendera perang), al-Khizanah ( majelis yang menangani masalah perbendaharaan negara) dan al-Qiyadah ( majelis yang menangani masalah pemimpin perang).
Menjelang kelahiran Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, majelis as-Sidanah ( pemegang kunci Ka’bah) berada di tangan Abdul Muthalib dari Bani Hasyim. Pada masanya terjadi peristiwa yang dikenal dengan tahun gajah.
Abrahah al-Asyram dari kerajaan Habasyi memimpin pasukan bergajah untuk meruntuhkan Ka’bah dan merencanakan untuk memindahkan pusat peribadatan bangsa Arab ke Yaman. Akan tetapi, maksudnya tidak tercapai. Sebelum sampai ke tujuan, mereka binasa oleh wabah penyakit yang disebarkan oleh sejenis burung. Peristiwa ini tersebut terdapata dalam Al-Qur’an surah al-Fill. Perlindungan Allah terhadap Ka’bah juga merupakan kemenangan bagi kabilah Quraisy, meskipun tidak terjadi peperangan dengan pihak penyerang.
Silsilah keturunan Nabi Muhammad shalallalhu alaihi wasallam berasal dari kabilah Quraisy, baik dari pihak ayahnya ( Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Husain bin Qilab) maupun dari pihak ibunya Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf Bin Zuhrah bin Kilab).
Selanjutnya garis keturunan itu menjadi satu yaitu Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Galib bin Fihr. Suku Quraisy disebut dalam Al-Qur’an. Surah Quraisy ayat 1-4 tersebut menjelaskan kebiasaan suku Quraisy : “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin ke negeri Yaman dan musim panas ke negeri Syam. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”.
Perjalanan yang dilakukan kabilah Quraisy itu adalah untuk berdagang. Persukuan Abdul Manaf masing-masing mempunyai tujuan tertentu. Bani Hasyim ke negeri Syam, Bani Abdul Syams ke negeri Habasyah (Ethiopia), Bani Muttalib ke negeri Yaman dan Bani Awfal ke negeri Faris (Persia/Iran). Perdagangan ini besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, diantaranya muncul pemuka-pemuka Quraisy yang terkenal kaya seperti Abu Sufyan, Walid bin Mugirah dan Abdullah bin Jud’an.
Mereka bekerja sebagai perantara pemasaran barang dagangan yang menghubungkan kawasan laut tengah bagian utara yang meliputi negara Syam, Palestina dan seputar Asia Kecil dengan kawasan laut tengah bagian selatan yang meliputi Yaman Mesir dan Habsyah.
Pergaulan mereka dengan banyak bangsa misalnya Romawi dan Persia ( Dua bangsa yang memiliki peradaban tua), memberikan pengalaman dan pengetahuan yang berharga bagi sejarah, politik dan kebudayaannya yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah lain.
Banyak diantara mereka yang terampil tulis baca dan berhitung di samping pengetahuan tentang bangsa-bangsa tetangganya. Pengalaman dan pengetahuan mereka itu lebih berkembang setelah Islam tersiar, mereka memperbaiki urusan pemeliharaan Ka’bah, memudahkan pelayanan haji dan memberi jaminan keamanan berada di Tanah Haram.
Kebangkitan Muhammad bin Abdullah dari Bani Hasyim sebagai hasil mengakibatkan kabilah Quraisy terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang membela Rasulullah yang umumnya adalah keluarga dekatnya seperti Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar As Siddiq, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid bin Awwam, Abdurrahman bin Auf dan Abi Waqqash serta Umar bin Khattab.
Kelompok kedua yaitu kelompok yang menentang kerasulan Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang Al-Qur’an menyebutnya sebagai kaum musyrikin diantaranya Abu Lahab, Abu Jahal, Uqbah bin al-Muit, Aswad bin Abdul Muttalib, As bin Wail, Abu Sufyan, dan Ummu Jumail binti Harb bin Umayyah ( istri Abu Lahab).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kaum musyrikin Quraisy menentang ajaran Islam diantaranya adalah perebutan kekuasaan antara kepala keluarga dari kabilah Quraisy sendiri, penyamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya, ketakutan akan “Hari kebangkitan”, karena umumnya pemuka mereka suka berbuat dosa, taklid kepada adat istiadat nenek moyang, dan keengganan kehilangan salah satu komoditi utama berdagang patung.
Karena itu, kaum musyrikin Quraisy menekan umat Islam sehingga mereka mengalami penderitaan selama periode Mekah. Pada masa ini dakwah Islamiyah berjalan lambat. Ketika kekejaman kaum musyrikin Quraisy sampai pada puncaknya, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengirim sebagian umatnya yang tertindas itu ke negeri Habasyah.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan sahabatnya kemudian melakukan hijrah ke Madinah setelah pemboikatan yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy terhadap Bani Hasyim tidak membawa hasil dan mereka merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dengan demikian penyiaran dakwah Islam berpindah ke Madinah
Kelompok yang membela Rasulullah dan melakukan hijrah ke Madinah disebut kaum Muhajirin, sedang penduduk Madinah yang menerima kedatangan mereka disebut kaum Anshar yang mereka berasal dari kabilah Aus dan Khazraj. Selama periode Madinah, terjadi beberapa kali peperangan antara kaum Muslimin yang dipimpin oleh pemuka-pemuka Quraisy dan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam seperti Perang Badr, Perang Uhud, Perang Hunain, dan Perang Khandaq dan peristiwa Fath Makkah ( penaklukan Makkah). Dalam hal ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bukan sebagai pemuka kaum Muhajirin tetapi sebagai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Peristiwa Fath Makkah di samping dipandang sebagai akhir permusuhan di antara kaum Quraisy juga dipandang sebagai awal kerukunan dan persatuan antara mereka di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Keadaan tersebut bersinambung sampai dengan kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Keempat-empatnya adalah pemuka suku Quraisy dari persukuan yang berlainan. Mereka di baiat menjadi khalifah setelah melalui proses musyawarah.
Kepemimpinan Daulah Islamnya untuk beberapa abad sesudahnya senantiasa mengacu kepada keturunan kabilah Quraisy. Misalnya, Mu’awiyah bin Abu Sufyan berasal dari Bani Umayyah dan Abbas as-Safah berasal dari Bani Abbas bin Abdul Muthalib. Begitu pula golongan Syiah, Dinasti Fatimiah di Afrika, Dinasti Umayyah di Andalusia dan Dinasti Syafawi di Iran.
Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan dan kemuliaan kabilah Quraisy antara lain sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan artinya : ” Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail menjadi anak Ibrahim dan Dia telah memilih Kinanah, menjadi keturunan Ismail dan Dia telah memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, dan Dia memilih Hasyim dari Quraisy, dan Dia Telah Memilih aku dari keturunan Hasyim”, (H.R at-Tirmidzi dari Wasilah bin al-Asqa). Dalam hadis lain disebutkan : “Pemimpin umat itu semestinya diangkat dari suku Quraisy”, (H.R Imam Ahmad bin Hanbal).
Keadaan tersebut terus berlanjut beberapa abad sesudahnya khususnya mazhab Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam teori ketatanegaraan, aliran tersebut menjadikan nasab Quraisy sebagai salah satu syarat kekhalifahan. Sejak awal aliran Khawarij menolak teori ini dan setelah kekhalifahan Turki Utsmani berakhir pada abad ke-20 pengaruh teori ini makin melemah.