FilsafatKeislaman

Mengenal Tasawuf dan Ciri-cirinya

6 Mins read

Tasawuf secara etimologis diperselisihkan oleh para ahli. Definisi pertama, secara etimologis menurut para ahli menyebutkan bahwa tasawuf berasal dari kata “Saff” yang artinya barisan dalam salat berjamaah. Alasannya, seorang Sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih dan selalu memilih saf terdepan dalam salat berjamaah. Di samping alasan itu mereka juga memandang bahwa seorang Sufi akan berada di baris pertama di depan Allah.

Definisi yang kedua, tasawuf berasal dari kata “Saufanah” yaitu sejenis buah-buahan kecil berbulu yang banyak tumbuh di gurun pasir Arab Saudi. Pengambilan kata ini karena melihat orang-orang Sufi banyak memakai pakaian berbulu dan mereka hidup dalam kegersangan fisik tetapi subur batinnya. Definisi ketiga, tasawuf berasal dari kata “Suffah” yang artinya pelana yang dipergunakan para sahabat nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang miskin untuk bantal tidur di atas bangku batu di samping Masjid Nabawi di Madinah.

Versi lain dikatakan bahwa “Suffah” artinya suatu kamar di samping Masjid Nabawi yang disediakan untuk para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dari golongan Muhajirin yang miskin. Penghuni Suffah ini disebut sebagai Ahl as-Suffah. Mereka mempunyai sifat-sifat teguh dalam pendirian, taqwa, zuhud dan tekun beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Adapun pengambilan kata “Suffah” karena kemiripan tabiat mereka dengan sifat-sifat Ahl as-Suffah.

Definisi keempat, tasawuf menurut para ahli yaitu tasawuf merujuk pada kata “Safwah” yang artinya sesuatu yang terpilih atau terbaik. Dikatakan demikian, karena seorang Sufi biasa memandang diri mereka sebagai orang pilihan atau orang yang terbaik.

Definisi kelima, menurut ahli yaitu tasawuf merujuk pada kata “Safa” atau “Safw” yaitu artinya bersih atau suci. Maksudnya, kehidupan seorang Sufi lebih banyak diarahkan pada pensucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan Yang Maha Suci, sebab Allah tidak bisa didekati kecuali orang yang suci.

Definisi keenam, menurut ahli yaitu tasawuf berasal dari bahasa Yunani yaitu “theosophi (theo =Tuhan dan sophos =hikmat), yang berarti hikmat ketuhanan. Mereka merujuk pada bahasa Yunani karena ajaran tasawuf banyak membicarakan masalah ketuhanan. Definisi ketujuh, tasawuf berasal dari kata “Suf” yang artinya wol atau kain bulu kasar.

Disebut demikian, karena orang-orang Sufi banyak yang suka memakai pakaian terbuat dari bulu binatang sebagai lambang kemiskinan dan kesederhanaan, berlawanan dari orang-orang kaya yang memakai pakaian sutra. Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi ( Tokoh fundamentalis tasawuf) mengatakan bahwa kebiasaan memakai kain wol kasar adalah kebiasaan para Nabi dan orang-orang soleh, sekaligus sebagai lambang kesederhanaan dan kemiskinan.

Definisi Tasawuf

Adapun tentang definisi tasawuf (Sufi) itu sendiri ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi. Pertama, Bisyr bin Haris mengatakan bahwa Sufi adalah orang suci hatinya menghadap Allah. Kedua, Sahl at-Tustari mengatakan bahwa Sufi adalah orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah, dan baginya tiada benda antara harga emas dan pasir.

Ketiga, Al-Junaid al-Baghdadi (wafat 298 H/910 M) mengatakan bahwa tasawuf adalah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, menekankan sifat basyariah ( kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala dan mengikuti syariat Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Keempat, Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi memberikan definisi bahwa tasawuf adalah menjabarkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bidah, mengendalikan syahwat, dan menghindari sikap meringan-ringankan ibadah.

Kelima, Abu Yazid al Bustami secara lebih luas mengatakan bahwa arti tasawuf mencakup tiga aspek yaitu “Kha” artinya melepaskan diri dari perangai yang tercela, “Ha” artinya menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, dan “Jim” artinya mendekatkan diri kepada Allah. Keenam, Ma’ruf al-Karkhi (wafat 200 H) mengatakan bahwa tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak tamak dari apa yang di dalam genggaman tangan makhluk.

Dari beberapa definisi tersebut, Zakaria al-Ansari (852-925 H) mencoba meringkaskannya yaitu tasawuf mengajarkan cara untuk mensucikan diri, meningkatkan akhlak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi. Unsur utama tasawuf adalah pencucian diri dan tujuan akhirnya kebahagiaan dan keselamatan abadi.

Definisi yang dikemukakan al-Ansari oleh sebagian peneliti dipandang sebagai hal yang bertentangan dengan prinsip ajaran tasawuf itu sendiri. Sebab bagi seorang Sufi, tujuan tasawuf itu bukanlah untuk mendapatkan balas jasa berupa kebahagiaan abadi tetapi pengabdian itu semata-mata ikhlas karena Allah. Yang mereka harapkan hanya ingin bertemu dengan Allah yang selalu dirindukan.

Para peneliti tasawuf mendefinisikan tasawuf, diantaranya Ahmad Amin menyebutkan bahwa berdasarkan realitas kehidupan para sufi maka dapat diambil kesimpulan bahwa tasawuf adalah bertekun dalam beribadah, berlaku zuhud terhadap yang diburu orang banyak seperti kelezatan dan harta benda, dan menghindarkan diri dari makhluk di dalam khalwat ( pengasingan diri) dalam beribadah.

Pendapat Ahmad Amin ini bertentangan dengan pendapat Al- Junaid. Al-Junaid menyebutkan bahwa Khalwat itu tidak penting dalam tasawuf, justru yang lebih ditekankan agar palsu dapat memberikan nasihat kepada umat. Oleh karena itu, Anne Marie Schimmel, sejarawan dan dosen di Harvard University menyebutkan bahwa sulit mendefinisikan tasawuf secara lengkap karena kita hanya dapat menyentuh salah satu sudutnya saja. Definisi-definisi tersebut hanya dapat menjadi petunjuk awal untuk menyelaminya lebih jauh.

Ciri-ciri Tasawuf

Karena sulitnya mendefinisikan yang lengkap tentang tasawuf maka Abu al Wafa’ al-Ganimi at-Taftazani tidak merumuskan definisi tasawuf di dalam bukunya “Madkhal ila at-Tasawwuf al-Islami (Pengantar ke Tasawuf Islam). Dia hanya membahas soal karakteristik tasawuf secara umum.

Baginya tasawuf memiliki lima ciri umum yaitu memiliki nilai-nilai moral, pemenuhan fana dalam realitas mutlak, pengetahuan intuitif langsung, timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah dalam diri sufikan atau capainya maqamat ( makam-makam atau beberapa tingkatan) dan penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.

Berdasarkan ciri-ciri umum tersebut adanya persamaan antara tasawuf Islam dan mistisme dalam agama-agama lain. Reynold Alleyne Nicholson cenderung mengatakan bahwa tasawuf Islam tidaklah murni berasal dari ajaran Islam tetapi banyak mengambil dari para sufi agama lain.

Selanjutnya, dia mengatakan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh agama Nasrani. Dia menunjuk pada kehidupan sufi yang zuhud, senang pada kesunyian dan suka memakai pakaian dari bulu domba serta lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh agama Nasrani.

Di sisi lain, Nicholson melihat pula adanya pengaruh Neo-Platonisme dalam ajaran tasawuf. Hal ini disebabkan oleh kontak antara Arab dan Yunani sehingga ajaran Neo-Platonisme tersebar di dunia Arab. Ajaran tersebut mempengaruhi sebagian pemikir Islam. Dengan demikian, masuklah ajaran-ajaran emanasi (pancaran), illuminasi (penerangan), gnois ( pengetahuan religius) dan ekstase ( keadaan di luar kesadaran diri) ke dalam tasawuf.

Lebih jauh lagi dia melihat bahwa Gnostisme ( gerakan yang menunjukkan sistem pemikiran religi yang terdiri atas unsur kafir, Yahudi dan Kristen) mempengaruhi pula sebagian Sufi. Selanjutnya, dia melihat di bagian timur di dunia Islam ada agama Buddha yang ajarannya mirip dengan tasawuf Islam.

Dia menunjuk bahwa paham Nirwana dalam agama Buddha sama dengan ajaran fana dalam tasawuf. Akan tetapi dari hasil-hasil penelitian selanjutnya, Nicholson membatalkan pendapatnya yang mengatakan bahwa tasawuf Islam tidaklah murni berasal dari ajaran Islam tetapi banyak mengambil dari agama lain.

Kemudian dia berpendapat bahwa kehidupan kerohanian Sufi mempunyai sumber yang kaya dari Islam itu sendiri. Menurut pendapatnya, untuk menggambarkan tasawuf itu secara lengkap harus dilihat perkembangan tasawuf itu sendiri.

Dia melihat perkembangannya maka akan jelas kelihatan warna tasawuf itu dalam setiap periode yang dilaluinya. Sebagai contoh, cikal bakal tasawuf itu hanya mengambil bentuk zuhud tetapi dalam periode berikutnya, tasawuf telah tampak dalam bentuk kajian-kajian rohanian yang mendalam sebagai hasil dari perkembangan pemikiran Islam.

Bagi Prof. Harun Nasution, teori-teori yang mengatakan bahwa ajaran tasawuf dipengaruhi oleh unsur asing sulit dibuktikan kebenarannya. Karena dalam ajaran islam sendiri terdapat dalam Alquran Hadis yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Tuhan.

Diantaranya surat al-Baqarah ayat 186 yang artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang memohon doa kepada-Ku”. Dalam ayat surah Qaf ayat 16 disebutkan : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”.

Tingkat Perjalanan Tasawuf

Sesuai dengan kodratnya yang terdalam, manusia senantiasa berhasrat mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu Allah pun berkenan menunjukkan kepadanya jalan yang lurus yang akan ditempuhnya untuk dekat kembali kepada-Nya. Jalan untuk menempuh itu, menurut ajaran tasawuf berupa tarekat.

Sufi atau calon Sufi dengan bimbingan seorang Syekh Mursyid (guru tarekat) bertahap melalui maqamat dan keadaan mental (ahwal) yang akhirnya sampai dekat kepada Allah sedekat-dekatnya.

Abu Said bin Abi Al Khair, seorang Sufi abad ke-4 Hijriah mengatakan bahwa maqam itu ada 40 diantaranya niat, penyesalan, tobat, mengendalikan diri, perjuangan batin, melawan hawa nafsu, tawakal, ikhlas, takut kepada kemurkaan Allah, usaha keras, kewalian, mahabbah atau cinta, mengharapkan rahmat Allah, hidup kekal, tafakur, kesendirian, perluasan, pelayan, pembersihan diri, dan lain sebagainya.

Diantara perjalanan beberapa makam yang dilalui, seorang sufi bisa mendapatkan Mauhibah ( karunia) dari Allah yang disebut dengan “Hal”. Hal yaitu keadaan mental yang diperoleh seorang Sufi dari Tuhan seperti pesan senang, sedih, dan takut yang sifatnya sementara. Adapun makam yang dicapai oleh orang Sufi melalui usaha dan sifatnya yang tahan lama.

Pada dasarnya pendapat para ahli tersebut tidak jauh berbeda. Adanya perbedaan jumlah makam dan susunannya disebabkan adanya perbedaan interpretasi mereka dalam menerjemahkan ke dalam Ungkapan atau tulisan. Dari hal di atas kelihatan bahwa ujung perjalanan Sufi ialah berada sedekat-dekatnya dengan Allah.

Akan tetapi oleh sebagian Sufi pada abad ke-3 Hijriyah, tersebut ditambahkan dengan istilah penyatuan diri dengan Tuhan. Memang pada mulanya berada dekat dengan Allah. Akan tetapi ketika filsafat telah berkembang di dunia Islam, kaum Sufi mulai merancang teori fana, baka, ittihad dan hulul. Kemudian mencapai puncaknya pada wahdatul wujud pada abad 6 hijaiyah.

Sejak abad ke-3 Hijriah, Kajian tasawuf mulai terpecah menjadi dua aliran. Aliran pertama yaitu aliran yang cenderung menyorot tasawuf dari sudut pandang moral dan amal syariat yang didasarkan pada Alquran dan Sunnah. Dan yang kedua adalah aliran fana dan kajian metafis.

147 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanTokoh

Rasuna Said Pejuang Perempuan Indonesia

3 Mins read
Kuliahalislam. Rangkayo Rasuna Said lahir di Maninjau, Sumatra Barat, 14 September 1910 M dan wafat di Jakarta, 02 November 1965 M. Ia…
Keislaman

Syahwat Manusia dalam Perspektif Islam: Antara Naluri Fitrah dan Pengendalian Diri 

4 Mins read
Syahwat Manusia dalam Perspektif Islam: Antara Naluri Fitrah dan Pengendalian Diri Dalam pembahasan sebelumnya kita telah mempelajari beberapa Nafsu yang bersemayam dalam…
Keislaman

Asabiah dalam Islam

4 Mins read
Kuliahalislam. Asabiah (al-‘Asabiyyah) artinya adalah semangat fanatisme atau kefanatikan golongan atau ketertarikan seseorang yang sangat kuat terhadap kelompok atau jamaahnya untuk membela…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights