Pentingnya Etika dalam Akad Bisnis Islam

Penulis: Tiara Ghani Mufida, Mahasiswa Teknik Lingkungan Semester IV, Universitas Pelita Bangsa


Islam adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin, yang mempunyai konsep dasar yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal. Adapun hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam yaitu Alqur’an dan Hadis.  

Dikatakan bahwa sifat hukum Islam tidak dapat dilepaskan dengan agama Islam, oleh karenanya dalam mengkaji hukum Islam tidak dapat melepaskan dari pengkajian agama Islam dan pemahaman tentang agama Islam.  

Islam sebagai sebuah agama, mengatur segala sendi kehidupan umat manusia, termasuk ekonomi. Islam tidak hanya mencakup ibadah, tetapi juga seluruh kegiatan ekonomi manusia. Islam menawarkan sistem perekonomian yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dengan agama sebagai dasar batasannya. 

Kegiatan ekonomi adalah bidang muamalah (interaksi antar individu), di mana nilai-nilai Islam akan digunakan untuk menganalisis dan mempelajari masalah  ekonomi  masyarakat.  Sebenarnya,  ekonomi  Islam  muncul  ketika  nabi  Muhammad SAW menjadi pedagang dan membangun sistem perdagangan yang kemudian diadopsi oleh agama Islam. 

Sebagai muslim, kita diharuskan untuk selalu menggunakan etika atau akhlak yang baik dengan sesama  manusia,  termasuk dengan orang-orang dalam bisnis atau muamalah. Hal  ini sangat  penting  untuk  membangun  hubungan  yang  saling  menguntungkan  dan  harmonis.  

Prinsip-prinsip  seperti  kejujuran,  keadilan,  dan  keterbukaan  sangat  penting  dalam  Islam. Akibatnya, tidak ada satu pun dari pihak yang merasa dirugikan atau ditipu. Selain itu, bersikap jujur dan adil dalam bisnis juga merupakan bentuk ibadah dan dapat menghasilkan berkah dan rahmat  dari  Allah  SWT.  

Akhlak  yang  baik  dalam  bisnis  bukan  hanya  memenuhi  kewajiban duniawi, tetapi juga menunjukkan ketaatan kita kepada Allah dan mengikuti contoh Rasulullah SAW, yang selalu bertindak jujur dan adil dalam setiap transaksi.  

Jadi,  Islam  telah  mengatur  semua  persyaratan  yang  harus  dipenuhi  oleh  setiap  bisnis dalam bermuamalah. Seorang muslim sebagai pelaku usaha harus mengikuti rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam suatu akad. 

Namun, di antara rukun dan syarat yang harus dipenuhi adalah etika yang baik dalam berdagang. Secara  etimologi,  etika  (ethics)  yang  berasal  dari  bahasa  Yunani ethikos mempunyai arti sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar,  salah,  wajib,  tanggung  jawab  dan  lain-lain.  

Etika  merupakan  suatu  perangkat  yang mempunyai prinsip moral yang dapat membedakan antara baik dan buruk. Oleh  karena  itu,  sasaran  etika  adalah  moral.  

Istilah  "moralitas"  digunakan  untuk mencakup praktek dan  tindakan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, serta aturan  yang  mengatur  kegiatan  tersebut  dan  nilai-nilai  yang  ditanamkan  dalamnya,  yang dipelihara atau dituju oleh kegiatan tersebut. 

Etika bisnis adalah prinsip moral yang digunakan untuk memimpin bisnis. Dengan demikian, semua elemen yang berkaitan dengan bisnis juga dapat  menjalankan  bisnis  dengan  cara  yang  sesuai  dengan  nilai,  norma,  adil, sehat,  perilaku adil, dan profesional. 

Dalam  lingkungan  bisnis,  etika  Islam  memberikan  petunjuk  dan  pendekatan  yang sesuai dengan nilai-nilai moral masyarakat. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang untuk membuat  keputusan  yang  berpihak  pada  kesejahteraan  manusia,  bahkan  dalam  urusan  dunia seperti ekonomi dan bisnis.   

Adapun  hukum  yang  mendasarinya  ialah  sebagai  berikut,  dalam  surah  An-Nisa  ayat 29 mengatakan: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا 29.  

Yang artinya ialah: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”  

Ayat  di  atas  menjelaskan  bahwa  melarang  mengambil  harta  orang  lain  dengan  cara yang  batil  (tidak  sah),  kecuali  dalam  kasus  perniagaan  yang  dilakukan  atas  dasar  kerelaan bersama.  

Para  ulama  tafsir  menyatakan  bahwa  mengambil  harta  orang  lain  adalah  haram. Berdagang  atau  berjual  beli  harta  diizinkan  dengan  dasar  kerelaan  kedua  belah  pihak  tanpa suatu  paksaan.  Karena  jual  beli  yang  dilakukan  secara  paksa  tidak  sah,  meskipun  ada pembayaran  atau  pengganti.  

Dalam  upaya  untuk  memperoleh  kekayaan,  tidak  boleh  ada tindakan yang zalim terhadap orang lain, baik masyarakat maupun individu.   Prinsip  etika  bisnis  adalah  menjadikan  bisnis  ini  ke  dalam  kegiatan  yang  beretika, sehingga dapat berjalan dengan seiringnya suatu kaidah etika yang berada didalam hukum dan aturan yang berlaku. 

Didalam hal banyak ada kaitanya yang berhubungan norma-norma kaidah etika  yang  baik  berlaku  untuk  dapat  diterapkan  di  bisnis,  namun  membantu  juga  kita  untuk dapat  bertanggung  jawab  dan  suatu  berperilaku  yang  baik  di  masyarakat.  Ada  lima  dasar prinsip dalam etika Islam, yaitu : kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, kebenaran, kebajikan, dan kejujuran.

A. Kesatuan. 

Dalam  kasus  ini,  kesatuan  adalah  konsep  tauhid,  yang  memadukan semua aspek kehidupan muslim, termasuk ekonomi, politik, dan sosial, menjadi satu  kesatuan  yang  homogen,  tanpa  mengorbankan  konsep  keteraturan  dan konsistensi. 

Dari gagasan ini, Islam menawarkan keterpaduan sosial, ekonomi, dan  agama  untuk  membentuk  kesatuan.  Dengan  asumsi  ini,  bisnis  dan  etika terintegrasi, baik vertikal maupun horizontal, yang membentuk persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. 

B. Keseimbangan. 

Dalam  bisnis,  Islam  sangat  menganjurkan  untuk  berbuat  adil,  dan melarang  berbuat  curang  atau  dzalim.  Allah  mengutus  Rasulullah  untuk membangun keadilan. 

Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang  yang  apabila  menerima  takaran  dari  orang  lain  meminta  untuk dipenuhi,  sementara  kalau  menakar  atau  menimbang  untuk  orang  selalu dikurangi. 

Karena  kepercayaan  adalah  kunci  keberhasilan  bisnis,  kecurangan menunjukkan  kegagalan  berbisnis. Alqur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai  melakukan   kecurangan   dalam   bentuk  pengurangan   takaran   dan timbangan. 

Terkandung dalam surah al-Isra ayat 35, yang berbunyi:

وَاَوْفُوا الْكَيْلَ اِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا 35. 

Yang  artinya  “Sempurnakanlah  takaran  apabila  kamu  menakar  dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang paling baik dan paling bagus akibatnya.” 

Ini  menunjukkan  bahwa  Allah  memerintahkan  kaum  Muslim  untuk menyempurnakan  takaran  saat  menakar  barang  dagangan.  Maksudnya,  waktu menakar barang harus dilakukan dengan secermat-cermatnya. 

Karena itu, jika seseorang  menakar  barang  dagangan  yang  akan  diberikan  kepada  orang  lain setelah  dijual,  takaran  tersebut  tidak  boleh  dikurangi  karena  merugikan  orang lain. Demikian pula, jika seseorang menakar barang dagangan orang lain yang akan diterima setelah dibeli, takaran tersebut juga tidak boleh dilebihkan karena merugikan   orang   lain   juga.   

Allah   juga   memerintahkan   mereka   untuk menimbang  barang  dengan  neraca,  atau  timbangan,  yang  tepat  dan  sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Neraca yang benar adalah neraca yang dibuat  dengan  teliti  sehingga  dapat  memberikan  kepercayaan  kepada  mereka yang  melakukan  jual  beli  dan  mencegah  penambahan  dan  pengurangan  yang curang. 

Dalam firman nya yang terkandung dalam surah al-Muthaffifin, Allah S.W.T mengancam  orang-orang  yang  mengurangi  takaran  dan  timbangan  ini dengan ancaman keras. 

C. Kehendak bebas. 

Kebebasan  merupakan  bagian  penting  dalam  nilai  etika  bisnis  Islam, tetapi  kebebasan   itu   tidak   boleh   merugikan  kepentingan   kolektif   dan kepentingan  individu  dihargai  dan  diberikan  ruang  seluas-luasnya.  

Tidak adanya  batasan  pendapatan,  dapat mendorong  orang  untuk  berusaha  dan memaksimalkan potensi mereka. Kecenderungan manusia untuk terus-menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban  setiap  individu  terhadap  masyarakatnya  melalui  zakat,  infak,  dan sedekah. 

D. Tanggung jawab. 

Karena tidak menuntut adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban,  manusia  tidak  dapat  mencapai  kebebasan  tanpa  batas. Untuk mencapai keadilan dan kesatuan, manusia harus bertanggung jawab atas tindakannya secara logis. 

Prinsip-prinsip ini terkait erat dengan kehendak bebas. Ia  mengambil  tanggung  jawab  atas  semua  tindakan  manusia  dan  membatasi kebebasan mereka. 

E. Kebenaran

Kebajikan dan kejujuran. Dalam  situasi  ini,  kebenaran  memiliki  dua  komponen:  kebajikan  dan kejujuran.  Dalam  bisnis,  kebenaran  didefinisikan  sebagai  niat,  sikap,  dan perilaku  yang  benar.  Ini  mencakup  proses  akad  (transaksi),  mencari  atau memperoleh  komoditas  pengembangan,  dan  upaya untuk  memperoleh  atau menetapkan  keuntungan.  

Karena  kebenaran  ini,  etika  bisnis  Islam  sangat berguna  untuk  mencegah  kerugian  bagi  pihak  yang  melakukan  transaksi, kerjasama, atau perjanjian bisnis.  Dalam  Alqur'an,   bisnis   disebut   sebagai   aktivitas  bisnis   yang   bernilai   karena memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang dan tidak mengandung kebatilan, kerusakan,  atau  kezaliman.  

Sebaliknya,  mereka  mengandung  nilai  kesatuan,  keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung jawaban, kebenaran, kebajikan, dan kejujuran. Akibatnya, setiap orang dapat mengikuti etika bisnis. 

Dalam upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis Islami, diperlukan pendekatan baru dalam melakukan kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi. 

Pendekatan ini harus didasarkan pada pendekatan normatif etik sekaligus induktif,  yang  mengutamakan  pencarian  dan  pengembangan  nilai-nilai  Alqur'an  untuk mengatasi perubahan zaman yang semakin cepat.  

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال