Modernisasi Pendidikan Alqur'an dan Hadis di Indonesia

Penulis: Mualim, Mahasiswa, IAIN Pontianak

Seperti  yang  kita  ketahui  bahwa  dulu  bangsa  kolonial  Belanda  pernah  menjajah  Indonesia selama kurang lebih 350 tahun, dalam waktu yang lama tersebut, bangsa Belanda meninggalkan beberapa  budaya,  salah  satunya  yaitu  budaya  pendidikan  yang  akan  dibahas  oleh penulis kali  ini. 

Sulit dibantah bahwa Islam memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan budaya dan tradisi  masyarakat   Indonesia   bahkan   hingga  saat   ini.   

Agama   Islam   di   Indonesia  sangat mempengaruhi  kultur  budaya  masyarakat  yang  mayoritas  beragama  Islam,  ini  membuktikan bahwa Islam sangat berpengaruh terlebih dalam membina masyarakat melalui sistem pendidikan.  

Pendidikan Islam di Indonesia sebelum abad ke-19 masih bersifat halaqah (non-klasikal) atau disebut tradisional dengan metode pengajaran masih menggunakan sistem ceramah, dimana guru membaca  kitab  yang  berbahasa  Arab  dan  menerangkan  maknanya  dengan  bahasa daerah, kemudian   murid-murid   hanya  mendengarkan.   

Selain   itu   evaluasi   belajar   sangat   kurang diperhatikan, hal ini diduga karena tujuan belajarnya hanya untuk Allah. Pada masa ini pendidikan Qur'an  dan  hadis  dilakukan  di  surau,  langgar,  dan  pesantren.  

Pendidikan  masih  termasuk tradisional sebab pendidikan dilaksanakan tanpa adanya bangunan khusus dengan fasilitas lengkap seperti meja, kursi atau alat pendukung pembelajaran yang kita sebut dengan sekolah pada masa sekarang.  

Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia masa awalnya diperkenalkan oleh bangsa kolonial Belanda  pada  awal  abad  ke-19.  Program  yang  dilaksanakan  oleh  kolonial  Belanda  dengan mendirikan  Volkshoolen  atau  sekolah  desa  (Nagari)  dengan  masa  belajar  selama  3  tahun,  di beberapa  tempat  di  Indonesia  sejak tahun 1870-an.  

Modernisasi  ini  merupakan  eksperimen Belanda  dengan  membangun  sekolah  yang  menggunakan  sistem  dan  kelembagaan  pendidikan Islam sembari mengubah sebagian surau di Minangkabau menjadi sekolah Nagari model Belanda. 

Sebagian  masyarakat  muslim  Jawa  memberikan  respons  yang  dingin  atau  menolak  dikarenakan pemerintah  Belanda  menghancurkan  surau-surau  tempat  anak-anak  belajar  pendidikan  Islam untuk membangun sekolah yang belum tentu lebih baik.  

Menurut Saihu, survei yang dilakukan oleh bangsa Belanda mengatakan kepada masyarakat bahwa pendidikan pesantren di daerah Jawa belum ada yang menerapkan pendidikan dengan benar. 

Lembaga-lembaga  pendidikan  yang  mirip  pesantren  di  daerah  lain  bahkan  tidak  terdapat pendidikan  resmi  sama  sekali,  kecuali  pendidikan  yang  didirikan  di  rumah  pribadi dan masjid. 

Mendengar  hal  tersebut  banyak  masyarakat  yang  percaya  dan  menyekolahkan  anak-anaknya  di sekolah nagari yang dibangun oleh Belanda.  Mengikuti   keinginan   pemerintah   Belanda,  pendirian   sekolah   sekuler   untuk  mendidik masyarakat berkembang pesat. Pada tahun 1913 terdapat sekolah baru dan pada tahun 1915 sudah terdapat 358 sekolah. 

Tujuan Belanda menghancurkan surau serta tempat pendidikan Agama Islam dan membangun sekolah desa adalah  agar  masyarakat meninggalkan  ajaran agama  Islam secara perlahan dan menyebarkan agama Kristen Protestan dengan cara memberikan pendidikan umum di sekolah desa dan melarang keras tenaga pendidik atau guru untuk memberikan ajaran agama Islam pada peserta didiknya.

Serta menganggap bahwa ustaz di pesantren sebagai pemberontak karena selalu mengajak para santri menentang pemerintah Belanda. Mulainya modernisasi pendidikan Islam di Indonesia yaitu dari tahun 1931 dimana lembaga pendidikan  Islam  Indonesia  memasuki era baru.  

Modernisasi  pendidikan  Islam di Indonesia dirintis oleh para alumni-alumni yang belajar di negara-negara Timur Tengah khususnya Mekkah. Selain itu perubahan atau modernisasi pendidikan Islam datang dari kaum reformis atau modernis Muslim.  

Gerakan   reformis   Muslim   yang  menemukan   momentumnya   sejak   abad  ke-20 berpendapat,  diperlukan  reformasi  sistem  pendidikan  Islam  untuk  mampu  menjawab  tantangan kolonialisme  dan  ekspansi  Kristen.  

Namun,  respon  dari  komunitas  pesantren  di  Jawa  menolak asumsi-asumsi keagamaan kaum reformis.  Tetapi pada saat tertentu mereka mengikuti langkah-langkah  kaum  reformis,  karena  memiliki  banyak  manfaat  bagi para  santri,  seperti  sistem penjenjangan,  kurikulum  yang  lebih  jelas  dan  sistem  klasikal.  

Pesantren  yang  mengikuti  jejak kaum reformis adalah pesantren Manbaul 'Ulum di Surakarta, dan diikuti oleh pesantren modern Gontor  di  Ponorogo.  Pondok  tersebut  memasukan  sejumlah  mata  pelajaran  umum  ke  dalam kurikulumnya, juga mendorong santrinya untuk mempelajari bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab serta melaksanakan sejumlah kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, kesenian dan sebagainya.  

Sistem Pendidikan Islam pada mulanya diadakan di surau-surau dan tidak memiliki kelas dan tiada pula memakai bangku, meja, dan papan tulis, hanya duduk bersela saja. Kemudian mulailah perubahan   sedikit  demi   sedikit   sampai   sekarang.  

Pendidikan   Islam   yang   pertama   kali menggunakan kelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah Sekolah Adabiah di padang. Setelah  berdirinya  Madrasah  Adabiah,  maka  selanjutnya  diikuti  madrasah  lainnya  seperti Madrasah School di Sungyang (daerah Batusangkar), Diniah School (Madrasah Diniah) di Padang panjang pada tahun 1915. 

Referensi:  

Mawangir,  M.  (2015).  Modernization  of  Islamic  Surau  Traditional  Education  in  West Sumatera, Indonesia. Jurnal Studi dan Kebudayaan Islam, 31-37. 

Saihu, M. Pd. I (2018). Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam, 1(01), 1-33. 

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال