Menjawab Stigma Wanita Belum Siap Berjilbab

Penulis: Muhammad Muslich Aljabbar, Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya



Perkembangan zaman yang semakin pesat menyebabkan gaya hidup manusia berubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dapat dilihat dari fashion yang digunakan seseorang dalam berekspresi. 

Perkembangan fashion seiring berkembangnya zaman, dapat membuat seseorang melalaikan syariat Islam yang berlaku, khususnya dalam hal menutup aurat. Salah satunya penggunaan jilbab pada muslimah.

Jilbab merupakan salah satu cara berpakaian seseorang yang memiliki kaitan erat dengan identitas agama dan sosial yang sering menjadi pusat perhatian. Jilbab memiliki fungsi utama yakni menutup aurat seorang wanita. 

Di sisi lain, jilbab juga berperan sebagai identitas umum pembeda antara wanita muslimah dan non-muslimah. Hal ini bertujuan agar mereka mudah dikenal sehingga terhindar dari fitnah dan tidak mudah diganggu.

Jika diselisik kembali, konteks tersebut juga dapat dikaitkan dengan perubahan gaya hidup di era modern ini. Melihat banyaknya model fashion yang tersebar, dapat menjadi salah satu godaan wanita muslimah dalam menutup aurat mereka. Sebagian yang paham tentang larangan dan perintah Allah Swt. akan dengan segera melingkarkan jilbab pada tubuh mereka.

Sedangkan mereka yang masih minim pengetahuan, akan goyah dan dengan bangganya membiarkan aurat mereka dilihat oleh yang bukan mahramnya. 

Namun, tidak menutup kemungkinan juga terdapat beberapa dari mereka yang paham akan perintah Allah Swt. menggunakan alasan “belum siap berjilbab” yang pada akhirnya mereka menunda untuk berjilbab.

Padahal dalam Alqur’an surah Al-Ahzab [33]: 59 disebutkan bahwa;

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا 59. 

Artinya: Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Apabila dipahami secara umum, ayat tersebut merupakan bentuk seruan kepada orang beriman agar mengingatkan istri dan anak perempuan mereka untuk mengenakan jilbab di tubuh mereka. 

Hal ini bertujuan agar jilbab yang digunakan dapat menjadi identitas mereka untuk mudah dikenali dengan baik dan terhindar dari ancaman bagi diri mereka sendiri.

Dalam Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dijelaskan bahwa ayat ini turun khusus untuk kaum muslimah. Diawali dari keluarga nabi Muhammad SAW terlebih dahulu kemudian kaum muslimah seluruhnya guna menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan pelecehan. Sebelum ayat ini turun cara berpakaian wanita, baik merdeka atau budak maupun yang baik atau nakal dikatakan hampir sama.

Oleh karena itu, lelaki usil sering kali menggangu mereka, khususnya bagi yang diketahui merupakan budak. Turunnya ayat ini adalah untuk menghindari hal tersebut sekaligus mengangkat martabat wanita. 

Kemudian terkait model jilbabnya, Quraish Shihab mengutip pendapat ibn ‘Ashur bahwa modelnya bisa bermacam-macam sesuai selera wanita dan adat kebiasaan yang berlaku. Namun tujuannya tetap sama yakni menjadikan mereka lebih mudah dikenali (sebagai wanita muslimah dan wanita baik) sekaligus tidak diganggu. 

Sedangkan dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka ayat ini dijelaskan dalam tema Pakaian Sopan. Turunnya peraturan jilbab dalam ayat ini menjadi bukti reformasi Islam sekaligus pembeda dengan masyarakat jahiliyah. Sebab pada masa itu, belum ada pembeda antara wanita budak dengan wanita merdeka dan wanita muslimah dengan wanita musyrik.

Dalam ayat ini juga, nabi Muhammad SAW diperintahkan oleh Allah SWT agar memerintahkan kepada istri-istrinya dan anak-anak perempuannya. Kemudian kepada istri-istri orang beriman supaya keluar rumah hendaknya memakai jilbab. Alasan dari mengapa keluarga Nabi SAW yang diperintahkan terlebih dahulu karena sebagai percontohan bagi wanita muslimah lainnya.

Terlepas dari itu semua, perlu digaris bawahi bahwa ayat ini ditutup dengan lafaz wakana Allah gafura rahima yang daitafsirkan sebagai isyarat bahwa Allah SWT mengampuni wanita-wanita masa kini yang pernah terbuka auratnya apabila mereka segera tobat dengan menutup auratnya menggunakan jilbab.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka ayat ini dapat dengan mudah menyangkal keresahan wanita yang belum siap berjilbab. Apakah mereka dapat menjamin keselamatan mereka dengan membiarkan ketidaksiapan mereka begitu saja? 

Padahal Allah SWT telah jelas menjabarkan perintahnya dengan tujuan kebaikan bagi wanita itu sendiri. Melihat pergaulan yang semakin liar antara wanita dan lelaki di era modern saat ini, seharusnya menjadi peringatan dan bentuk kesadaran diri wanita agar menjadikan jilbab sebagai tameng. Bukan hanya sebagai hiasan, melainkan penggunaan yang baik dan benar.

Referensi: 

Mohammad Akmal Haris. Implikasi Penggunaan Jilbab. (Jawa Barat: Penerbit Adab, 2021).

Sobat Kebaikan. Satu Langkah Hijrah. (Jawa Barat: Guepedia, 2021).

Al-Qur’an Nahwu Al-Arobiyyah. (Jakarta: alQosbah, 2022).

M. Quraish Shihab. Tasfir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Volume 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2002).

Hamka. Tafsir Al-Azhar Jilid 8 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1982).

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال