Kehujjahan Hadis Daif

Penulis : Ahmad Nur Faizin, Mahasiswa Progam Studi Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga



Hadis bukan lagi sesuatu yang asing untuk didengar, eksistensinya didalam agama begitu nyata. Ketika berbicara soal hukum dalam Islam, hadis akan menjadi aspek terpenting untuk terbentuknya suatu hukum tersebut. 

Hal ini bukan tanpa sebab, karena hadis pun merupakan sumber hukum dalam Islam. Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Alqur’an :

وَمَا يَنۡطِقُ عَنِ الۡهَوٰىؕ‏ ٣اِنۡ هُوَ اِلَّا وَحۡىٌ يُّوۡحٰىۙ‏ ٤

Artinya : “Dan tidaklah yang diucapkan muhammad itu menurut keinginanya. Akan tetapi ia adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm:3-4) 

Ayat diatas merupakan bukti kuat bahwa hadis termasuk sumber hukum dalam agama Islam. Kedudukannya disini bukan sebagai penyaing dari Alqur’an, namun sebagai pelengkap dan penjelas daripada Alqur’an itu sendiri. 

Karena tidak semua permasalahan, solusinya terdapat pada Alqur’an, kadang terdapat beberapa permasalahan yang solusinya ada pada hadis nabi. Namun dalam konteks ini hadis terdapat berbagai macam, baik dilihat dari segi kuwantitasnya maupun dilihat dari segi kuwalitasnya. 

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai kehujjahan Hadis, khususnya Hadis daif. Mari kita coba untuk memahami definisinya terlebih dahulu.

Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan. Atau dalam definisi arabnya :

ما أضف إلى النبي صلى الله عليه وسلم عن قول أو فعل أو تقرير

Dapat disimpulkan bahwa apa-apa yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW merupakan hadis. Itulah sebabnya mengapa hadis menjadi sumber hukum kedua dalam Islam. 

Karena segala sesuatu yang Nabi katakan, lakukan, ataupun tetapkan, semuanya merupakan wahyu dari Allah SWT bukan semata-mata dari hawa nafsu beliau.

Peran Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam

Peran Hadis sebagai sumber hukum dalam Islam bukanlah sedikit, diantaranya yakni sebagai penjelas dari ayat Alqur’an yang masih umum/global, kemudian selain itu, diantara peran hadis juga mengulangi beberapa ayat dalam Alqur’an yang masih berbelit-belit, sehingga memudahkan pemahaman bagi pembaca. 

Kemudian banyak lagi peran hadis sebagai sumber hukum dalam Islam selain yang saya tuliskan. 

Hadis juga dapat memberikan pelajaran kepada kita semua, agar bagaimana perilaku kita sehari-hari sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW karena Nabi SAW diutus di dunia tidak lain tidak bukan hanya untuk menyempurnakan Ahklak. 

Sebagaimana sabda Nabi SAW

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَکَارِمَ الْأَخْلَاق

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan Ahklak yang mulia.” (HR. Bukhori)

Karena dengan mencontoh perilaku Nabi lah kelak kita akan mendapat syafa’at beliau di hari kiamat. Bagaimana tidak? Nabi diberikan keistimewaan untuk bisa mensyafa’ati para umatnya, lantas umat yang bagaimana yang dimaksud, jelas umat yang mau mencontoh perilaku beliau. 

Macam-macam Hadis

Hadis terdapat berbagai macam, seperti yang sudah saya tuliskan diatas, ketika kita melihat hadis dari segi kuantitasnya, maka kita akan mengetahui dua macam Hadis, yakni Hadis Mutawattir dan Hadis Ahad, ketika kita melihat Hadis dari segi kualitasnya, maka kita akan mengetahui tiga macam Hadis, yakni Hadis Sahih, Hadis Hasan, dan Hadis daif. 

Karena topik yang akan kita bahas ini adalah Kehujjahan Hadis daif, maka langsung kita bahas Hadis berdasar kualitasnya.

Hadis Sahih adalah Hadis yang memenuhi lima syarat, yakni sanadnya tersambung, rawinya adil, rawinya dhobit (cerdas), tidak terdapat cacat serta tidak terdapat syadz. Ketika lima syarat ini terpenuhi, sah sudah Hadis itu dikatakan Sahih.

Kemudian Hadis Hasan adalah Hadis yang telah memenuhi lima syarat dari Hadis sahih namun memiliki kekurangan pada syarat rawinya dhobit (cerdas). Jadi Hadis dikatakan Hadis hasan ketika lima syarat hadis sahih telah ditemui namun kurang dalam syarat kecerdasan perawi atau periwayat.

Yang terakhir yakni Hadis daif, Hadis daif adalah Hadis yang tidak sampai pada syarat Hadis hasan dan Hadis sahih, dengan kehilangan dari salah satu syaratnya. 

Jadi Hadis itu dikatakan Daif apabila telah kehilangan salah satu dari syarat Hadis Shahih. Mari kita bahas bagaimana Hadis daif ini bisa dijadikan hujjah atau tidak?

Kehujjahan Hadis Daif

Hadis daif bisa diamalkan? Kapan itu? Ulama berbeda pendapat soal hukum dari Hadis daif ini. Diantaranya ada dua pendapat yakni :

Sebagian ulama berpendapat bahwa Hadis daif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik dalam bentuk penetapan hukum maupun dalam hal keutamaan, diantara yang memiliki pendapat ini adalah Imam Bukhori dan Imam muslim.

Pendapat yang kedua yakni, Hadis daif bisa diamalkan namun hanya dalam hal keutamaan, bukan dalam hal penetapan hukum, itupun dengan beberapa syarat. Diantara syaratnya adalah: 

Daifnya tidak parah. Kapan Hadis daif dikatakan daifnya parah? Yakni ketika diriwayatkan dari rawi yang gemar berbohong dan selalu berbuat fasiq. 

Masuk pada dalil yang tidak bertentangan dan bisa diamalkan. Dengan keterangan, ketika mengamalkannya tidak terlalu meyakini bahwa itu dari Rasulullah.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال