Kapitalisme dan Rush Money Ala Muhammadiyah

Penulis: Baroroh Barit


Rush money Muhammadiyah yang begitu tiba-tiba tentu mengundang banyak tanya. Karena kepo, iseng kubuka daftar mutasi. Betapa terkejutnya ketika melihat saldo yang berkurang karena kemakan pajak dan administrasi. Sebab sebelum merger seingat saya tidak seperti itu. 

Pada waktu itu, saldo 25 jt itu masih aman. Bagi hasilnya masih bisa untuk membayar administrasi, sehingga saldo tidak berkurang bahkan meski kecil masih ada tambahan. Tapi untuk kali ini bikin mata terbelalak. 

Tabungan dengan saldo 30 jt lebih justru tiap bulan berkurang 11 rb. Sebab bagi hasilnya sangat sangat kecil hanya 2.500, kepotong administrasi 10 rb dan 3 rb serta pajak 500. Sehingga jika dihitung maka saldo aman bagi penabung agar tabungan tidak berkurang adalah 200 jt. 

Kenapa bisa terjadi demikian. Karena perbankan saat ini semakin egois. Mereka hanya berpikir memperkaya dirinya sendiri, sehingga share pendapatan yang diberikan ke penabung makin lama makin kecil, akibatnya jumlah nominal saldo tabungan yang amanpun semakin besar. 

Pernah coba kucermati di sebuah bank konven yang juga plat Merah. Jika sebelumnya saldo amannya 21 jt, beberapa tahun kemudian telah menjadi 70 jt dan saat ini telah menjadi 150 jt.

Artinya kita harus punya uang nganggur yang parkir di tabungan, minimal 150 jt jika ingin tabungan tidak berkurang. 

Sementara oleh bank uang tersebut diputar untuk menghasilkan keuntungan yg tentunya tidak kecil, sedang kita selaku pemilik uang hanya bisa menonton, karena seluruh keuntungannya dinikmati bank. Bahkan tabungan harus rela dipotong jika saldo kita kurang dari 150 jt.

Oleh karenanya tak perlu heran, jika ada bank plat merah yang dengan bangganya menepuk dada berhasil menaikkan keuntungan berkali lipat dan setor ke negara jauh lebih besar dari sebelumnya. Sebab pada dasarnya yang disetor itu adalah hasil perputaran uang kita juga yang kita tidak mendapat apa-apa.

Realitas di atas menjadi gambaran sistem kerja perbankan saat ini. Uang orang-orang kecil dikumpulkan untuk mendanai yang besar, dan orang kecil dipaksa harus rela saat saldonya terus berkurang hingga makin kecil. 

Sedang yang besar saldonya akan bertambah besar dan akan mendapat kemudahan dalam pinjaman. Nasabah tentu tidak menutup mata dengan adanya biaya administrasi. Tapi mbok hargai orang kecil. 

Jika margin pinjamannya saja tidak makin turun, kenapa margin tabungan makin lama jauh semakin kecil. Jangan serakah, berikan share yang berkeadilan agar saldo orang kecil tidak terkuras untuk nombok administrasi. 

Tugas pemerintah itu mensejahterakan rakyat, bukan berbisnis dengan rakyat. Ambil keuntungan itu boleh dan sah-sah saja tapi jangan sampai ada yang dirugikan. Apalah arti syariah jika keadilan tak dihadirkan dan apalah arti menjadi Top Ten dunia jika ruh syariah tak dikedepankan.

Oleh karenanya sebagai orang kecil, saatnya kita tahu diri. Lebih baik berkumpul dan bergabung dengan yang kecil-kecil untuk membangun kekuatan, dari pada berkumpul dengan yang besar tapi sekedar dimanfaatkan. 

Terima kasih ayahanda dan para guru kami di organisasi. Instruksimu telah memaksa warga Muhammadiyah berhitung dan berpikir, serta menyadarkan jika ternyata kapitalisme telah mencengkeram negeri ini di berbagai lini.

Semoga kebijakan rush money ini menjadi titik awal Muhammadiyah untuk meluruskan, sebagai upaya mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana yang diinginkan para pendiri bangsa, yaitu ekonomi kerakyatan. 

Serta menjadi tonggak yang menggugah kesadaran akan pentingnya membangun sektor keuangan berbasis keumatan, yang tidak semata mengejar keuntungan. 

Dan umat tentu banyak berharap kepada Muhammadiyah. Sebab jika tidak kepada Muhammadiyah kepada siapa lagi dan jika tidak sekarang kapan lagi.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال