Antara Kemanusiaan dan Doktrin Keagamaan Perihal Perdamaian

Penulis : Muhammad Althof Aminuddin, Anggota PK IPNU IPPNU UIN Sunan Ampel Surabaya


Sifat kemanusiaanlah yang menjadikan kita damai antar agama, bukan dari doktrin  agama,  lebih  tepatnya  faktor  perdamaian  lebih  dominan  kepada kemanusiaan dari pada doktrin keagamaan, dalam berbagai konflik dan perbedaan antar agama, seringkali kita lupa bahwa kemanusiaanlah yang seharusnya menjadi dasar persatuan dan keselamatan.  

Doktrin agama, walaupun penting, tidak dapat menjadi alasan untuk membedakan antara manusia. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana kemanusiaan dapat menjadi landasan persatuan dan perdamaian, serta bagaimana doktrin agama dapat menjadi sumber konflik. 

Kemanusiaan sebagai landasan persatuan Johan  Galtung,  seorang  ahli  perdamaian  dan  konflik,  berpendapat  bahwa kemanusiaan  adalah  dasar  dari  persatuan  dan  keselamatan.  Menurutnya, kemanusiaan adalah sesuatu yang universal dan tidak terbatas oleh agama, budaya, atau  etnisitas.  

Kemanusiaan  adalah  sesuatu  yang  memungkinkan  kita  untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berbagi nilai-nilai yang sama. Galtung juga berpendapat bahwa kemanusiaan dapat menjadi landasan persatuan karena memiliki beberapa ciri khas, seperti: 

Kemanusiaan  sebagai  makhluk  sosial:  Kita  adalah  makhluk  sosial  yang memerlukan interaksi dan interdependensi dengan orang lain. 

Kemanusiaan sebagai makhluk berpikir: Kita memiliki kemampuan berpikir dan berkomunikasi, yang memungkinkan kita untuk berbagi nilai-nilai dan tujuan. 

Kemanusiaan sebagai makhluk berperasaan: Kita memiliki perasaan dan emosi yang dapat mempengaruhi perilaku kita. 

Kemanusiaan sebagai makhluk berperasaan: Kita memiliki perasaan dan emosi yang dapat mempengaruhi perilaku kita. 

Dengan demikian, kemanusiaan dapat menjadi landasan persatuan karena memiliki ciri khas yang universal dan tidak terbatas oleh agama, budaya, atau etnisitas, tidak hanya itu saja, di kisahkan pada saat Nabi dan para sahabatnya ingin melaksanakan umroh di Makkah mereka dicegat oleh orang musyrik Makkah di Hudaibiyah. 

Tak kurang  itu  orang  orang  musyrik  Makkah  meminta  Nabi  menghapus  gelar “Rasulullah” di depan nama Muhammad dalam surat perjanjian tersebut.

Padahal Allah dalam surah An-Nur [24] ayat 63 melarang umat islam memanggil Nabi dengan gelar terhormatnya itu.


لَا تَجْعَلُوْا دُعَاۤءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاۤءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًاۗ قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ يَتَسَلَّلُوْنَ مِنْكُمْ لِوَاذًاۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ  63.


Artinya :  “Janganlah kamu menjadikan panggilan Rasul (Nabi Muhammad) di antara  kamu  seperti  panggilan  sebagian  kamu  kepada  sebagian  (yang  lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya). Maka, hendaklah orang-orang  yang  menyalahi  perintah  Rasul-Nya  takut  akan  mendapat  cobaan  atau ditimpa azab yang pedih.” 

Tetapi Nabi tetap rela menerima perjanjian tersebut dengan menghapus gelarnya agar  tidak  terjadi  pertumpahan  darah  pada  saat  itu,  dari  sisi  inilah  kita  bisa mengambil Pelajaran bahwa Nabi rela menghapus gelarnya yang sudah di tetapkan Allah  di  dalam  Alqur’an  demi  terwujudnya  perdamaian,  keamanan  dari pertumpahan darah, dan ketentraman antar sahabat dan orang musyrik Makkah. 

Dikutip dari buku “Tuhan ada di hatimu” karya habib Husein Ja’far Al-Hadar bahwa Islam mengajarkan meletakkan kemanusiaan diatas segalanya. “Siapa yang bukan saudaramu dalam agama adalah saudaramu dalam kemanusiaan,” kata Sayyidina Ali. Begitu Islam mengajarkan kepada kita. 

Doktrin agama sebagai sumber perdamaian dan juga konflik perdamaian adalah tema sentral dalam ajaran Islam, dan doktrin keagamaan tentang perdamaian memainkan peran penting dalam menjaga harmoni dan stabilitas dalam masyarakat.  

Dalam Alqur’an, Allah  SWT  berulang  kali  memerintahkan  umat Islam  untuk  mengedepankan perdamaian  dan  menjauhi  perselisihan serta peperangan. Salah satu ayat yang menekankan pentingnya perdamaian adalah Surah Al-Baqarah ayat 224: 

وَلَا تَجْعَلُوا اللّٰهَ عُرْضَةً لِّاَيْمَانِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْا وَتَتَّقُوْا وَتُصْلِحُوْا بَيْنَ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ  224. 


Artinya  :  “Janganlah  kamu  jadikan  (nama)  Allah  dalam  sumpahmu  sebagai penghalang dari berbuat baik, bertakwa, dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” 

Ayat ini menekankan bahwa Allah SWT harus dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi untuk berbuat baik dan menciptakan perdamaian di antara manusia. Dalam ayat ini, Allah juga menekankan pentingnya berbuat baik dan bertakwa, serta menciptakan harmoni di antara manusia. 

Tetapi  doktrin  keagamaan  bisa  dikategorikan  sebagai  sumber konflik seperti pendapat Sayyid Nashr Hossein, seorang ahli teologi dan filsafat, berpendapat bahwa  doktrin  agama  dapat  menjadi  sumber  konflik  jika  tidak  dipahami  dan diterapkan dengan benar. 

Menurutnya, doktrin agama dapat menjadi sumber konflik jika: Doktrin agama dipahami secara sempit: Jika doktrin agama dipahami secara sempit dan tidak memperhatikan nilai-nilai universal, maka dapat menyebabkan konflik antar agama. 

Doktrin agama diterapkan secara keras: Jika doktrin agama diterapkan secara keras dan tidak memperhatikan kemanusiaan, maka dapat menyebabkan konflik antar agama. Doktrin agama dipakai untuk membedakan: Jika  doktrin agama dipakai untuk membedakan antara manusia, maka dapat menyebabkan konflik antar agama. 

Dengan  demikian,  doktrin  agama layaknya  pisau  bermata  dua  dapat  menjadi sumber konflik jika tidak dipahami dan diterapkan dengan benar, dan juga dapat menjadi sumber perdamaian jika dipahami dengan benar melalui penafsiran para ulama salaf dan kontemporer. 

Kesimpulan 

Dalam  berbagai  konflik  dan  perbedaan  antar  agama,  kemanusiaanlah  yang seharusnya menjadi dasar persatuan dan keselamatan. Doktrin agama, walaupun penting, bisa terjadi 2 kemungkinan sebagai sumber pendukung perdamaian dan bisa menjadi sumber konflik jika salah dalam penerapannya.

Tetapi Kemanusiaanlah sebagai faktor paling dominan dari perdamaian,  karena sifatnya yang universal dan tidak  terbatas  oleh  agama,  budaya,  atau  etnisitas.  Oleh  karena  itu,  kita  harus memahami  dan  menerapkan  kemanusiaan  sebagai  landasan  persatuan,  serta memahami  dan  menerapkan  doktrin  agama  dengan  benar  agar  tidak menjadi sumber konflik. 

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال