Sejarah Manusia dalam Islam dan Teori Evolusi

Allah telah memberitahukan kepada para Malaikat melalui firman-Nya, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi,” (QS. Al-Baqarah ayat 30). Ibnu Katsir dalam Qisas al Anbiya berkata bahwa menurut ayat tersebut, Allah memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan Adam dan keturunannya yang sebagiannya akan menguasai sebagian yang lain (menjadi khalifah). Karena itu para Malaikat bertanya, “Mengapa Engkau hendak menjadikan Khalifah di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ?” (QS. Al-Baqarah 30).

Abdullah ibn Umar berkata bahwa para Malaikat telah mengetahui seribu tahun sebelum Adam diciptakan, bangsa Jin telah melakukan pertumpahan darah, selanjutnya Allah mengutus pasukan Malaikat untuk mengusir jin-jin ke wilayah pesisir. Dalam Alqur’an Surah Al-Hijir ayat 26 disebutkan ;

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن صَلْصَٰلٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ

Arab-Latin: Wa laqad khalaqnal-insāna min ṣalṣālim min ḥama`im masnụn

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk."

Dalam Tafsir Ibnu Katsir menyatakan bahwa Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah yang dimaskud “Shalshal” dalam ayat ini adalah tanah kering. Ada juga Ulama yang menyatakan yang dimaksud adalah lumpur. 

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil (oleh malaikat) dari seluruh muka bumi. Maka keturunan Adam pun masing-masing terlahir sesuai dengan jenis tanah tersebut. Di antara mereka ada yang berkulit putih, merah, hitam, atau campuran (antara warna-warni itu). Di antara mereka ada yang buruk dan ada yang baik. Di antara mereka juga ada yang lembut, ada yang keras dan ada yang campuran (antara keduanya)." Hadis tersebut turut diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dalam kitab shahih-nya. Adapun, At-Tirmidzi mengatakan hadis tersebut termasuk kategori hadis hasan shahih.

Setelah Allah menciptakan Adam, selanjutnya Allah menciptakan Hawa. Dalam QS. Ar-Rum ayat 21,“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya….” 

Imam Mustafa al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi, maksud ayat ini tiada lain bahwa Allah telah menciptakan istri dari jenis laki-laki (suami), jadi bukan berarti Allah menciptakan setiap istri dari bagian tubuh manusia.

Imam Mustafa al-Maraghi menyebutkan dalam ayat QS. Al-Baqarah ayat 35-37 ini Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa agar bertempat di surga dan menikmati apa saja yang ada didalamya. Allah pun melarang Adam dan Hawa memakan buah pohon tertentu. Kemudian mereka diberitahu bahwa mendekat saja sudah merupakan perbuatan zalim terhadap diri sendiri. Kemudian setan menggoda Adam dan istrinya hingga mereka berdua diusir Allah dari kenikmatan hidup di surga kemudian bertaubat kepada Allah dan Allah pun menerima taubat Adam.

Setelah Adam dan Hawa terusir dari kenikmatan surga, mereka memiliki anak-anak keturunan Adam. Imam Abu Ja’far ibnu Jarir menyebutkan sebagian penjelasan sejarah di dalam kitab Tarikh-nya, “Hawa melahirkan anak-anak keturunan Adam sebanyak empat puluh anak dengan dua puluh kehamilan.” Putra pertamanya Qabil dan kembaran sulungnya bernama Qalima. 

Allah berfirman, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari seseorang diri dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak,” (QS. An-Nisa ayat 1).

Penciptaan Manusia dalam Al-Qur’an

Dari sekian banyak kitab suci di dunia, Alqur’an memberikan penjelasan yang sangat lengkap mengenai proses terciptanya seorang manusia baik sebelum diciptakannya Adam dan Hawa maupun setelah diciptakannya Adam dan Hawa (pernikahan). 

Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya “Mukjizat Alqur’an” menyebutkan bahwa Alqur’an berbicara panjang lebar tentang manusia dan salah satu yang diuraikannya adalah persoalan reproduksi manusia serta tahap-tahap yang dilaluinya hingga tercipta sebagai manusia ciptaan Tuhan yang lain dari yang lain. 

Ada beberapa ayat dalam surah yang berbeda dalam Alqur’an berkaitan reproduksi manusia yaitu dalam QS. Al-Qiyamah ayat 36-3, QS. An-Najam ayat 45-46, QS. Al-Waqiyah ayat 58-59, QS. At-Thariq ayat 6, QS. Al-Mursalat ayat 20, QS. Al-Insan ayat 2.

Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab berkata, ayat QS. Al-Qiyamah secara tegas menyatakan bahwa “Nuthfah” merupakan bagian kecil “Mani” yang dituangkan dalam rahim. Hasil pertemuan antara seperma dan ovum dinamai oleh Alqur’an dengan “Nutfah Amsyaj” sesuai firman Allah dalam QS. Al-Insan ayat 2 :

إِنَّا خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَٰهُ سَمِيعًۢا بَصِيرًا

Arab-Latin: Innā khalaqnal-insāna min nuṭfatin amsyājin nabtalīhi fa ja'alnāhu samī'an baṣīrā

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat."

Dr. Maurice Bucaile dalam bukunya “Bible, Qur’an dan Sains Modern” menyatakan bahwa Nutfah berasal dari akar kata yang berarti mengalir, sesuai QS. Al-Qiyamah ayat 37. Qur’an menyebutkan cairan yang memungkinkan pembuahan dengan sifat-sifat yang perlu diselidiki yaitu sperma dalam QS. Al-Qiyamah 37, cairan terpancar dalam QS. At-Thariq ayat 6, cairan yang hina dalam QS. Al-Murasalat ayat 20, campuran atau dicampur (amasyaj) sesuai QS. Al-Insan ayat 2 yang berbunyi,“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang tercampur.

Pada tahun 1883, Van Bener membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu dan pada tahun 1912, Morgan membuktikan peranan kromosom dalam pembentukan janin.

Dr. Maurice Bucaile dalam bukunya “Bible, Qur’an dan Sains Modern” menyebutkan Qur’an menyatakan bahwa embrio melalui beberapa tahapan yaitu daging (seperti daging yang dikunyah), kemudian nampaklah tulang yang diselubungi dengan daging. 

Allah berfirman dalam Alqur’an surah Al-Mukminun ayat 14,“ Kemudian Nutfah (air mani) itu Kami jadikan suatu yang melekat, lalu Kami jadikan suatu yang melekat itu segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, Kemudian Kami jadikan mahluk berbentuk lain, maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.” 

Empat belas ribu tahun yang lalu Alqur’an terlebih dahulu menjelaskan tahapan terciptanya manusia di dalam rahim seorang ibu sebelum sains modern menemukan tentangnya.

Fase Pertumbuhan Manusia Menurut Alqur’an

Imam Mustafa Al-Maraghi, Ulama besar dan Rektor Universitas Al-Azhar, Mesir dalam Tafsir Al-Maraghi menyebutkan Allah telah menumbuhkan manusia dalam tiga fase:

1.  Fase anak-anak; dalam fase ini tidak ada yang menyusahkan atau menggoda. Seluruh hidupnya dihabiskan untuk bermain-main seolah-olah hidup di taman yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang dan berbuah masak.

2. Fase Puber; dalam fase ini, manusia akan berbenturan untuk mengikuti kehendak hawa nafsunya akibat godaan setan.

3.  Fase Dewasa; dalam fase ini seseorang bertindak dengan memikirkan akibat yang dialaminya. Artinya, ia akan terlebih dahulu berpikir sebelum bertindak. Ketika menghadapi bencana, ia akan berlindung pada kekuatan super-natural yang Maha Tinggi yang merupakan segala sesuatu di samping sebagai tempat kembali bagi siapa saja.

Syekh Muhammad Abduh menjelaskan bahwa seorang manusia adalah merupakan cerminan bagi manusia secara keseluruhan. Pada mulanya, kehidupan sosial umat manusia itu dijalani dengan kesederhanaan di samping dengan fitrah yang bersih. Pada periode ini, manusia hanya mencari kebutuhan hidup, keadilan dan saling tolong menolong menolak bahaya alam. Inilah yang dikatakan sebagai masa keemasan.

Tetapi kenikmatan yang mereka peroleh semakin tidak mencukupi hingga akhirnya sebagian individu ada yang berani memanjangkan tangannya untuk mengambil hak orang lain untuk memenuhi kehendak hawa nafsunya kemudian jiwa-jiwa yang semula tindur berenjak, bangkit sehingga timbulah perselisihan yang semakin membesar.

Inillah yang disebut sebagai periode kedua. Selanjutnya periode yang ketiga ditetapkan batasan-batasan pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan secara serampangan dan periode ini disebut periode hidayah. Dan Periode keempat yaitu periode yang lebih tinggi dibanding periode yang telah lalu. Ciri periode ini bahwa manusia telah mencapai jenjang kesempurnaan. Periode ini disebut periode agama dan wahyu karena didalamnya terdapat kesempurnaan hidayah bagi umat manusia.

Asal-usul Manusia dalam Teori Evolusi 

Sebelum Darwin, teori evolusi pertama digagas pada abad keenam masehi oleh S.M Anaxiamander dari Miletus yang berpendapat bahwa evolusi terdapat dalam dunia hewan. Teorinya muncul ketika apa yang dinamakan Versi Sakeredotal Genisis sedang ditulis di bagian lain wilayah Mediterania yang menyebutkan bahwa makhluk-makhluk hidup diciptakan dengan jenisnya. 

Selanjutnya, Empedocles juga memihak konsep evolusi. Lucretius mengungkapkan gagasan-gagasan dalam karyanya De Natura Rerum (Tentang Alam) yang mencenderungi pandangan bahwa peroses seleksi alam melestarikan spesies yang paling kuat dan memusnahkan spesies yang lemah.

Di dunia muslim, teori evolusi pertama kali digagas ulama dan ilmuwan muslim bernama Al-Jahizh (776-869 Masehi). Al-Jahiz merupakan 30 dari 100 tokoh muslim berpengaruh dalam sejarah Islam yang ditulis atau versi Husyan Ahmad Amin berkebangsaan Mesir. Husyan Ahmad Amin menyatakan bahwa Al-Jahiz merupakan penulis prosa dan sastra terkenal dalam sejarah sastra Arab.

Semasa kecilnya ia gembar membaca buku/kitab, ia juga belajar ilmu filsafat Yunani dan pemikiran Mutazilah. Khalifah Al-Mutawakkil dari Dinasti Abbasiyah, Irak mengangkat Al-Jahiz sebagai pengajar anak-anaknya karena Al Jahiz memiliki kemampuan luar biasa di antara pemikir Mazhab Muktazilah dan yang bukan Muktazilah.

Buku tulisannya yang terpenting bagi dunia adalah Kitab Al-Hayawan terdiri atas tujuh jillid. Di jilid pertama dia membahas mengenai anjing dan sifat baik maupun buruknya dari berbagai hadis, kisah-kisah dan syair-syair, peribahasa. 

Jilid berikutnya ia membahas binatang melata kemudian bab selanjutnya ia banyak membahas sejarah, sastra, ilmu pengetahuan dan filsafat. Suatu karya yang mencermikan keluasan ilmu penulisannya dengan gaya penulisan yang menarik yang masih dapat kita baca saat ini.

Dilansir dari BBC Indonesia  berjudul “Kisah Ilmuwan Muslim Yang Temukan Teori Eolusi Darwin 1000 Tahun Sebelum Darwin” menyatakan bahwa bukunya yang paling terkenal ini dirancang sebagai ensiklopedia yang memperkenalkan 350 jenis binatang. 

Melalui buku ini, Al-Jahiz mengajukan gagasan yang sangat mirip dengan teori evolusi milik Darwin. "Binatang bergelut untuk tetap bertahan hidup, menghindari pemangsa, dan untuk berkembang biak," tulis al-Jahiz. 

"Faktor alam mempengaruhi organisme mengembangkan karakteristik baru untuk bertahan hidup. Faktor itu mengubah mereka menjadi spesies baru," lanjutnya. Al-Jahiz menjelaskan pula dalam bukunya, "Binatang yang berhasil berkembang biak bisa menurunkan karakter itu kepada penerusnya."

Menurut Al-Jahiz, setiap makhluk hidup di dunia berada dalam pergulatan terus-menerus untuk bertahan hidup. Selama itu pula, selalu ada spesies yang lebih kuat dibandingkan yang lain.

Selanjutnya BBC menyebutkan, demi bertahan hidup, binatang harus memiliki jiwa kompetitif untuk mendapatkan makanan, mencegah dirinya dimangsa, dan aktif bereproduksi. Keharusan tersebut secara alami mengubah satu spesies dari satu generasi ke generasi. Gagasan Al-Jahiz mempengaruhi pemikir Muslim lain yang hidup setelah eranya. 

Karya Al-Jahiz dikonsumsi oleh Al-Farabi, Al-Arabi, Al-Biruni, dan Ibn Khaldun. Melalui beberapa buku yang diterbitkan tahun 1930, bapak spiritual Pakistan, Muhammad Iqbal, yang dikenal luas sebagai Allama Iqbal, menilik peran Al-Jahiz bagi masyarakat. Iqbal menulis, "al-Jahiz adalah  orang yang menyebut bahwa evolusi yang dialami binatang disebabkan migrasi dan pengaruh lingkungan."

Mengenai Teori Evolusi, dalam buku Muqaddimah karya Ibnu Khaldun (1332-1406 Masehi) disebutkan bahwa mineral berubah menjadi tumbuh-tumbuhan dan tumbuh-tumbuhan berubah menjadi binatang tetapi binatang tidak dapat berubah menjadi sautu yang lebih lembut darinya tetapi biantang dapat berubah menjadi keras sekali. 

Dalam bab yang lain ia menyatakan, “Alam hewan juga mengalami perkembangan. Hewan memiliki berbagai macam spesies. Dalam puncak proses perkembangannya, hewan dapat berevolusi menjadi manusia yang dikaruniai kemampuan berpikir dan merenung. Hewan yang berevolusi menjadi manusia ini berasal dari spesies kera (alam al-qiradah) yang memiliki kemampuan yang hampir sama dengan manusia: kecerdasan (kays) dan persepsi (idrak). Namun kemampuan ini tidak mencapai tahap kesempurnaannya seperti yang ada pada kemampuan manusia, yakni tahap berpikir dan merenung (seperti yang dimiliki manusia).”

Teori Evolusi Ilmuwan Barat

Manusia telah memikirkan tentang asal-usulnya selama beribu-ribu tahun. Tetapi sampai belakangan ini satu-satunya sumber gagasan-gagasannya adalah pengertian-pengertian yang diperoleh dari ajaran-ajaran keagamaan dan berbagai sistem filsafat. Baru pada zaman modern bersama dengan mengalirnya berbagai jenis data, ia mampu mendekati masalah asal-usulnya dari sudut yang baru. 

Kita hidup pada masa yang didalamnya nalar dan penaklukan oleh ilmu pengetahuan mengklaim sebagai telah berhasil memberikan jawaban-jawaban logis terhadap seluruh pertanyaan-pertanyaan besar yang diajukan oleh akal manusia. On The Origin of Species karangan Darwin yang terbit di Inggris pada tahun 1989 Masehi telah meraih sukses besar.

Sebelum On The Origin of Species karya Darwin muncul, Lamarck telah memunculkan teori evolusi. Lamarck merupakan ahli botani yang bekerja untuk raja Prancis, ketika revolusi Prancis meletus maka dia masih dapat beruntung mempertahankan kedudukannya yang memungkinkannya untuk belajar dan mengajar. 

Pada tahun 1974, dia menduduki pos pengajaran pada tahun 1801 di Museum National d’Histoire Naturelle. Tahun 1801, dia memberikan kerangka teori evolusi dalam karyanya “Discours d’ouverture du 21 Floreal An 8’ (Pidato Pengukuhan pada Hari ke-21 Floreal, Tahun 8). Sebelumnya karya besarnya ‘La Philosphie Zoologi  Que’ (Filsafat Ilmu Hewan) yang mucul pada tahun 1809.

Lamarck telah menunjukan “ketakterbukaan-relatif”, “spesies” dan “ tetap hanya secara temporar”. Jika kehidupan spesies-spesies itu berubah, menurut Lamarck maka spesies-spesies itu akan berubah “ ukuran, bentuk, proporsi pada berbagai bagian, warna, kekuatan, kegesitan dan ketekunan mereka. 

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan mereka memodifikasi kebutuhan-kebutuhan baru, kebiasaan-kebiasaan baru membuat mereka lebih menggunakan organ-organ tertentu dan mengabaikan organ-organ lainnya. Jika sebuah organ dibiarkan tak berguna, maka organ tersebut akan mengkerut dan mungkin pada akhirnya menghilang.

Sungguh menurut pengamatan, gigi hewan-hewan yang tidak mengunyah makanan cenderung untuk berhenti tumbuh atau tidak muncul sama sekali, sebagai contoh semut atau ikan paus. Telaah atas variasi-variasi ini mendorong Lamarck untuk menyimpulkan bahwa ketika perubahan terjadi, perubahan itu adalah untuk menjadi organ yang lebih kompleks (dalam hal organ-organ yang berkembang sebagai akibat digunakan secara intensif) dan bahwa variasi-variasi semacam ini diturunkan pada anak-anaknya.

Darwin dan Teori Evolusi

Teori Evolusi Darwin sering digunakan untuk membuktikan bahwa manusia merupakan keturunan kera-kera besar padahal ide atau gagasan manusia berasal dari kera yang berevolusi bukan dari Darwin tetapi gagasan Haeckel pada tahun 1868 M. 

Charles Darwin sebenarnya ingin menunjukan bahwa dia bermaksud mengetengahkan sebuah teori mengenai asal-usul spesies melalui sarana seleksi alam atau bertahannya ras-ras yang beruntung dalam perjuangan untuk mempertahankan kehidupan. Ini menjadi bendera kaum evolusines yang mereka acung-acungkan dalam pertikaian antara filsafat materialistis dan keyakinan keagamaan.

Sebelum Darwin mencetuskan The Origin of Species, dari tahun 1831-1836 Masehi dia bergabung dengan misi kapal Beagle di Atlantik Selatan dan Pasifik dan ia bertindak sebagai ahli ilmu alam. Pelayarannya membuatnya melakukan banyak pengamatan dan penelitian di atas daratan dan lautan. Dia dikagetkan oleh adanya perubahan-perubahan yang tampak pada spesies yang ditelitinya yang berhubungan dengan tempat-tempat mereka berada.

Pemikiran Darwin atas pengamatannya terhadap alam dipengaruhi oleh Malthus yang merupakan seorang pendeta Anglikan, Malthus menerbitkan “Essay on the Princple of Pupulation” yang isinya tentang seleksi di kalangan manusia, “hanya mereka yang paling mampu menghasilkan saja yang pantas bertahan hidup sedang mereka yang kurang beruntung pasti lenyap.”

Berangkat dari pemikiran Malthus, Darwin membuat teorinya bahwa pada proses seleksi membuat kelestarian hidup pihak yang paling kuat dan paling mampu dengan mengorbankan pihak yang lemah, sutu seleksi yang dilakukan alam sendiri.

Manusia Purba

Manusia paling tua yang pertama ditemukan adalah Ramapitheceus di India dan kenya dalam sedimen-sedimen yang diperkirakan berasal dari era Tertier sekitar 15 juta tahun yang lalu namun fosil itu ditemukan dalam sisa-sisa kecil tulang yang tidak dapat membuktikan ia nenek moyang manusia. Kemudian ditemukan Oreopithecus yang kenyataannya bukan fosil manusia tetapi kera yang lengan-lengannya panjang yang umurnya 12 juta tahun. 

Selanjutnya banyak ditemukan fosil-fosil seperti Australopithecus yang ditemukan di Afrika Selatan tahun 1924 dan fosil Meganthropus ditemukan di Jawa dalam tanah yang umurnya 600.000 tahun yang lalu. 

Ilmuwan Y. Coppens juga menemukan Australopithecus. Sisa-sisa fosil seorang wanita berusia 20 tahun yang dinamakan “Lucy” juga ditemukan tahun 1974 di Afar dalam sedimen berusia 3,5 juta tahun yang lalu. Penemuan-penemuan tersebut disebut sebagai gelombang Homonid pertama.

Dan yang tekenal adalah penemuan fosil Pithecanthropine atau Archanthophian yang disebut sebagai gelombang Hominid kedua. Seorang dokter militer Belanda bernama Eugene Dubouis pada tahun 1890 menemukan fosil di Jawa yang diberi nama Pithecanthropus Erectus dan sebagian sisa-sisa fosil ditemukan di Gua Chou Kou Tien dekat Peking yang disebut Sinanthropus tahun 1928-1937 Masehi. 

Kapasitas tengkorak rata-rata sekitar 900 cc dalam kisaran antara 775-1.200 cc. Dibandingkan Australopothhecus, fosil Pithecanthropus mempunyai otak yang sangat kecil sehingga ia memiliki  kehidupan yang tidak normal atau dengan kata lain sulit dibuktikan mereka itu merupakan fosil mausia.

Selanjutnya pada gelombang Hominid ketiga adalah penemuan fosil Neanderthal atau Paleanthopia yang hidup di Eopa, Asia dan Afrika sekitar 1 juta tahun yang lalu. Sisa-sia manusia Neanderthal ditemukan tahun 1856 di Lembah Neander di dekat Dusseldorf Jerman Barat dan kerangka yang sempurna ditemukan di wilayah Correze, Prancis dan sejenis yang sama ditemukan di Spanyol, Italia, Yunani, Maroko, Palestina, Irak dan Jawa.

Meskipun manusia Neanderthal berukuran sedang, berdiri tegak dan memiliki otot-otot berkembang baik namun morfologi mukanya berbeda dengan manusia sekarang. Jidatnya rendah hampir menyerupai jendulan tulang di atas lekukan mata dan tidak adanya dagu membuat wajahnya seperi moncong hewan.

Dr. Maurice Bucaile dalam bukunya “What is the Origin of Man ? The Answer of Science and the Holy Scriptures” menyatakan dari banyak temuan-temuan fosil menunjukan tidak ada fosil yang menunjukan kesamaan keturunan sehingga mustahil menerima teori bahwa terdapat suatu silsilah keturunan yang sama antara kera-kera besar dengan manusia dan disisi lain adanya mata rantai fosil yang hilang atau tidak ditemukan ditambah dengan ditemukannya DNA membuktikan adanya perbedaan antara DNA manusia dan Hewan.

Kesimpulannya: Dalam Islam jika merujuk pada Alqur’an dan Hadis dapat diketahui bahwa manusia merupakan ciptaan Allah. Allah telah menciptakan manusia dari unsur tanah samahalnya dengan Hawa. Sementara itu sains modern banyak melahirkan teori-teori asal-usul manusia berasal dari kera-kera besar yang berevolusi menjadi manusia yang hal ini berangkat dari sejumlah temuan fosil namun temuan fosil itu tidak dapat membuktikan apapun bahwa fosil itu merupakan kera yang berubah jadi manusia sebab adanya perbedaan otak, stuktur tulang, dan DNA antara manusia dan fosil-fosil tersebut.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال