Ketika Plato Bersabda Tentang Realitas Murni


Penulis: Raisul Amin Loamena*

Biografi Singkat Al-Ustadz Plato

Plato merupakan seorang Filsuf Yunani terbesar yang menjadi cikal bakal filsuf barat tentang Etika dan Metafisika. Ia di lahirkan kurang lebih pada tahun 427 SM dan meninggal dunia pada tahun 327 SM. Plato lahir di sebuah keluarga Aristokrat Athena yang turun temurun memiliki peranan penting dalam kehidupan politik. 

Ayahnya bernama Ariston, beliau adalah seorang bangsawan keturunan raja kodrus yang merupakan raja terakhir Athena (1068 SM) yang sangat dikagumi oleh rakyatnya karena kecakapan dan kebijaksanaanya dalam memerintah negeri Athena. Sedangkan ibunya bernama Perectione yang merupakan keturunan solon, seorang tokoh legendaris Dan negarawan agung Athena. Sejak kecil ia telah akrab dengan pelajaran filsafat yang di pelajari dari Guru pertamanya yang bernama Kratylos. Kratilyos sendiri merupakan murid dari Heraklitos.

Nama plato yang sebenarnya adalah Aristokles. Di lidah orang Arab, nama Plato lebih akrab di sebut Al-Ustadz Al-Fathun. Istilah Plato tersebut merupakan julukan dari guru senam-nya yang di ambil dari bahasa yunani yakni Platos yang berarti berbahu lebar. Julukan terebut di berikan karena Plato memang memiliki bahu yang lebar. Julukan tersebut cepat populer dan bahkan dijadikan nama panggilan sehari-harinya, selain itu juga diabadikan seluruh karyanya. 

Selain sebagai filosof, plato juga di kenal sebagai pemikir politik, hal ini di mungkinkan karena keluarga plato memiliki banyak hubungan dengan kaum politik terutama yang tergabung dalam kelompok 30 Tyrannoi (Thirty Tyrans). Namun naluri politik plato memudar setelah peristiwa kematian Socrates yang di bunuh oleh rezim penguasa saat itu, lalu pemikiranya lebih intes mengarah pada filsafat. Sejak saat itu lah plato melahirkan gagasan tentang pentingnya sorang filosof tampil sebagai penguasa ideal yang pada akhirnya dirinya berimigrasi dan berkelana mulai dari Megara hingga ke Sisilia tempat raja Dinokyus berkuasa dan balik di Yunani untuk mendirikan satu Universitas yang di sebut dengan Academia.

Plato, di masa mudanya sangat menyenangi dunia lukis dan gambar. Plato juga menekuni pemikiran filsafat dari Kratylos (murid dari Herakleitos) yang meyakini bahwa "semua yang ada itu mengalir" bagaikan air. Sejak umur dua puluh tahun aktif mengikuti halaqah Socrates (Socratic Cyrcle). Itulah sebabnya dalam berbagai karya dialogis Plato, Socrates ditampilkan sebagai figur utama. Ketika itu Socrates memang muncul sebagai juru bicara masyarakat di Athena, khususnya yang berkaitan dengan perbincangan demokrasi.

Dalam karya-karyanya, Plato dapat meracik karya Puisi, seni, metafisikanya menjadi menjadi suatu karya monumental yang Indah, tak jarang pemikiran-pemikiran purba Plato tetap hangat untuk di perdebatkan hingga saat ini. Lebih hebatnya lagi bahkan oleh pemikir-pemikir saat ini jikalau karya-karya hebat saat ini hanyalah catatan kaki dari pemikiran al-ustadz Plato. Di antara karya-karya menumental Plato ialah “ Apologi “(Pembelaan Socrates di Pengadilan), “Crito” (Socrates di anggap sebagai warga yang baik walaupun dirnya di huum karena kedengkian orang terhadap dirinya), “Euthyphron” (Socrates berhadapan dengan tindakan kejahatan atas dirinya), “Laches” (Tentang Keberanian), “Ion” (Perlawanan terhadap penyair dan musisi), “Protagoras” (Kebijakan adalah pengetahuan yang di ajarkan), “Charmides” (Kesederhanaan), Lysis (Tentang Persahabatan), “Republic” (Buku 1 Tentang keadilan).

Konsep Plato Tentang Realitas Murni

Kita telah mengetahui bahwa embrio dari lahirnya konsep Idealisme Plato tidak bisa di pisahkan dari perdebatan para pemikir Filsafat Alam di zaman Yunani yang saling mempertanyakan arkhe dari alam semesta. Menurut Plato, alam semesta merupakan bentuk murni dari ciptaan sesuatu yang berdiri secara independen, namun konkrit terhadap sesuatu yang Independen tersebut tidak bisa di amati secara langsung melainkan hanya bisa di amati melalui gejala yang terjadi oleh sebab yang bergerak secara independen tersebut. Dalam artian, semua yang terjadi merupakan pelaksanaan yang mengikuti dan menerjemahkan kemauan sesuatu yang bersifat dasar yang di sebut sebagai realitas murni oleh Plato. Realitas murni itulah yang kelak di sebut sebagai Idea tunggal oleh Plato. Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa dalam kajian filsafat, idealisme merupakan doktrin yang mengajarkan hakikat dunia fisik hanya dapat di pahami dari ketergantungan pada jiwa (mind) dan spirit (ruh). 

Istilah tersebut di ambil dari kata idea yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa. George R. Knight menguraikan bahea idealisme dasaranya adalah penekanan terhadap realitas ide gagasan, pemikiran pada suatu penekanan terhadap objek-objek dan daya-daya materi. Menurut Plato, dunia nyata yang kita alami adalah dunia yang penuh dengan bayangan dan salinan dari realitas yang sejati. Realitas yang sejati, menurutnya, terletak di alam ide-ide yang abadi dan sempurna.

Plato telah membagi dunia dalam dua bagian yang terpisah, yakni dunia persepsi dan dunia Idea. Dalam konotasi dunia persepsi, seluruh panca indra saling berkorespondensi membagikan informasi yang telah terekam sedemikian rupa hingga membentuk satu gambaran-gambaran yang telah bertransformasi, sehingga dari transformasi tersebutlah membentuk gambaran-gambaran yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari seperti meja, kursi dll. 

Namun, dunia tersebut hanya bersifat temporal dan bisa saja rusak karena dunia nya bersifat konkrit. Layaknya bunga, ada saatnya mekar ada pula saatnya ia akan layu, namun idea tentang bunga tidak akan pernah layu. Dengan menganggap bahwa semua yang konkrit dalam jangkauan panca Indra pasti memiliki muara akhir dan rusak, maka menurutnya dunia konkrit bukanlah dunia yang abadi, karena sesuatu yang abadi adalah sesuatu yang akan menempati posisi yang tidak bisa di rusak oleh apapun. Bertitik tolak pada pandangannya yang  pertama, maka sesuatu yang abadi hanya terletak pada dunia kedua yang di sebut oleh Plato sebagai dunia Idea.

Terdapat alam di atas alam benda, yakni alam konsep atau Idea, ia bersifat universal dan abadi. Idea merupakan bentuk murni sebagai contoh utama yang transenden dan asli, sedangkan persepsi-persepsi dan benda-benda individual merupakan bayangan dari ide-ide tersebut. Hal tersebut telah dirinya konsepkan dalam karyanya yang berjudul Republic, bahwa relasi idea yang baik pada dunia intelegible idea-idea mirip dengan idea seorang seniman dalam dunia fisik. Plato telah menjelaskan bahwa seorang pengrajin yang membuat sebuah meja, sebenarnya menirukan bentuk ‘kemejaan’ dan seorang seniman yang melukis sebuah meja, menirukan meja tersebut. Karenanya yang terjadi adalah tiruan dua tingkat. 

Menurut Plato, ide merupakan sesuatu yang memimpin pemikiran manusia. Ide bukanlah hasil pemikiran subjektif, melainkan sesuatu yang objektif. Ide lepas dari subjek yang berpikir. Meski pun tiap orang berbeda dengan orang yang lain, atau tidak ada orang yang persis sama– meski pun ia anak kembar–, tetap saja setiap orang itu berbeda dan idenya tidak akan berubah. 

Selain itu, bukti adanya suatu pengamatan dan pengungkapan yang serba bervariasi dan berubah itu merupakan pengungkapan atas ide yang tidak berubah. Plato berkesimpulan bahwa dapat dipastikan ada suatu realitas di balik “dunia materi”. Dia menyebutkan bahwa realitas ini merupakan dunia ide yang kekal dan abadi di balik fenomena yang di ketahui di alam.

Dalam mengungkapan teorinya Plato tentang realitas Murni, banyak para pemikir yang sulit untuk menangkap apa yang di maksudkan oleh Plato, terutama sekali dalam bukunya Plato yang berjudul Republic. Kenyataan memang, tulisan Plato dalam buku Republic sangat sulit untuk di Pahami. Bertnard Russel berusaha untuk memaknai apa yang di sebut realitas Murni oleh Plato. 

Bertnard Russel berpendapat bahwa Teori Idea/Realitas Murni yang di sebut-sebut Plato merupakan teori Wujud yang Hakiki. Menurutnya, sesuatu ada karena satu Ide dasar yang di sebut dengan Idea, lalu Idea tersebut melahirkan Idea yang lain yang pada akhirnya Idea tersebut melahirkan berbagai cabang Idea. Namun pada hakikatnya, Idea pertama itulah yang di sebut sebagai Ide Murni/Realitas Murni yang tidak di ciptakan atau tidak di adakan oleh ide-ide lain.

Untuk memahami konsep Plato tentang Realitas Murni, kita akan coba menegaskan dalam beberapa contoh agar kiranya kita bisa sedikit memahami apa yang sering di sabdakan oleh Plato. Sebagai contoh, ketika kita melihat gedung yang bertingkat, maka kita akan berpendapat jika gedung itu di bangun oleh seseorang atau beberapa orang, oleh karenanya setiap gedung yang tinggi pasti ada yang mendirikannya. 

Namun dalam statusnya, pendiri gedung ini bukanlah pencipta gedung tersebut, karena hanya meniru dalam konsep indrawi, sehingga patut di sebut bahwa pendiri gedung bukanlah yang menciptakan gedung melainkan peniru dari berbagai partikular sehingga yang asli adalah satu Idea dasar yang menghasilkan yang  lain, oleh karenanya sang pembuat itu bukanlah satu yang awal melainkan bentuk partikular dari idea dasar murni yang paling awal. Argumentasi inilah yang kemudian nanti di kembangkan lebih lanjut oleh seorang teolog naturalis abad ke-18 yang bernama William Palley dengan satu argumentasi kuat adanya satu Idea dasar/Realitas Murni.

Kusomohamidjojo menjelaskan bahwa jika di lacak akar pemikiran Plato tentang Idea, kita akan bisa menemukan akar pikirannya yang di pengaruhi oleh Phytagoras yang menganggap bahwa di dunia ini ada kenyataan Material dan Immaterial yang ia gambakan dengan contoh Manusia. Tidak jauh berbeda antara pemikiran Plato dan Phytagoras, diantaara sekian banyak kesamaan dalam pemikiran mereka berdua adalah sama-sama sulit untuk di pahami. Kita akan berlanjut pada pemikiran Plato.

Plato memandang bahwa di satu sisi manusia merupakan eksistensi yang abadi dan tak pernah berubah di sisi yang lain juga manusia adalah badan yang terperangkap dalam dunia empiris yang berubah-ubah dan bisa lenyap. Sehingga ada klasifikasi terhadap dua kenyataan tersebut, yakni tubuh secara duniawi yang tidak kekal dan jiwa secara adi duniawi yang kekal. Keduanya merangkap dalam satu definisi yang di sebut dengan manusia, sehingga jika satu saja tidak terpenuhi antara dua kenyataan tersebut, maka tidak bisa di katakan bahwa seseorang tersebut adalah manusia. Jiwa inilah yang di sebut oleh Plato sebagai Idea.

Dalam memahami Hubungan antara ide dan realitas jasmani yang bersifat demikian rupa, maka hal yang mungkin medasar bagi Plato adalah bahwa benda-benda jasmani tidak akan mungkin bisa berada tanpa adanya dasar yang menjadi sandaran oleh Idea-Idea itu. Sehingga dalam membhas relasi ide dan realitas, Plato telah membaginya kedalam 3 bagian, yakni: • Ide yang hadir dalam benda-benda konkrit. • lalu Benda konkrit mengambil bagian dalam idea, disini Plato memperkenalkan partisipasi dalam filsafat. • sehingga Ide merupakan model atau contoh bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.

Pengaruh Sabda Plato Terhadap Para Pendekar Filsuf Barat dan Lahirnya Embrio Ideologi Maupun Teknologi

Kelak nanti, filsafat Idea Plato ini akan melahirkan banyak sekali pemikir-pemikir baru yang berupaya untuk menerjemahkan pemikiran Plato. Salah seorang murid nya yang bernama Tuan Guru Aristoteles dengan ikhtiarnya menegasi pemikiran besar Plato, dari abstraksi ke konkret. Walaupun ada reifikasi karena di anggap pemikiran Plato mengawang di atas langit, sehingga Tuan Guru Aristoteles menurunkannya ke tingkat yang realistis, Imanen dan Material. Seperti yang kita ketahui, konsep Hylemorphisme nya sang Tuan Guru Aristoteles menyatakan bahwa Ousia atau esensi terdalam dari yang ada ini merupakan paduan dari Hyle=bahan, Materi dan Morphe= bentuk, wujud,sosok.

Demikian juga, pemikiran Plato mempengaruhi sejumlah filsuf ternama yang pemikirannya encer seperti Kiyai Nietze, Sayyid Heidegger maupun Ki sanak Deridda. Seperti yang di Ungkapkan oleh sang Kiyai Nitzchee walaupun dirinya mengkritik pemikiran Plato dengan pernyataan bahwa Plato merupakan biang keladi dan kesia-siana filsafat barat selama 2000 tahun karena di anggap terlalu angan-angan, namun dirinya mengapresiasi jejak rekam filsafatnya Plato.

Demikian pula Sayyid Heidegger saat mengkritisi Plato tentang yang ada sebagai Idea yang di anggap hanya ada dalam pemikiran tuhan dan transenden. Heider mengungkapkan bahwa Plato telah melupakan yang ada karena terlalu sering berangan-angan. Bagi Heidegger, untuk mengetahui ultimate reality tidak mesti sebagaimana yang plato ajarkan, cukup dengan kontemplasi visual saja.

Berbeda dengan Nitze dan Heidegger, seorang pendekar baru bernama Bodiou justru menghadirkan pemikiran alternatifnya dengan menyandarkan ontologi matematisnya Plato, Descartes dan Hegel, namun pemikiran Plato tetap lebih mendominasi. Walaupun ontologis matematis Badiou sulit di pahami oleh orang yang tidak akrab dengan pemikirannya, namun dirinya justru menegahkan pemikiran Plato agar mudah di pahami. Kita juga tetap berkenalan dengan pemikiran Imanuel Kant dengan ciri pemikiran idealisme Transenden atau juga di sebut dengan Idealisme Formalistik yang di pengaruhi oleh Plato, Hegel dengan gagasan Idealisme Absolut, george Barkley dengan Idealisme Empirisnya yang kadang juga di sebut IMMaterialisme dengan motto nya yang paling terkenal esse est percipi, bahwa eksistensi itu hanyalah persepsi.

Jika kita lacak lebih jauh, maka idealisme Plato juga telah melahirkan konsep Ideologi dimana menurut Francois Lyotard telah terjadi Kantian Grand naratif atau metanarative pada kenyataan sehingga menjadi satu ideologi. Ideologi hadir sebagai gerakan untuk membumikan pemikiran atau motto Plato yang terkenal dengan sebutan Summum Bonum, secara bawaan bahwa manusia mencari cara untuk mengatasi keterbatasannya dengan suatu keyakinan adanya ide ayau kebaikan yang jauh di yakini dapat di realisasikan dalam kehidupan nyata. 

Setelah perkembangan Ideologi, pemikiran Plato juga telah melahirkan konsep tekhnologi sebagaimana yang di ucapkan oleh Habernas. The God Plato di maknai kini oleh kapitalisme sebagai de goods, benda-benda material yang pada kenyataannya tidak dapat menggantikan hakekat terdalam dari the good. Bordiald menggambarkan sebagai realitas simulacra manusia yang terjebak dalam gua virtual ala plato.

*) Mahasiswa Ilmu Hukum (semester 7), Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Bima. Pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan komisariat IMM Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Bima. Pegiat Ilmu Hukum dan Filsafat.


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال